Senin, 13 Oktober 2008

Sejarah UQ


SEJARAH ‘ULUM AL-QUR`AN
(Menapak-Tilas Pertumbuhan dan Perkembangannya)
oleh:
Mahlail Syakur Sf.
(Mahasiswa Program Doktor (Tafsir-Hadits) IAIN Sunan Ampel Surabaya, Dosen FAI/ PPs. Universitas Wahid Hasyim Semarang, Pengabdi Pontren Darus Sa'adah Ngembalrejo Kudus)

A. PENDAHULUAN
Al-Qur`ân sebagai kitab terakhir dan yang paling utama bagi agama samawi, penurunannya tidaklah dilakukan secara langsung (mujmalan wa>h{idan) melainkan secara bertahap (nuzu>lan, munazzalan, tanzi>lan, munajjaman, tanji>man), sehingga unsur-unsur yang berada di dalam prosesnya dari awal hingga akhir secara utuh sangatlah berpengaruh kuat bagi kehidupan manusia.

Nuzūl al-Qur`ân dan proses kodifikasinya mengesankan kepada manusia akan nilai-nilai sejarah (historic value). Proses nuzulnya telah membutuhkan waktu selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, kodifikasinya telah dimulai pada zaman kekhalifahan Abu Bakar al-S}iddi>q ra. (w. 13 H.) hingga kekhalifahan Uthman ibn ‘Affan ra. (w. 35 H.), dan penyempurnaan tulisannya (tah{si>n al-rasm) telah dirintis oleh Ali ibn Abi Talib ra. (w. 40 H.) dengan menyarankan Abu al-Aswad H{ali>m ibn ‘Amr ibn Jandal al-Du`ali (16-69 H./ 605-689 M.) agar memberi tanda baca (shakl} terhadap lafadh-lafadh al-Qur`ân berupa titik (nuqt}ah), dan penyempurnaan berikutnya dilakukan oleh a-Khali>l (w. 175 H.) dengan menciptakan tanda baca yang lebih lengkap.

Tulisan al-Qur`ân dalam Mushaf ‘Uthmani yang berkarakter Kufi telah mengalami perkembangan historis hingga menjadi tulisan yang mudah dibaca, gaya Naskhi oleh ibn al-Maqlah (w. 328 H.), tetapi belum menggunakan tada baca (shakl). Demikian pula hal-hal yang terkait dengan upaya-upaya memahami al-Qur`ân ....... hingga abad X H. oleh al-Suyuti dengan karyanya yang berjudul al-Itqân fi ‘Ulūm al-Qur`ân.

Kapankah ‘Ulūm al-Qur`ân mulai dipergunakan dalam kajian teoretik al-Qur`ân? Kapankah ‘Ulūm al-Qur`ân mulai dibukukan? Dan siapakah yang berperan dalam masing-masing kegiatan?

Permasalahan-permasalahan tersebut akan dibahas dalam makalah singkat ini, insya Allâh, dengan tema ‘Ulūm al-Qur`ân historis, yakni upaya penelusuran kalenderisasi ‘Ulūm al-Qur`ân dari masa perintisan, sebelum penulisan (qabl al-tadwin) sampai masa pengembangannya, sehingga diketahui kapan ‘Ulūm al-Qur`ân mulai ada, kapan mulai dimunculkan sebagai istilah keilmuan dalam bentuk buku, dan bagaimana perkembangannya hingga kini.

B. MAKNA SEJARAH ‘ULUM AL-QUR`ÂN
1. Makna ‘Ulūm al-Qur`ân : perhelatan dua paradigma
‘Ulūm al-Qur`ân (UQ) adalah kumpulan pengetahuan tentang hal-ahwal al-Qur`ân dari aspek nuzulnya, tertibnya, proses pengumplannya, penctatannya, pembacaannya dan penafsirannya, i’jaznya, nasikh dan mansukhnya, maknany, dan sebagainya. Dalam segi maknawiah terkandung di dalamnya ilmu-ilmu terkait sebagai obyek kajian ilmu-ilmu kaislaman seperti ilmu nuzul, ilmu asbab al-nuzul, ilmu tafsir, ilmu nasikh-mansukh, dan lain-lain.

Ada dua paradigma mengenai makna ‘Ulūm al-Qur`ân yang berbeda secara toeoretik koseptual. Pertama, ‘Ulūm al-Qur`ân dipahami sebagai paradigma dengan makna idlafi (al-Ma’na> al-Id{a>fi>), yakni sebagai alat ... seperti ilmu tafsir, ilmu Qirâ`ât, ilmu rasm ‘Uthmâni, ... , dan ilmu-ilmu lainnya, yang menurut al-Suyuthi bisa mencakup ilmu-ilmu teknis seperti ekologi (‘ilm al-hay`ah), ..., dan sebagainya. Kedua, ‘Ulūm al-Qur`ân dilihat sebagai disiplin ilmu yang sistematis (fann mudawwan), di mana ‘Ulūm al-Qur`ân dipandang sebagai terma bagi disiplin ilmu yang tersistemasi atas ilmu-ilmu ... seperti proses turunnya (nuzu>luhu), tertib ayat dan suratnya (muna>sabatuhu), ..., dan sebagainya.


2. Makna Sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân
Secara harfiah kata “sejarah” dipahami sebagai terjemahan dari bahasa Latin historia, bahasa Prancis histoire, dan bahasa Inggris history. Dalam pengertian terminologis, sejarah adalah rekonstruksi masa lalu yang tertentu, terarah, dan terinci tentang pemikiran, perkataan, pekerjaan, dan perasaan manusia, atau kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia. Menurut Ghazalba, sejarah adalah gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluq sosial, yang tersusun secara ilmiah dan lengkap .....

Dengan demikian, yang dimaksud dengan sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân adalah peristiwa masa lalu yang menceritakan tentang proses perintisan, ..., dan penggunan istilah ‘Ulūm al-Qur`ân. Dengan kata lain, sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân adalah pengetahuan tentang keseluruhan ilmu al-Qur`ân ditinjau dari sisi historisnya ....

C. SEJARAH PERKEMBANGAN ‘ULUM AL-QUR`ÂN

1. Masa Sebelum Penulisan
Masa ini berlangsung pada masa nabi, masa sahabat, dan masa generasi tabi’in awal.

a. Masa Nabi dan Sahabat
Pada masa awal Rasul Allâh Muhammad saw. menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada para sahabat, membacakannya dengan perlahan dan hati-hati agar bisa diterima oleh mereka dengan baik, dihafal lafadhnya, dan dipahami rahasianya, kemudian dijelaskan dengan perkataan, peruatan, keputusan dan ketetapan, dan dengan prilaku (akhlâq) sehari-hari.

Para sahabat nabi adalah orang-orang Arab asli yang mampu mencerna kesusasteraan bermutu tinggi. Bagi mereka bersastera telah menjadi tradisi terutama lewat arena “aswâq”, seperti Pekan Ukas (Sawq Ukas).

Kepiawaian mereka di bidang seni, sastera, dan bahasa didukung oleh adanya tempat lomba (nadwah al-musabaqah) yang kondusif seperti Nâdi Qarâis, dan Dar al-Nadūdh. Di samping itu, jika meng-hadapi kesulitan dalam memahami sesuatu dari al-Qur`ân, maka mereka dapat menanyakannya langsung kepada beliau saw. Misalnya, ...

mereka bertanya kepada beliau saw.: "Siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat zalim terhadap diri sendiri?” Rasul Allâh saw. dalam jawabannya menafsirkan kata "z{ulm" pada ayat tersebut dengan "shirk", seraya menunjuk firman Allâh dalam surah Luqman ayat 13

Ada dua hal yang dapat dijadikan alasan atas pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi, yaitu adanya larangan menuliskan apa yang datang dari nabi selain al-Qur`ân di satu sisi, dan ketika para sahabat menemukan berbagai persoalan berkaitan dengan masalah al-Qur`ân maka mereka dapat langsung menanyakannya kepada Rasul Allâh saw. Keadaan ini berlangsung hingga masa Khalifah ‘Umar ibn al-Khattab ra. Kondisi tersebut berlangsung hingga masa berikutnya, yakni zaman kekhalifahan Abu Bakar (w. 13 H.) dan 'Umar ra. (w. 23 H.), hal mana ilmu al-Qur`ân masih diriwayatkan melalui penuturan secara lisan dan masih belum jelas disiplinnya.

Ketika datang masa kekha1ifahan 'Uthman ra. (w. 35 H.) ... berbagai masalah pun mulai ber-munculan, terutama mengenai tertib surat dan ayat, dan qira`ah, yang selalu meng-undang perselisihan, bahkan pertikaian. Di antara masalah yang muncul adalah perselisihan antara penduduk Sham di Armenia dan Azarbijan dengan penduduk Iraq.

Sesampainya kabar tentang peristiwa tesebut pada 'Uthman ra., maka diresponsnya dengan segera mengeluarkan instruksi supaya kaum mus1imin berpegang pada Mushaf Induk (Mush{af al-Ima>m) yang telah dikodifikasi oleh 12 tokoh.
Kemudian Utsman membentuk panitia kecil terdiri dari ‘Abdullah ibn Zubair ra. (1-73 H.), Sa’id ibn al-‘As ra. (w. 58 H.), dan ‘Abdurrahman ibn al-Harith ibn Hisham ra. (w. 43 H.) di bawah koordinasi Zaid ibn Thabit ra. (w. 45 H.) dengan menjadikan beberapa lembaran yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar ra. sebagai rujukan melalui tangan Hafsah bintu ‘Umar ra. (w. 45 H.), dan membuat salinannya menjadi beberapa buah mushaf untuk dikirim ke daerah-daerah.

Bersamaan dengan itu ‘Uthman ra. menginstruksikan kepada para pemimpin di daerah agar membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang-orang menurut caranya masing-masing. Printah reproduksi naskah al-Qur`ân yang dilakukan oleh 'Utsman ra. dapat berarti bahwa beliau telah meletakkan “pondasi” keilmuan yang di kemudian hari dikenal dengan nama “ilmu penulisan al-Qur`ân” ('Ilmu Rasm al-Qur`ân) atau 'Ilm al-Rasm al-'Uthma>ni.

Pada masa Khalifah Ali al-Qur`ân telah tersebar ke banyak daerah non Arab, hingga diperlukan usaha pemeliharaan dari kemungkinan perubahan (tah{rif) bacaan maupun tulisan. Sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib ra. (w. 40 H.) telah bergerak dengan usaha yang terkenal dengan perintahnya kepada Abu al-Aswad al-Du`ali (w. 69 H./ 689 M.) agar meletakkan kaidah tatabahasa Arab guna menjaga corak keaslian teks (rasm) maupun bacaannya, karena al-Qur`ân pada masa sebelumnya ditulis dengan tidak menggunakan titik maupun tanda baca (Shakl) dalam bentuk tulisan gaya Kufi, hingga mudah memicu perselisihan ummat dalam qira`ah, misalnya perselisihan bahkan kesalahan terhadap surat al-Taubah ayat 3, yakni pada kata ورسولهُ yang dibaca salah, yakni dengan majrur, ورسولهِ

Kasus tersebut justeru menjadi inspirasi bagi Abu al-Aswad dengan semangat menjaga kemurnian al-Qur`ân dan dorongan moral dari ‘Ali ra., untuk memberi tanda baca (shakl) berupa titik (nuqt{ah), baik di atas huruf, di bawahnya, maupun di depannya untuk harakat fathah,kasrah dan dlammah, sedangkan tanda baca sukun ditandai dengan dua titik. Dengan perintahnya tersebut berarti pula bahwa 'Ali ibn Abi Talib ra. adalah seorang perintis yang telah meletakkan dasar-dasar ‘Ilm I'ra>b al-Qur`ân melalui tangan Abu al-Aswad. Masa yang berjalan di awal perjalanan Islam ini dinamakan era perintisan kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân.

b. Masa Tabi’in: Masa Perintisan (lanjutan)
Sejak ditinggalkan oleh Ali ra. roda politik dan sejarahnya digerakkan oleh Mu’awiyah dari Bani Umayah (berkuasa di tahun 41-132 H.). Masa ini merupakan masa-masa perintisan babak lanjutan kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân, masih dalam bentuk periwayatan dan belum ditulis.

Dari generasi Tabi’in muncul nama-nama tokoh yang berperan dalam perintisan ‘Ulūm al-Qur`ân, seperti Mujahid ibn Jabr (w. 102 H.), ‘At{a` ibn Yassar (w. 94 H.), ‘At{a` ibn Abi Rabah (w. 114 H.), ‘Ikrimah (w. 104 H.), Qatadah (60-100 H.), Hasan al-Basri (21-110 H./ 647-728 M.), Sa'id ibn Jubair (w. 95 H.), dan Zaid ibn Aslam (w. 136 H.); lalu al-Imam Malik ibn Anas (93-179 H.) yang memperoleh ilmu dari Zaid ibn Aslam.


2. Masa Penulisan ‘Ulu>m al-Qur`ân
Pada periode ini muncul beberapa ‘ulama yang sibuk menekuni kajian al-Qur`ân dan menulis buku bidang ilmu tertentu sebagai bagian dari ‘Ulūm al-Qur`ân. Kondisi ini berlangsung hingga memasuki abad V H.
a. Pada abad II H.
Masa ini merupakan masa pertumbuhan awal ‘Ulūm al-Qur`ân di mana generasi Tabi’in berkiprah dalam penyebaran dan pengembangan ilmu agama. Kondisi ini sangat kondusif karena memperoleh dukungan moral dari penguasa ketika itu (Umayah dan ‘Abbasiah).

Benih-benih ‘Ulūm al-Qur`ân telah tumbuh pada masa ini yang ditandai dengan munculnya para tokoh ahlinya dari generasi Tabi’i al-Tabi’in pada masa ini seperti Shu'bah ibn al-Hajjaj ibn al-Ward (w. 160 H./ 777 M.),[33] Sufyan ibn 'Uyainah (107-198 H.),[34] Mu`arrij ibn ‘Umar al-Sudusi (w. 195 H.),[35] dan Waki’[36] ibn al-Jarrah ibn Malih ibn ‘Adi (w. 196 H.,[37] / 814 M.).

Pada umumnya mereka berkonsentrasi pada bidang tafsir al-Qur`ân, belum banyak membahas bagian ilmu-ilmu al-Qur`ân lainnya. Kitab-kitab Tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat pendapat-pendapat dan apa yang dikatakan oleh para sahabat Nabi dan generasi Tabi'in (ma> qa>lahu al-s{ah{a>bah wa al-ta>bi’u>n).


b. Pada abad III H.
Pada abad ini sebagian ‘ulama (tabi’i al-tabi’in) telah melakukan penyusunan ilmu-ilmu al-Qur`ân walau masih terpisah-pisah (bi al-‘ilm al-idlafi).
Di antara para tokoh yang lahir pada abad ini adalah al-Imam al-Shafi’i (w. 204 H.) yang menulis Ah{kâm al-Qur`ân, al-Farra` (w. 207 H.), Abu ‘Ubaidah (w. 209 H.) yang menulis Ghari>b al-Qur`ân, al-As{mu’i (w. 214 H.) telah menulis Lugha>t al-Qur`ân, 'A1i ibn al-Madani (w. 234 H./ 849 M.) --guru al-Imam al-Bukhari ra.-- yang menulis Asbâb al-Nuzūl, Abu 'Ubaid al-Qasim ibn Salam (wafat 224 H.) menulis Nâsikh al-Qur`ân wa Mansu>khuhu dan Fad{a>'il al-Qur`ân, Khalaf ibn Hisham al-Bazzar (w. 229 H.) menulis Kita>b al-Qira>’a>t, Abu H{atim al-Sijista>ni (w. 248 H./ 255 H.) menulis Rasm al-Qur`ân dan al-Nuqt} wa al-Shakl, Ibnu Qutaibah (w. 276 H.) menulis tentang problematika al-Qur`ân dengan judul Mushkil al-Qur`ân, Muhammad ibn Ayyub al-Dlurais (w. 294 H.) yang menulis tentang kandungan ayat-ayat yang turun di periode Mekkah dan Madinah (al-Makki wa al-Madani), dan Ahmad ibn Shu’aib ibn ‘Ali al-Nasa`i (215-303 H./ 830-915 M.) menulis buku Fada>il al-Qur`ân.

Dari sekian ‘ulama pada masa ini belum ada yang secara tegas menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân dalam karyanya.

c. Pada abad IV H.
Pertumbuhan 'Ulu>m al-Qur`ân pada abad –di mana kemunduran peradaban Islam terjadi karena pertikaian internal di mana-mana hingga menjadikan ummat Islam dirundung keputusasaan— ini justeru makin subur ditandai dengan munculnya banyak tokoh, antara lain yang terkenal adalah ibn Jarir al-T{abari (224-310 H.) dengan karyanya Jami’ al-Bayan fi Ta`wil al-Qur`ân. Kitab yang berupa karya tafsir ini dapat dipandang sebagai kitab yang paling bermutu (hight quality book) bidang ilmu al-Qur`ân pada masanya, karena ... . Kecuali itu kitab ini juga berisi kajian i'ra>b, ..., yang meskipun telah melalui proses kodofikasi tetapi masih masuk dalam bab-bab hadith.

Tanda-tanda lain bagi tanda-tanda pertumbuhan ‘Ulūm al-Qur`ân pada abad ke-4 hijriah ini adalah tidak sedikitnya ‘ulama yang rajin menulis tentang hal-hal terkait dengannya, baik secara umum maupun secara khusus, seperti Abu Bakar Ibrahim ibn al-Mundzir al-Naisaburi (w. 318 H.) dengan karya tafsirnya, Abu Bakar Ahmad ibn ‘Ali al-Razi al-Jas{s{a>s{ (305-370 H.) dengan karya monumentalnya ber-judul Ahkam al-Qur`ân, Muhammad ibn Khalaf ibn al–Marzuban (w. 309 H.) menulis al–H{a>wi> fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, Abu Bakar Muhammad al-Qasim al-Ambari (w. 309 H.) menulis kitab tentang ‘Ulu>m al-Qur`ân, Abu Ishaq Ibrahim ibn al-Sari al-Zajja>j (w. 311 H.) menulis Ma’âni al-Qur`ân, ibn Abi Hatim al-Ra>zi (240-327 H./ 854-937 M.) menulis Kita>b al-Tafsir, Abu al-Hasan al-Ash’ari (w. 324 H.) menulis al-Muqtadhan fi ‘Ulum al-Qur`ân, Husain ibn Ahmad ibn Khalawaih (w. 370 H.) menulis al-Hujjah fi al-Qira`a>t al-Sab’, Abu Bakar al-Sijistani (w. 388 H.) menulis al-Istighna fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, Ibn Harun al-Mausili al-Baghdadi (266-351 H.) telah menulis al-Isharah fi Gharib al-Qur`ân, al-Mudlih fi Ma’ani al-Qur`ân, dan al-Qirâ`ât.

Dari sekian ‘ulama pada masa ini ada tiga tokoh yang secara lugas telah menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân melalui karyanya, yaitu ibn al-Marzuban (w. 309 H.) dengan karyanya, al-H{a>wi, Abu al-Hasan al-Ash’ari (w. 324 H.) dengan karyanya, al-Muqtadhân, dan Abu Bakar al-Sijistani (w. 388 H.) penulis al-Istighna fi ‘Ulu>m al-Qur`ân.

d. pada Abad V H.: Kodifikasi ‘Ulūm al-Qur`ân
Abad –di mana Perang Salib mulai berkobar-- ini merupakan masa kelahiran istilah 'Ulu>m al-Qur`ân secara formal, resmi, yang ditandai dengan munculnya karya-karya ‘ulama sebagai kelanjutan atas pengkajian dalam disiplin ilmu ini pada masa sebelumnya. Pada abad ini ‘Ulūm al-Qur`ân sedang dikodifikasi oleh para ‘ulama secara resmi dan terpisah dari ilmu-ilmu lainnya dalam karya yang utuh. Menurut al-Zarqani, Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id al-Nahwi (w. 430 H.) yang terkenal dengan sebutan al-H{u>fi, adalah seorang ‘ulama yang patut disebut sebagai ‘ulama yang paling awal memperkenalkan istilah ‘Ulu>m al-Qur`ân secara resmi melalui karyanya yang lengkap dan utuh dengan judul al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân. Karyanya yang lain adalah I’râb al-Qur`ân yang terdiri atas 10 jilid.

Alasan mendasar bagi pernyataan di atas adalah bahwa karya-karya ‘ulama sebelumnya mulai dirangkum dalam satu karya besar --sebagai keterangan al-Zarqani dalam kitabnya Mana>hil al-‘Irfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân--, bahwa di dalam penertbitan al-Kutub al-Mishriyyah ditemukan sebuah kitab karya Ali ibn Ibrahim ibn Said al-H{u>fi dengan judul al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, yang terdiri dari 30 jilid. Di antaranya terdapat 15 jilid yang penulisnya menyebutkan ayat-ayat al-Qur`ân sesuai dengan tertib Mushaf ‘Utmani yang mencakup pembahasan keseluruhan bidang ‘Ulu>m al-Qur`ân.

Dengan metodologi semacam ini al-H{u>fi bisa dinyatakan sebagai orang pertama yang berhasil mengkodifikasi ilmu-ilmu al-Qur`ân (mudawwin ‘Ulūm al-Qur`ân). Masa ini pun dikenal sebagai masa penulisan ‘Ulūm al-Qur`ân (‘Asr Tadwin ‘Ulūm al-Qur`ân) secara resmi.

Tokoh lainnya yang berpartisipasi mengembangkan kajian al-Qur`ân di abad ini adalah para ‘ulama mufassirun seperti Abu Bakar al-Baqillani (w. 403 H.) ....., ‘Ali ibn Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Wahidi al-Naisaburi (w. 468 H.) dengan karya Asbâb Nuzūl al-Qur`ân, al-Wajiz, dan Sharh al-Asma` al-Husna, dan Makki ibn Abi Talib al-Qaisi (w. 437 H.) karyanya berjudul al-Iba>nah ‘an Ma’a>ni al-Qira>`at.
Dari sekian ‘ulama yang berkarya pada masa ini al-H{u>fi (w. 430 H.) adalah orang yang dengan tegas telah menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân melalui karyanya, al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân.

3. Masa Pengembangan ‘Ulūm al-Qur`ân
Sejak ‘Ulūm al-Qur`ân diperkenalkan secara formal sebagai salah satu dari disiplin ilmu keislaman .... Maka masa ini dikenal dengan istilah masa pengembangan ‘Ulūm al-Qur`ân (‘as{r tat{wir al-Qur`ân).
Masa ini berjalan sejak abad VI H. hingga abad X H., bahkan di Indonesia.

a. Pada abad VI H.
Pada abad ini muncul tokoh baru yang berperan dalam pengembangan ‘Ulūm al-Qur`ân, seperti al-Hasan ibn Mas’ud ibn Muhammad al-Baghawi (438-516 H.) dengan karya al-Kifâyah fi al-Qirâ`ât dan Ma’a>lim al-Tanzil fi Tafsir al-Qur`ân, ‘Abdurrahman ibn ‘Ali ibn al-Jauzi (508-597 H./ 1201 M.) seorang mufassir yang mengikuti jejak intelektual ‘ulama sebelumnya, al-Hufi, dalam mengembangkan ‘Ulūm al-Qur`ân dengan menulis Funu>n al-Afna>n fi> ‘Ulu>m al-Qur`ân, al-Mujtaba> fi> ‘Ulu>m Tata’allaqu bi al-Qur`ân yang keduanya diterbitkan oleh al-Kutub al-Misriyyah, dan Zad al-Masir fi ‘Ilm al-Tafsir (masih berupa manuskrip terdiri atas empat jilid, tersimpan di Dar al-Kutub). Tokoh lainnya adalah al-Raghib al-Isfahani (w. 502 H./ 1108 M.), seorang ahli fiqh dan tafsir yang menulis buku al-Mufrada>t fi Gharib{ al-Qur`ân.

Dari sekian ‘ulama pada masa ini ibn al-Jauzi (w. 597 H.) adalah orang yang dengan tegas menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân melalui salah satu karyanya, Funu>n al-Afna>n fi> ‘Uyu>n ‘Ulu>m al-Qur`ân.

b. Pada abad VII H.
Tokoh-tokoh yang muncul di abad ini tidak kalah hebatnya adalah para ‘ulama yang menulis secara khusus tentang ilmu tafsir atau ta`wil, maupun tentang ‘Ulūm al-Qur`ân secara umum, seperti Fakhr al-Din al-Razi (w. 606 H.) penulis al-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Ghaib), ‘Alam al-Din Abu al-Hasan al-Sakhawi (558-641 H./ 1245 M.) menulis Jama>l al-Qurra>`, ... yang menulis Mushkilât al-Qur`ân

Dalam abad ini tidak ‘ulama yang menulis ‘Ulūm al-Qur`ân secara terpadu. Masing-masing ilmu itu kembali ditulis dalam kitab tersendiri sebagaimana yang pernah terjadi pada abad II dan III H.. Adapun tokoh yang patut dicatat karena keilmuannya pada masa ini adalah ‘Alam al-Din al-Sakhawi yang ....

c. Pada abad VIII H.
Hingga abad ini ilmu-ilmu al-Qur`ân kian berkembang pada masa ini hingga beberapa kurun waktu, baik berupa ilmu-ilmu secara parsial ... terpadu. .
Nama-nama tokoh yang muncul di abad ini antara lain adalah Niz{a>m al-Din al-Hasan ibn Muhammad ibn al-Husain al-Qumi al-Naisaburi (w. 728 H./ 1328 M.) dengan karya Ghara`ib al-Qur`ân dan Tarjamah Farisiyyah li al-Qur`ân, ibn Taimiah ...

d. Pada abad IX H.

... yang bukunya terdiri atas dua bab, yang pertama menjelaskan makna tafsir, ta`wil, al-Qur`ân, surat, dan ayat; dan bab kedua menjelaskan syarat memahami al-Qur`ân dengan pendapat sendiri (tafsir bi al-ra`y), dan diakhiri dengan penjelasan tentang etika pengajar dan pelajar (âdab al-‘Âlim wa al-muta’allim). Al-Bulqini dan al-Kafiyaji adalah dua tokoh yang sangat berjasa dalam bidang ‘Ulūm al-Qur`ân pada abad ini.

e. Pada abad X H.
Tokoh terkemuka dan terkenal di kalangan Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah bernama Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H./ 1440-1505 M.) seorang sejarawan dan ensiklopedis muncul menandai makin berkembangnya ‘Ulūm al-Qur`ân di abad ini dengan menulis beberapa buku terkait dengan ilmu al-Qur`ân seperti al-Tah{bi>r fi> ‘Ilm al-Tafsi>r sebagai karya yang paling awal dan ditulis sebelum memasuki abad X H. (872 H.), Itma>m al-Dira>yah, dan al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân.

bahwa kematian al-Suyuti disinyalir sebagai tanda berakhirnya masa pengembangan ilmu-ilmu al-Qur`ân di abad ini, sehingga sejak itu orang menyebut abad ini sebagai masa stagnasi sampai beberapa abad kemudian.
Anggapan tersebut kini tidak dapat dipertahankan lagi karena al-Sayyid Muhammad ‘Ali Iyazi melalui karyanya dengan judul al-Mufassirun telah menemukan nama-nama para ‘ulama yang berkarya dan wafat setelah wafatnya al-Suyuti, baik dalam abad yang sama maupun pada abad-abad berikutnya. Beberapa nama yang berjasa di abad ini adalah Ni’mat Allâh ibn Mahmud al-Nahjuwani (w. 920 H./ 1514 M.) penulis Hashiyah ‘ala Anwar al-Tanzil fi al-Tafsir, Shamsuddin Muhammad ibn Muhammad al-Sharbini al-Qahiri (w. 977 H./ 1570 M.) penulis al-Sira>j al-Munir (961 H.), dan Mula Fathullah al-Kashani (w. 987 H./ 1580 M.) penulis Zubdah al-Tafasir, Tarjamah al-Qur`ân (bahasa Peersi), dan Tafsir Manhaj al-Sadiqin.

f. Abad Kegelapan (XI-XIII H.)
1) abad XI H.
Di antara para ‘ulama yang menghiasi percaturan intelektual pasca al-Suyuti dalam abad ini adalah Muhammad ibn Ibrahim Sadr al-Din al-Shirazi (979-1050 H./ 1571-1640 M.) yang menulis Asra>r al-A>ya>t wa Anwa>r al-Bayyina>t, Muh{ammad ibn al-Husain ibn al-Imam al-Qasim ibn Muhammad (w. 1067 H./ 1657 M.) menulis Muntaha> al-Mara>m fi Sharh{ A>ya>t al-Ah{ka>m., dan Mula Muhsin Muhammad ibn al-Murtadla al-Faidl al-Kashani (1007-1091 H./ 1594-1678 M.) yang menyusun karya tulis dengan judul al-S{a>fi fi Tafsir al-Qur`ân (1075 H.).

2) abad XII H.
Para tokoh intelektual yang aktif menulis tentang ilmu al-Qur`ân pada masa ini antara lain adalah al-Sayyid Hashim ibn Sulaiman al-Husaini al-Bahrani (w. 1107 H./ 1696 M.) yang menulis al-Burhân fi Tafsir al-Qur`ân, al-Syeikh Ahmad al-Sawi (1175-1241 H./ 1761-1825 M.) yang menulis H{âshiyah al-S{âwi ‘alâ Tafsir al-Jalâlain, dan al-Mirza Ahmad al-Mashhadi (w. 1125 H./ 1713 M.) dengan judul karyanya Kanz al-Daqâiq wa Bah{r al-Gharâib.
3) abad XIII H.
Adapun di antara tokoh-tokoh yang berhasil berkarya ilmiah di masa ini adalah Muhammad ibn ‘Ali ibn ‘Abdullah al-Shaukani (1173-1250 H./ 1759/1834 M.) penulis al-Jami’ bain al-Riwayah wa al-Dirayah min ’ilm al-Tafsir , al-Sayyid ‘Abdullah Shibr (1188-1242 H./ 1774-1827 M.) penulis Jami’ al-Ma’arif wa al-Ahkam dan al-Tafsir al-Wajiz. Shihabuddin Mahmud al-Alusi al-Baghdadi (1217-1270 H./1802-1854 M.) penulis Ruh al-Ma’ani (1263 H.), dan Muhammad Siddiq ibn Hasan Khan al-Qinnuji (1248-1307 H./ 1832-1890 M.) penulis al-Iksir fi usul al-Tafsir dan Ifadah al-Shuyukh bi Miqdar al-Nasikh wa al-Mansukh. Al-Qinnuji juga menulis dua tafsr, Fath al-Bayan dan Nail al-Maram.

g. Abad XIV H.
Setelah mengalami stagnasi dalam beberapa abad gairah mempelajari dan meng-ajarkan ‘Ulūm al-Qur`ân mulai tumbuh kembali di abad XX M. ini. Tokoh yang berperan di abad ini antara lain adalah al-Imam Nawawi al-Bantani (w. 1316 H.) penulis Sharh Fath al-Rahman fi Tajwid al-Qur`ân, ... , Manna’ al-Qattan penulis Mabahith fi ‘Ulum al-Qur`ân, Subhi Salih penulis Mabahith fi ‘Ulūm al-Qur`ân, Muhammad ‘Ali ibn Jamil al-Sabuni (lahir: 1347 H./ 1928 M.) penulis al-Tibyan fi ‘Ulūm al-Qur`ân (1400 H.), Dr. Wahbah al-Zuhaili (lahir: 1351 H./ 1932 M.) penulis al-Tanwir fi al-Tafsir dan al-Tafsir al-Munir, Sayid Mustafa Sadiq al-Rafi’i penulis I’jâz al-Qur`ân. Al-Sheikh T{ant{awi Jauhari penulis al-Qur`ân wa al-‘Ulum al-‘As{riyyah, dan Dr. Muhammad ibn ‘Alawi al-Maliki al-Hasani menulis Zubdah al-Itqân fi ‘Ulūm al-Qur`ân.


h. ‘Ulum al-Qur`ân di Indonesia
Di Indonesia keadaan ‘Ulūm al-Qur`ân tumbuh dan berkembang sejak zaman Walisongo (masa awal) hingga sekarang seiring dengan proses masuknya Islam ke Nusantara. Pada masa awal (akhir abad XIV M.) ‘Ulūm al-Qur`ân masih dalam bentuk embiotik integral, belum dibukukan, tetapi include dalam kajian-kajian tafsir yang dilakukan secara praktis empiris melalui kehidupan sehari-hari. Pengajaran dan kajian al-Qur`ân diberikan dengan cara yang belum istematis. Menjelang abad XX M. pembelajaran dlakukan secara sistematis. Seiring dengan itu, menurut Federspiel, ‘Ulūm al-Qur`ân dan ilmu tafsir mulai diperkenalkan kepada santri.

Kemudian para ilmuan berusaha menulis ‘Ulūm al-Qur`ân dengan pendekatan lokal .... dengan Keputusan Menteri Agama RI nomor 27 tahun 1995, menandai makin tingginya perhatian bangsa Indonesia akan urgensi memahami al-Qur`ân bagi kehidupan, maka makin banyak pula penulis yang muncul berkarya.

Di antara ilmuwan Nusantara yang telah mengukir sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân adalah Prof. Dr. T.M. Hasbi ash-Shiddiqi yang menulis Sejarah dan Pengantar I1mu al-Qur`ân, al-Shekh Muhammad Arwani Amin al-Qudsi (1323-1415 H./ 1905-1994 M.) dengan karya Faidl al-Barakât fi Sab’ al-Qirâ`ât, ‘Abdullah ‘Umar ibn Baidlowi al-Qudsi (murid Syekh Arwani Kudus) penulis Risalah al-Qurrâ` wa al-Huffâz fi Gharâ`ib al-Qirâ`ah wa al-Alfâdh, Drs. Sahilun A. Nasir penulis Ilmu Tafsir al-Qur`ân, Drs. Rif’at Syauqi Nawawi bersama Drs. M. Ali Hasan penulis Pengantar Ilmu Tafsir, Dr. H.S. Agil Husein al-Munawar, M.A. penulis I’jaz al-Qur`ân dan Metodologi Tafsir, Kamaluddin Marzuki penulis ‘Ulum al-Qur`ân, Drs. H. Kahar Masyhur penulis Pokok-Pokok ‘Ulum al-Qur`ân, Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi penulis Pengantar ‘Ulum al-Qur`ân, K.H. Sya’roni Ahmadi al-Hafiz Kudus (lahir: 1931 M.) penulis al-Tas{rih al-Yasir fi ‘Ilm al-Tafsir, dan Faidl al-Asâni (tiga jilid), Dr. Rosihan Anwar, M.A. penulis Ilmu Tafsir, Prof. Dr. H Abdul Djalal H.A. penulis ‘Ulum al-Qur`ân, Drs. H. A. Syadali, M.A. bersama Drs. H. A. Rofi’i menulis ‘Ulum al-Qur`ân (dua jilid), Mahlail Syakur Sf. yang menulis ‘Ulum al-Qur`ân (terbit pertama di tahun 2001 dan telah terbit lima kali), Ilmu Nasikh dan Mansukh, Ilmu Muhkam dan Mutasyabih, Tafsir Ta`wil dan Terjemah, dan Isra`iliyyat dan Nashraniyyah dalam Tafsir al-Qur`ân, dan Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LASF) yang menerbitkan jurnal ‘Ulūm al-Qur`ân.

D. Simpulan
Sejarah telah mencatat bahwa ‘Ulūm al-Qur`ân adalah bagian dari ilmu-ilmu keislaman yang sarat dengan nilai historis. Historisitas ‘Ulūm al-Qur`ân yang meng-arungi perjalanan panjang telah berhasil mencatat beberapa fase pertumbuhan sebagai wujud perkembangannya dari masa ke masa. Kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân telah dimulai perintisannya sejak setelah Nabi saw. wafat. Banyaknya karya tentang cabang-cabang ‘Ulūm al-Qur`ân yang telah muncul pada masa-masa awal (abad II H.) menunjukkan betapa al-Qur`ân memiliki signifikansi yang tinggi bagi kehidupan manuisa, terutama pada bidang ilmu pengetahuan, yang mampu diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupa. Dengan munculnya tokoh-tokoh yang berperan dalam perintisan kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân dan pengembangannya, berarti pula perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam beserta dinamikanya menunjukkan perhatian dan kesadaran ummatnya akan urgensi memahami Kitab Sucinya agar bisa dterapkan (aplicable) dalam dunia nyata sebagai perwujudan salah satu fungsinya, yakni petunjuk bagi manusia (hudan li al-na>s). Hal tersebut disadari oleh ummat Islam di berbagai penjuru dan di bilik-bilik zaman sebagai kewajiban moral intelektual bagi setiap muslim yang hendak memahami al-Qur`ân, sebagai perwujudan semangat intelektual (intellectual curiocity, h{irs{ fi al-‘ilm) yang dipesan-kan dalam wahyu pertama, al-‘Alaq ayat 1-5.
Sebagai disiplin ilmu keislaman ‘Ulūm al-Qur`ân selalu ditulis dan diucapkan dalam bentuk jama’ (plural). ... . Di antara ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu tentang nuzūl al-Qur`ân, asbab nuzul, makki-madani, rasm al-Qur`ân, i’jâz al-Qur`ân, munâsabah, fawâtih suwar, muhkam-mutashâbih, aqsâm al-Qur`ân, amthâl al-Qur`ân, qasas al-Qur`ân, lughah al-Qur`ân, i’râb al-Qur`ân, balâghah al-Qur`ân, gharib al-Qur`ân, tajwid al-Qur`ân, Qirâ`ât al-Qur`ân, nâsikh-mansūkh, ta`wil, dan tafsir al-Qur`ân.

Sejarah telah mencatat dinamika perkembangan ‘Ulūm al-Qur`ân.

Kritik Sejarah
Ada informasi yang janggal untuk diketahui ketika membaca sejarah di atas, di antaranya adalah:
1. Kasus Abu al-Aswad
2. Masa Kemandegan Intelektual


E. PENUTUP
‘Ulūm al-Qur`ân mempunyai nilai-nilai kesejarahan yang dinamis. Ada masa perintisan, masa kelahiran dan penggunaan terma dalam bentuk karya tulis, dan ada masa pengembangan. Sebagai bagian dari ilmu-ilmu keislaman, ‘Ulūm al-Qur`ân masih dan tetap memerlukan perhatian dan kajian lebih lanjut dari para pemerhatinya. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan diskusi bagi kajian ‘Ulūm al-Qur`ân dan upaya pengembangan pada masa-masa berikutnya. Wa Allâh bi al-s{awâb.

Sejarah Ulumal-Qur`an

SEJARAH ‘ULUM AL-QUR`AN
(Menapak-Tilas Pertumbuhan dan Perkembangannya)[1]
oleh:
M. SYAKUR
(Dosen FAI Universitas Wahid Hasyim Semarang, Mahasiswa Program Doktor (Tafsir-Hadits) IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengabdi Pontren Darus Sa'adah Ngembalrejo Kudus)

A. PENDAHULUAN
Al-Qur`ân sebagai kitab terakhir dan yang paling utama bagi agama samawi, penurunannya tidaklah dilakukan secara langsung (mujmalan wa>h{idan) melainkan secara bertahap (nuzu>lan, munazzalan, tanzi>lan, munajjaman, tanji>man), sehingga unsur-unsur yang berada di dalam prosesnya dari awal hingga akhir secara utuh sangatlah berpengaruh kuat bagi kehidupan manusia. Nuzūl al-Qur`ân dan proses kodifikasinya mengesankan kepada manusia akan nilai-nilai sejarah (historic value). Proses nuzulnya telah membutuhkan waktu selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, kodifikasinya telah dimulai pada zaman kekhalifahan Abu Bakar al-S}iddi>q ra. (w. 13 H.) hingga kekhalifahan Uthman ibn ‘Affan ra. (w. 35 H.), dan penyempurnaan tulisannya (tah{si>n al-rasm) telah dirintis oleh Ali ibn Abi Talib ra. (w. 40 H.) dengan menyarankan Abu al-Aswad H{ali>m ibn ‘Amr ibn Jandal al-Du`ali (16-69 H./ 605-689 M.) agar memberi tanda baca (shakl} terhadap lafadh-lafadh al-Qur`ân berupa titik (nuqt}ah), dan penyempurnaan berikutnya dilakukan oleh a-Khali>l (w. 175 H.) dengan menciptakan tanda baca yang lebih lengkap. Tulisan al-Qur`ân dalam Mushaf ‘Uthmani yang berkarakter Kufi telah mengalami perkembangan historis hingga menjadi tulisan yang mudah dibaca, gaya Naskhi oleh ibn al-Maqlah (w. 328 H.), tetapi belum menggunakan tada baca (shakl). Demikian pula hal-hal yang terkait dengan upaya-upaya memahami al-Qur`ân dari segala seginya serta usaha pemeli-haraannya telah dilakukan oleh para ahlinya sejak pada masa sahabat, bahkan pada masa nabi, hingga abad X H. oleh al-Suyuti dengan karyanya yang berjudul al-Itqân fi ‘Ulūm al-Qur`ân.
Kapankah ‘Ulūm al-Qur`ân mulai dipergunakan dalam kajian teoretik al-Qur`ân? Kapankah ‘Ulūm al-Qur`ân mulai dibukukan? Dan siapakah yang berperan dalam masing-masing kegiatan? Permasalahan-permasalahan tersebut akan dibahas dalam makalah singkat ini, insya Allâh, dengan tema ‘Ulūm al-Qur`ân historis, yakni upaya penelusuran kalenderisasi ‘Ulūm al-Qur`ân dari masa perintisan, sebelum penulisan (qabl al-tadwin) sampai masa pengembangannya, sehingga diketahui kapan ‘Ulūm al-Qur`ân mulai ada, kapan mulai dimunculkan sebagai istilah keilmuan dalam bentuk buku, dan bagaimana perkembangannya hingga kini.

B. MAKNA SEJARAH ‘ULUM AL-QUR`ÂN
1. Makna ‘Ulūm al-Qur`ân : perhelatan dua paradigma
‘Ulūm al-Qur`ân (selanjutnya disebut UQ) adalah kumpulan pengetahuan tentang hal-ahwal al-Qur`ân dari aspek nuzulnya, tertibnya, proses pengumplannya, penctatannya, pembacaannya dan penafsirannya, i’jaznya, nasikh dan mansukhnya, maknany, dan sebagainya. Dalam segi maknawiah terkandung di dalamnya ilmu-ilmu terkait sebagai obyek kajian ilmu-ilmu kaislaman seperti ilmu nuzul, ilmu asbab al-nuzul, ilmu tafsir, ilmu nasikh-mansukh, dan lain-lain.
Ada dua paradigma mengenai makna UQ yang berbeda secara toeoretik koseptual. Pertama, UQ dipahami sebagai paradigma dengan makna idlafi (al-Ma’na> al-Id{a>fi>), yakni sebagai alat untuk memahami al-Qur`ân dalam bentuk ilmu yang masih terpisah-pisah, berdiri sendiri-sendiri, seperti ilmu tafsir, ilmu Qirâ`ât, ilmu rasm ‘Uthmâni, ilmu i’jâz al-Qur`ân, ilmu asbâb al-nuzūl, ilmu nâsikh-mansūkh, ilmu i’râb al-Qur`ân, ilmu gharib al-Qur`ân, ilmu balâghah, ilmu lughah, dan ilmu-ilmu lainnya, yang menurut al-Suyuthi bisa mencakup ilmu-ilmu teknis seperti ekologi (‘ilm al-hay`ah), teknologi (‘ilm al-handasah), kedokteran (‘ilm al-t{ibb), dan sebagainya. Kedua, ‘Ulūm al-Qur`ân dilihat sebagai disiplin ilmu yang sistematis (fann mudawwan), di mana ‘Ulūm al-Qur`ân dipandang sebagai terma bagi disiplin ilmu yang tersistemasi atas ilmu-ilmu yang mengkaji keseluruhan aspek al-Qur`ân seperti proses turunnya (nuzu>luhu), tertib ayat dan suratnya (muna>sabatuhu), proses kodifikasinya (jam’uhu), tulisan, bacaan dan tafsirnya (kita>batuhu, qira>`atuhu, tafsi>ruhu), kemu’jizatannya (i’jaznya), nasikh-mansukhnya (nasikhuhu wa mansukhuhu), dan sebagainya.

2. Makna Sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân
Secara harfiah kata “sejarah” dipahami sebagai terjemahan dari bahasa Latin historia, bahasa Prancis histoire, dan bahasa Inggris history. Dalam pengertian terminologis, sejarah adalah rekonstruksi masa lalu yang tertentu, terarah, dan terinci tentang pemikiran, perkataan, pekerjaan, dan perasaan manusia, atau kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia. Setiap peristiwa yang terjadi pada masa lalu adalah sejarah, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân adalah peristiwa masa lalu yang menceritakan tentang proses perintisan, pertumbuhan, penulisan, dan penggunan istilah ‘Ulūm al-Qur`ân. Dengan kata lain, sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân adalah penge-tahuan tentang keseluruhan ilmu al-Qur`ân ditinjau dari sisi historisnya yang ber-kembang dari masa ke masa..

C. SEJARAH PERKEMBANGAN ‘ULUM AL-QUR`ÂN
Ketika al-Qur`ân hendak diketahui makna dan kandungannya tentu dibutuh-kan berbagai pengetahuan yang menunjang terhadap upaya tersebut, yang meliputi pengetahuan yang berkenaan dengan lafadhnya, tertib ayat dan hubungan antar ayat (muna>sabah al-a>ya>t), peristiwa yang melatari turunnya ayat, gaya bahasa dana cara membacanya, dan sebagainya, sehingga melengkapi metode penafsiran. Demikianlah kondisi yang menuntut para pemerhati al-Qur`ân untuk merumuskan ilmu-ilmu dari beraneka obyek kajian al-Qur`ân yang kemudian dikenal dengan terma ‘Ulūm al-Qur`ân. Sebagai ilmu pengetahuan ‘Ulūm al-Qur`ân mempunyai kajian historis yang kajiannya dimulai dari masa perintisan, masa kelahiran, hingga masa pengem-bangannya. Para ahli menerangkan bahwa perintisan lahirnya ‘Ulūm al-Qur`ân telah dimulai pada zaman Nabi saw. dan era Khulafa` al-Rashidin yang dilanjutkan oleh para Tabi’in, hingga pada masa kelahirannya di abad V H., kemudian berkembang pada masa-masa berikutnya. Sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân akan dilasifikasi menjadi dua masa, .......
1. Masa Sebelum Penulisan
Masa ini (sebelum penulisan, ma> qabl al-tadwi>n) merupakan masa perintisan UQ.

a. Masa Nabi dan Sahabat
Pada masa awal Rasul Allâh Muhammad saw. menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada para sahabat, membacakannya dengan perlahan dan hati-hati agar bisa diterima oleh mereka dengan baik, dihafal lafadhnya, dan dipahami rahasianya, kemudian dijelaskan dengan perkataan, peruatan, keputusan dan ketetapan, dan dengan prilaku (akhlâq) sehari-hari. Oleh karena ...
Para sahabat nabi adalah orang-orang Arab asli yang mampu mencerna kesusasteraan bermutu tinggi. Bagi mereka bersastera telah menjadi tradisi ...
mereka bertanya kepada beliau saw.: "Siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat zalim terhadap diri sendiri?” Rasul Allâh saw. dalam jawabannya menafsirkan kata "z{ulm" pada ayat tersebut dengan "shirk", seraya menunjuk firman Allâh dalam surah Luqman ayat 13:
…. žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã (لقمان: 13)
(…. Sungguhlah syirik adalah kedzaliman yang amat besar)

Ketika datang masa kekha1ifahan 'Uthman ra. (w. 35 H.) di mana orang-orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non Arab, berbagai masalah pun mulai ber-munculan, terutama mengenai tertib surat dan ayat, dan qira`ah, yang selalu meng-undang perselisihan, bahkan pertikaian. Di antara masalah yang muncul adalah perselisihan antara penduduk Sham di Armenia dan Azarbijan dengan penduduk Iraq. ...
Pada masa Khalifah Ali al-Qur`ân telah tersebar ke banyak daerah non Arab, hingga diperlukan usaha pemeliharaan dari kemungkinan perubahan (tah{rif) bacaan maupun tulisan. Sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib ra. (w. 40 H.) telah bergerak dengan usaha yang terkenal dengan perintahnya kepada Abu al-Aswad al-Du`ali (w. 69 H./ 689 M.) agar meletakkan kaidah tatabahasa Arab guna menjaga corak keaslian teks (rasm) maupun bacaannya, karena al-Qur`ân pada masa sebelumnya ditulis dengan tidak menggunakan titik maupun tanda baca (Shakl) dalam bentuk tulisan gaya Kufi, hingga mudah memicu perselisihan ummat dalam qira`ah, misalnya perselisihan bahkan kesalahan terhadap surat al-Taubah ayat 3, yakni pada kata ورسولهُ yang dibaca salah, yakni dengan majrur, ورسولهِ pada ayat ....
Kasus tersebut justeru menjadi inspirasi bagi Abu al-Aswad dengan semangat menjaga kemurnian al-Qur`ân dan dorongan moral dari ‘Ali ra., untuk memberi tanda baca (shakl) berupa titik (nuqt{ah), ...

b. Masa Tabi’in: Masa Perintisan (lanjutan)
Sejak ditinggalkan oleh Ali ra. roda politik dan sejarahnya digerakkan oleh Mu’awiyah dari Bani Umayah (berkuasa di tahun 41-132 H.). Masa ini merupakan masa-masa perintisan babak lanjutan kelahiran UQ, masih dalam bentuk periwayatan dan belum ditulis.

2. Masa Penulisan ‘Ulu>m al-Qur`ân
Berdasarkan paradigma ilmu mudawwan masa ini (‘as{r al-tadwi>n) adalah masa kelahiran UQ yang berlangsung sejak pertumbuhan awal (abad II H.) hingga memasuki masa perkembangan awal Cabang UQ yang pertama kali mendapat perhatian ‘ulama pada masa ini adalah ‘ilmu tafsi>r. Usaha ini ditandai ....
a. Pada abad II H.
Masa ini merupakan masa pertumbuhan awal UQ di mana generasi Tabi’in berkiprah dalam penyebaran dan pengembangan ilmu agama.

b. Pada abad III H.
Abad ini merupakan masa perintisan tahap lanjutan bagi tumbuh-kembangnya UQ dari apa yang telah dilakukan oleh para ahli sebelumnya.
Di antara para tokoh yang lahir pada abad ini adalah al-Imam al-Shafi’i (w. 204 H.), al-Farra` (w. 207 H.), Abu ‘Ubaidah (w. 209 H.), al-As{mu’i (w. 214 H.), 'Ali ibn al-Madani (w. 234 H./ 849 M.) --guru al-Imam al-Bukhari ra.--, Abu 'Ubaid al-Qasim ibn Salam (wafat 224 H.), ....


c. Pada abad IV H.
Pertumbuhan UQ pada abad –di mana kemunduran peradaban Islam terjadi karena pertikaian internal di mana-mana hingga menjadikan ummat Islam dirundung keputusasaan— ini justeru makin subur ditandai dengan munculnya banyak tokoh, antara lain yang terkenal adalah ibn Jarir al-T{abari (224-310 H.) dengan karyanya Jami’ al-Bayan fi Ta`wil al-Qur`ân.

d. pada Abad V H.: Kodifikasi ‘Ulūm al-Qur`ân
Abad –di mana Perang Salib mulai berkobar-- ini merupakan masa kelahiran istilah UQ secara formal, resmi, yang ditandai dengan munculnya karya-karya ‘ulama sebagai kelanjutan atas pengkajian dalam disiplin ilmu ini pada masa sebelumnya. ...
Masa ini pun dikenal sebagai masa penulisan ‘Ulūm al-Qur`ân (‘Asr Tadwin ‘Ulūm al-Qur`ân) secara resmi.


3. Masa Pengembangan ‘Ulūm al-Qur`ân
Sejak ‘Ulūm al-Qur`ân diperkenalkan secara formal sebagai salah satu dari disiplin ilmu keislaman para ‘ulama pada kurun berikutnya kian bersemangat untuk mengembangkannya hingga lebih dikenal dan mudah dipahami oleh masyarakat luas. Maka masa ini dikenal dengan istilah masa pengembangan ‘Ulūm al-Qur`ân (‘as{r tat{wir al-Qur`ân). Masa ini berjalan sejak abad VI H. hingga abad X H., bahkan di Indonesia.
a. Pada abad VI H.
Pada abad ini muncul tokoh baru yang berperan dalam pengembangan UQ, seperti al-Hasan ibn Mas’ud ibn Muhammad al-Baghawi (438-516 H.) ...

b. Pada abad VII H.
Tokoh-tokoh yang muncul di abad ini tidak kalah hebatnya adalah para ‘ulama yang menulis secara khusus tentang ilmu tafsir atau ta`wil, maupun tentang ‘Ulūm al-Qur`ân secara umum, seperti Fakhr al-Din al-Razi (w. 606 H.)

c. Pada abad VIII H.
Hingga abad ini ilmu-ilmu al-Qur`ân kian berkembang pada masa ini hingga beberapa kurun waktu, baik berupa ilmu-ilmu secara parsial yang disusun secara terpisah dari ilmu-ilmu lainnya, maupun ditulis secara utuh, terpadu. Umumnya berupa karya tafsir.

d. Pada abad IX H.
Muncul pula para ahli bidang ‘Ulūm al-Qur`ân di abad ini, antara lain adalah Jalaluddin al-Bulqini (w. 842 H.) yang menulis Mawa>qi’ al-‘Ulu>m min Mawa>qi’ al-Nuju>m.,

e. Pada abad X H.
Tokoh terkemuka dan terkenal di kalangan Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah bernama Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H./ 1440-1505 M.) .....
Beberapa sumber menginformasikan bahwa kematian al-Suyuti disinyalir sebagai tanda berakhirnya masa pengembangan ilmu-ilmu al-Qur`ân di abad ini, sehingga sejak itu orang menyebut abad ini sebagai masa stagnasi sampai beberapa abad kemudian. Anggapan tersebut kini tidak dapat dipertahankan lagi karena al-Sayyid Muhammad ‘Ali Iyazi melalui karyanya dengan judul al-Mufassirun telah menemukan nama-nama para ‘ulama yang berkarya dan wafat setelah wafatnya al-Suyuti, baik dalam abad yang sama maupun pada abad-abad berikutnya.

f. Abad Kegelapan (XI-XIII H.)
Setelah berakhirnya abad X H. di penghujung abad pertengahan (V-X H./ X-XV M.) bagi Islam yang kaya akan peradaban dan khazanah ilmu pengetahuan, datanglah masa kegelapan di awal abad modern (XVI-XX M.) selama kurang lebih 3 abad (XI-XIII H./ XVI-XVIII M.), hal mana ummat Islam di berbagai penjuru dunia sedang dikuasai oleh kaum penjajah dari Eropa. Namun demikian, dalam masa yang dianggap masa kemandegan intelektual ini, sejarah masih mencatat tidak sedikit dari kalangan ‘ulama yang tetap tekun dalam berkarya, baik dalam bidang ‘Ulūm al-Qur`ân maupun bidang lainnya.

1) abad XI H.
Di antara para ‘ulama yang menghiasi percaturan intelektual pasca al-Suyuti dalam abad ini adalah Muhammad ibn Ibrahim Sadr al-Din al-Shirazi (979-1050 H./ 1571-1640 M.) .....

2) abad XII H.
Para tokoh intelektual yang aktif menulis tentang ilmu al-Qur`ân pada masa ini antara lain adalah al-Sayyid Hashim ibn Sulaiman al-Husaini al-Bahrani (w. 1107 H./ 1696 M.) ......

3) abad XIII H.
Adapun di antara tokoh-tokoh yang berhasil berkarya ilmiah di masa ini adalah Muhammad ibn ‘Ali ibn ‘Abdullah al-Shaukani (1173-1250 H./ 1759/1834 M.) .....

g. Abad XIV H.
Setelah mengalami stagnasi –menurut pendapat umum yang masih perlu dikaji ulang kebenarannya-- dalam beberapa abad gairah mempelajari dan meng-ajarkan ‘Ulūm al-Qur`ân mulai tumbuh kembali di abad XX M. ini. Tokoh yang berperan di abad ini ...

h. ‘Ulum al-Qur`ân di Indonesia
Di Indonesia keadaan UQ tumbuh dan berkembang sejak zaman Walisongo (masa awal) hingga sekarang seiring dengan proses masuknya Islam ke Nusantara. Pada masa awal (akhir abad XIV M.) UQ masih dalam bentuk embiotik integral, belum dibukukan, tetapi include dalam kajian-kajian tafsir yang dilakukan secara praktis empiris melalui kehidupan sehari-hari. Pengajaran dan kajian al-Qur`ân diberikan dengan cara yang belum istematis. Menjelang abad XX M. ....

D. ANALISIS
Sejarah telah mencatat bahwa ‘Ulūm al-Qur`ân adalah bagian dari ilmu-ilmu keislaman yang sarat dengan nilai historis. Historisitas ‘Ulūm al-Qur`ân yang meng-arungi perjalanan panjang telah berhasil mencatat beberapa fase pertumbuhan sebagai wujud perkembangannya dari masa ke masa. Kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân telah dimulai perintisannya sejak setelah Nabi saw. wafat. Banyaknya karya tentang cabang-cabang ‘Ulūm al-Qur`ân yang telah muncul pada masa-masa awal (abad II H.) menunjukkan betapa al-Qur`ân memiliki signifikansi yang tinggi bagi kehidupan manuisa, terutama pada bidang ilmu pengetahuan, yang mampu diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupa. Dengan munculnya tokoh-tokoh yang berperan dalam perintisan ....
Sejarah telah mencatat dinamika perkembangan ‘Ulūm al-Qur`ân. Pada abad I sampai III H. UQ belum muncul ke permukaan untuk dipakai sebagai terma keilmuan, tetapi masih dalam bentuk embriotik integral (integrated embriotic form). Pada abad IV H. terma ‘Ulūm al-Qur`ân telah diperkenalkan dan digunakan oleh ibn al-Marzuban (w. 309 H.) melalui karyanya, al-H{a>wi, dan Abu al-Hasan al-Ash’ari (w. 324 H.) melalui karyanya, al-Muqtadhan. Hanya saja dua karya tersebut belum menunjukkan kelengkapan materi kajian. Pada abad V H. terma tersebut benar-benar telah lahir secara resmi karena digunakan sebagai judul bagi buku seperti yang dilakukan oleh al-Hufi (w. 430 H.) melalui karya yang berjudul al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, yang terdiri dari 30 jilid.

Kritik Sejarah
Ada informasi yang janggal untuk diketahui ketika membaca sejarah di atas, di antaranya adalah:
1. Kasus Abu al-Aswad
Banyak karya tentang ‘Ulūm al-Qur`ân menginformasikan bahwa pada masa perintisan Abu al-Aswad (16-69 H.) melakukan peletakan ilmu al-Qur`ân melalui aspek i’rab sebagai upaya perbaikan atas tulisan al-Qur`ân (tah{sin rasm al-Qur`ân) adalah atas perintah Ali ibn Abi Talib ra. (w. 40 H.). Menurut al-Suyuti dalam al-Itqân, apa yang dilakukan oleh Abu al-Aswad adalah ...

2. Masa Kemandegan Intelektual
Pasca kesuksesan al-Suyuti opini menyebutnya sebagai masa kemandegan intelektual. Masa yang baik akan kembali pada akhir abad ke-13 hijriah atau awal abad ke-14 hijriah dengan munculnya tokoh-tokoh baru sebagai wujud kepedulian ummatnya. Sekarang pendapat tersebut tidak lagi kuat untuk dipertahankan, karena Muhammad Ali Iyazi telah menemukan sejumlah nama ‘ulama yang muncul dan produktif pada masa-masa tersebut. Beberapa tokoh yang rajin melakukan kajian al-Qur`ân, dari Mesir, India, Pakistan, bahkan Indonesia, justeru lahir di masa-masa ini, bahkan di antaranya adalah seorang wanita bernama Nas{ra bintu Muhammad ‘Ali al-Amin (1313-1403 H.), ....

E. PENUTUP
‘Ulūm al-Qur`ân mempunyai nilai-nilai kesejarahan yang dinamis. Ada masa perintisan, masa kelahiran dan penggunaan terma dalam bentuk karya tulis, dan ada masa pengembangan. Sebagai bagian dari ilmu-ilmu keislaman, ‘Ulūm al-Qur`ân masih dan tetap memerlukan perhatian dan kajian lebih lanjut dari para pemerhatinya. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan diskusi bagi kajian ‘Ulūm al-Qur`ân dan upaya pengembangan pada masa-masa berikutnya. Wa Allâh bi al-s{awâb.
[1] Makalah dipresentasikan dalam Seminar Kelas mata kuliah Kritik Sejarah pada program Doktor Tafsir-Hadith IAIN Sunan Ampel Surabaya , semester genap 2007/2008.
[2] Jika hal tersebut –menurut al-Khudlari-- dihitung sejak 17 Ramadlan 41 dari tahun kelahiran nabi saw. hingga 9 Dhul H{ijjah 10 H./ 63 dari tahun kelahiran, yang terbagi atas dua periode, yaitu periode Makkah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari (sejak 17 Ramadlan 41 dari tahun kelahiran sampai awal Rabi’ Awwal 54 dari tahun kelahiran dengan ), dan periode Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari (sejak Rabi’ Awwal 54 dari tahun kelahiran sampai dengan 9 Dhul Hijjah 63 dari tahun kelahiran./ 10 H.). Lihat M. Syakur Sf., Ulum al-Qur`ân, (Semarang: PKPI2, 2001), cet. II, h. 37-38.
[3] Manna’ al-Qattan, Mabahith fi ‘Ulum al-Qur`ân, (Riyadl: Manshurat al-‘Asr al-Hadith, t.th.), h. 150. Bandingkan dengan pendapat al-Suyuti, bahwa Abu al-Aswad melakukan penyem-purnaan tulisan al-Qur`ân bukan atas perintah Ali ra., tetapi atas perintah ‘Abdul Malik ibn Marwan ibn al-Hakam (w. 86 H.). Lihat al-Itqan, juz II, h. 171.
[4] Nama lengkapnya al-Khalil ibn Ahmad al-Azdi al-Farahidi, ayah dari ‘Abdurrahman al-Basri, al-Nahwi. Ialah pemilik karya al-‘Aru>dl dan al-‘Ain. Ialah guru al-Imam Sibawaih (‘Amr ibn ‘Uthman ibn Qanbar). Ia seorang yang dsifati dengan saduq, ‘alim, dan ‘abid di bidang hadith. Khabar tentang tahun wafatnya masih diperdebatkan antara 165, 170, dan 175 H.
[5] Al-Syekh M. ‘Abdul ‘Adhim al-Zarqani, Mana>hil al-‘Irfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1416 H./ 1996 M.), I, h. 28.
[6] Ibid., h. 24-25.
[7] Ibid., h. 28.
[8] Gilbert J. Garraghan , a Guide to Historical Method, (Fordham University Press, 1946), h. 3.
[9] Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang, 1995), 16-17.
[10] Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Jogjakarta: al-Ruzz Media, 2007), h. 13.
[11] Sidi Ghazalba, Pengantar Sejarah sebagai Ilmu (Jakarta: Bhratara, 1966), 11.
[12] al-Zarqani, Op. Cit., h. 30.
[13] Lihat Sahih al-Bukhari, hadith nomor 3175.
[14] Al-Syekh M. ‘Abdul ‘Adhim al-Zarqani, Op. Cit. h. 30.
[15] ‘Abdullâh ibn Abi Quhafa al-Qurashi al-Taymi.
[16] Luas wilayah kekuasaan Islam meliputi Armenia dan Azerbijan di bagian timur, dan Tripoli di bagian barat.
[17] Dilahirkan di Madinah dan wafat di Makkah. Nama lengkapnya ‘Abdullah ibn al-Zubair ibn al-‘Awwam al-Qurashi al-Asadi. Ibunya bernama Asma` binti Abu Bakar al-Siddiq.
[18] Dilahirkan sebelum perang Badar.
[19] Nama lengkapnya ‘Abdurrahman ibn al-Harith ibn Hisham ibn al-Mughirah ibn ‘Abdullah ibn ‘Umar ibn Mahzum al-Qurashi al-Mahzumi.
[20] Pada peristiwa tahkim di masa Ali ra. telah ada sekitar 100 mushaf yang dangkat di atas tombak.
[21] al-Zarqani, Op, Cit., h. 31.
[22] Lihat Dr. Uthman Amin, Falsafah al-Lughah al-‘Arabiyyyah, (Kairo: Maktabah Misr, 1965), h. 52. Lihat pula Inbahur-Ruwah, I, hal. 13-23, dan Tahdzib al-Tahdzib, XII, ha1. 10-12.
[23] Kufi adalah salah jenis gaya tulisan Arab yang dsebarkn oleh Harb ibn Umayyah ibn ‘Abd Syams ke Hijaz. Ia mengajarkannya kepada ‘Umar ibn al-Khattab r. dan Mu’awiyah. Lihat M. Syakur Sf., ‘Ulum al-Qur`ân, (Semarang: PKPI2, 2007), V, h. 51.
[24] al-Zarqani, Op, Cit., h. 406
[25] Ibid., h. 32.
[26] Seorang Sahabi yang terkenal dengan sebuan Tarjuman al-Qur`ân.
[27] Termasuk golongan al-Sabiqun al-Awwalun.
[28] Ada yang mengatakan, ia wafat pada tahun 20, bahkan 32 H. Menurut al-Dzahabi, Ubay adalah Sayyid al-Qurra>`.
[29] Nama lengkapnya adalah 'Abdullâh ibn Qais ibn Salim ibn Haddlar ibn Harb ibn ‘Amir ibn al-Ash’ar, terkenal dengan panggilan Abu Musa al-Ash’ari. Ia seorang S}ah}a>bi tinggal di Mekkah, gubernur Basrah pada masa ‘Umar ra., dan gubernur Kufa pada masa ‘Uthman ra.
[30] Tahun wafatnya belum disepakati, 101, 102, 103, atau 104 H.
[31] Dr. Muhammad ibn Lutfi al-S}ibagh, Lamh}a>t fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, al-Maktab al-Islami, 1985), h. 141.
[32] al-Zarqani, Loc, Cit.
[33] Imam yang ahli tafsir dan Hadits terkemuka di Bashrah ini menemui masa hidup Anas ibn Malik ra. dan mendengarkan pemikiran 400 orang dari kaum Tabi'in. Di kalangan semua imam ahli Hadits ia dipandang sebagai hujjah.
[34] Ahli tafsir dan hadith di Hijaz. Nama lengkapnya Sufyan ibn 'Uyainah ibn Abi ‘Imran al-Hilali al-Kufi, wafat di Mekkah.
[35] Karyanya berjudul Ghari>b al-Qur`ân, dan al-Ma’âni.
[36] Ia mendengarkan pendapat-pendapat dari Ibn Jarij, al-A'mash, al-Auza'i, dan Sufyan ats-Thauri. Hadits darinya diketengahkan oleh 'Abdullah ibn al-Mubarak, Yahya ibn Adam, Ahmad ibn Hanbal, dan 'Ali ibn al-Madani. Lihat al-Khatib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, XIII, h. 466-481.
[37] Pendapat lain menerangkan, wafatnya pada tahun 197 H. atau 198 H.
[38] Ia adalah 'Ali ibn 'Abdu1lah ibn Ja'far. Nama panggilannya: Abu Ja'far, seorang dari kabilah Sa'ad berdasarkan wala` (Perwalian).
[39] Menurut informasi terkini, Kitabnya berjudul 'Fadha'ilul-Qur'an, naskahnya yang dalam keadaan lengkap tersimpan di Dzahiriyah.
[40] Tahun wafatnya masih debateble dan diperselisihkan. Lihat Dr. Muhammad ibn Lutfi, Op. Cit., 142.
[41] Dr. Muhammad ibn Lutfi al-Sibagh, Ibid..
[42] Kitabnya ini telah ditahqiq oleh Ahmad M. Syakir, dan diterbitkan pertama kali oleh Mu`assasah al-Risalah (1420 H./ 2000 M.).
[43] Muhammad ‘Ali Iyazi, al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran: Mu`assasah al-Tiba’ah wa al-Nashr, 1415 H.), h. 109.
[44] Karya ini terdiri atas 27 jilid.
[45] Menurut al-Zarqani, al-Hufi wafat pada tahun 330 H., bukan 430 H. hingga demikian al-Hufi hidup pada abad IV H. yang berarti pula bahwa ‘Ulum al-Qur`ân lahir pada abad IV H. Baca Manahil al-‘Irfan, I, 36.
[46] al-Zarqani, Ibid.
[47] Ibid., I, 32-33.
[48] Muhammad ‘Ali Iyazi, Op. Cit., h. 724.
[49] Dr. Muhammad ibn Lutfi al-Sibagh, Op. Cit., h. 143.
[50] Ada yang menyebutkan tahun 643 H.
[51] Muhammad ‘Ali Iyazi, Op.Cit., h. 242-246.
[52] al-Zarqani, Op. Cit., h. 37..
[53] Karya ini telah dicetak pada tahun 1408 H./ 1988 M. oleh Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah Beirut.
[54] al-Zarqani, Op. Cit., I, h. 39.
[55] Ada pula yang menerangkan, pada tahun 1330 H.
[56] Muhammad ‘Ali Iyazi, Op.Cit., h. 630.
[57] Buku ini diterbitkan oleh Dar al-Kitab al-‘Arabi Beirut, 1410 H./ 1990 M.
[58] Tanggal penulisan 8 Rabi’ al-Awwal 1401 H. diterbitkan pada tahun 1403 H./ 1983 M. oleh Dar al-Shuruq Makkah.
[59] al-Zarqani, Op. Cit., I, h. 40.
[60] Howard M. Federspiel, Popular Indonesian Literature of the Qur`ân, terj. Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996), h. 37.
[61] Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1954.
[62] Penerbit Mubarakah Thayyibah Kudus, Cetakan II, 1419 H./ 1998.
[63] Penerbit Toha Putera Semarang.
[64] Penerbit al-Ikhlas Surabaya, 1987.
[65] Penerbit Bulan Bintang Jakarta, 1988.
[66] Penerbit DIMAS Semarang, 1994.
[67] Penerbit Remaja Rosdakarya Bandung, 1992.
[68] Penerbit Rineka Cipta Jakarta, 1992.
[69] Penerbit Bina Ilmu Surabaya, cet. IV, 1993.
[70] Diterbitkan di Kudus, 2003.
[71] Diterbitkan di Kudus, 2002.
[72] Penerbit Pustaka Setia Bandung, cet. III, 2005.
[73] Penerbit Dunia Ilmu Surabaya , 1998, 2000, 2008.
[74] Penerbit Pustaka Setia Bandung, 1997.
[75] Penerbit PKPI2 Semarang, 2001, 2002, 2003, 2004, 2007.
[76] Jurnal tiga bulanan, terbit di Jakarta sejak 1990.
[77] Muhammad ‘Ali Iyazi, Op.Cit., h. 629-633.

Kamis, 02 Oktober 2008

Mohon Maaf Lahir & Batin

'IDUL FITRI 1 Syawwal 1429 H.

Segenap keluargaku mengucapkan
Selamat 'Idul Fitri 1429 H.
جعلنا الله وإياكم من العائدين والفائزين
في يوم العيد المبارك
Mohon ma'af lahir dan batin