Senin, 16 Januari 2012

Nasikh-Mansukh

NASIKH-MANSUKH
Dalam Kitab al-Itqan karya al-Imam al-Suyuthi
Oleh Mahlail Syakur Sf.
(Peserta Pelatihan Kader Mufassir (PKM) pada Pusat Studi al-Qur`an Jakarta)

Pengertian
Menurut bentuk dasarnya, dua kata tersebut berasal dari kata kerja nasakha () yang berarti “merusak” atau “menghapus”. Sedangkan kata Nasikh () merupakan bentuk fa’il yang berarti “yang menghapus” atau “yang merusak”, dan mansukh () adalah bentuk kata maf’ul yang berarti “yang dirusak” atau “yang dihapus”.

Dari segi bahasa, menurut al-Hazimi sebagaimana yang dikutip oleh ‘Itr, kata naskh () mempunyai dua makna, yaitu:
1. Pembatalan (ibthal) dan penghapusan (izalah) seperti .... Atau seperti ungkapan dalam al-Qur`ân: Maka Allâh menghapus apa …).
2. Pemindahan atau pengutipan (naql), misalnya ...

Menurut al-Suyuthi, naskh dapat dipahami dengan empat makna sebagai berikut:
1. Penghapusan, penghilangan () seperti ...
2. Penggantian, penukaran () seperti ...
3. Perubahan () seperti ...
4. Pemindahan dari satu tempat ke tempat lain, pengutipan, penyalinan () seperti dalam ungkapan "Aku menyalin apa yang ada di dalamnya ....

Dengan demikian dapat dipahami bahwa kata nâsikhmerupakan bentuk fâ’il yang berarti yang menghapus, sedangkan kata mansukh adalah berbentuk maf’ul, sehingga artinya adalah yang dinasakh (sesuatu yang dihapus). Bila dikaitkan dengan ayat al-Qur`ân, maka makna kata mansukh ....

Dalam perspektif para ahli fiqh kata naskh dapat didekati dengan dua pengertian, yaitu:
1. Membatalkan hukum yang diperoleh dari nas yang telah datang terlebih dahulu dengan suatu nas yang datang kemudian. Misalnya, ....
2. Menghilangkan atau menghapus keumumam nas yang telah datang lebih dahulu, atau mentaqyidkan kemuthlaqan nas. Misalnya dalam surah al-Baqarah ...

Adapun dalam pengertian terminologi ‘Ulum al-Qur`ân, naskh dipahami sebagai cara syari’at menghapus hukum yang berlaku terlebih dahulu dengan hukum yang berlaku kemudian.
Nasikh–mansukh merupakan ilmu yang sangat urgen dalam studi al-Qur`an, sehingga para ‘ulama (dalam bidang ‘Ulum al-QUr`an) menyatakan: “Seseorang tidak boleh menafsirkan Kitab Allah kecuali setelah mengetahui nasikh-mansukh”. Dalam konteks ini Shahabat ‘Ali ibn Abi Thalib kw. suatu ketika bertanya kepada seorang penghulu (qadli): “Sudahkah Anda memahami nasikh-mansukh (dalam al-Qur`an)?” “Belum”, kata penghulu. Maka ‘Ali menyatakan: “Engkau rusak dan merusakkan”.

Pendapat al-Suyuthi tentang Nasikh-Mansukh
Nasikh-Mansukh dalam al-Qur`an masih menjadi perdebatan di kalangan para ‘ulama di bidang ‘Ulum al-Qur`an. Di antara mereka ada yang berpendapat “tidak ada nasikh-mansukh dalam al-Qur`an”.
Umumnya mereka yang berpendapat demikitan berpedoman pada ayat: Yang tidak datang kepadanya (al-Qur`ân) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya …

Firman-Nya dalam ayat lain yang dijadikan pedoman: Apa saja ayat yang Kami nashkkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya …

Atau dengan ayat: Sesungguhnya Kami-lah telah menurunkan al-Dzikr dan sesungguhnya Kami benar-benar me-meliharanya.

Menurut al-Imam al-Suyuthi, di dalam al-Qur`an terdapat nasikh-mansukh yang dapat diklasifikasi menjadi tiga kategori, ...

Sya’ir yang dikutip oleh as-Suyuthi menerangkan jumlah tema ayat berkenaan nasikh-mansukh yang dapat diurai sebagai berikut:
1. Tentang ke arah mana seseorang menghadap
2. Tentang berwasiat kepada ahli waris
3. Tentang larangan makan di malam hari
4. Tentang fidyah bagi orang mampu berpuasa
5. Tentang kewajiban taqwa
6. Tentang perang di bulan yang mulia
7. Tentang hitungan setahun
8. Tentang wasiat
9. Tentang berita tentang diri dan pikiran
10. Tentang sumpah
11. Tentang hukuman jera bagi pezina
12. Tentang meninggalkan kesaksian orang kafir
13. Tentang sikap sabar
14. Tentang sikap bepergian/ berjihad
15. Tentang larangan akad nikah bagi pezina
16. Tentang hak akad nikah bagi Nabi saw.
17. Tentang penarikan mahar
18. Tentang keselamatan
19. Tentang qiyam al-lail
20. Tentang permohonan izin
21. Tentang qismah



____
Ciputat, 17 April 2011
Mahlail Syakur Sf.

Minggu, 08 Januari 2012

Haji Tamu Raja


nikmat sekali menunaikan ibadah haji melalui program Tamu Raja 1432 H./ 2011
برنامج ضيوف خادم الحرمين الشريفين

Berangkat dari Indonesia tanggal 1 Nopember 2011/ 4 Dzul Hijjah 1432 H., pulang 12 Nopember 2011/ 16 Dzul Hijjah 1432 H.
Mahlail Syakur ibn Shaffar dari Universitas Wahid Hasyim Semarang