Jumat, 03 Juli 2015

Riwayat mBah K.H. Abdul Qahar Kajen Pati Jawa Tengah



RIWAYAT SINGKAT
MBAH ABDUL QAHAR

oleh H. Mahlail Syakur Sf.
(Ketua Komunitas Bani Abdul Qahar)





Asal-Usul mBah Abdul Qahar
Mbah K.H. ABDUL QAHAR adalah salah satu putera dari mBah Yahya asli Mutih Kulon Kecamatan Wedung Kabupaten Demak Jawa Tengah, sedangkan ibunya berasal dari desa Karangaji, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. Sejak  menikah mBah Yahya menetap di Karangaji Jepara dan menjadi Lurah (Kepala Desa) di sana.
Masa kecil mbah Qahar (panggilan mBah K.H. Abdul Qahar) dilalui dengan penuh sahaja di lingkungan keluarga petani hingga beliau dewasa belajar di Pondok Wetan Banon, Salafiyah (dulu: Taman Pendidikan Tamrinul Huda). Pesantren yang didirikan pada tanggal 12 Mei 1902 ini diasuh oleh mBah K.H. Sirodj putera K.H. Ishaq.  Menurut sebagian informasi, K.H. Sirodj adalah salah seorang santri mBah K.H. A. Mutamakkin Kajen. Menurut informasi lainnya, bahkan beliau adalah ulama besar dan ilmuan ternama sebagai cucu ke-7/ keturunan mBah K.H. Ahmad Mutamakkin.
Mbah Sirodj pada masanya termasuk salah seorang pelopor berdirinya Nahdlatul Ummah, yaitu semacam majelis para ‘ulama untuk wilayah Jawa Tengah. Sedangkan salah satu santrinya, yaitu mBah Bisyri Sansuri (saudara ipar dari mBah Wahab Jombang) mendapatkan mandat untuk melanjutkan organisasi tersebut. Bahkan bersama mBah K.H. Hasyim Asy’ari organisasi ini mengalami perkembangan yang maju pesat dan beralih nama menjadi Nahdlatul Ulama (NU) yang mempunyai jangkauan sangat luas untuk kalangan ulama di Indonesia.
Embrio Pondok Kajen Wetan Banon merupakan bentuk kepedulian K.H. Sirodj untuk meneruskan perjuangan Syekh Mutamakkin dalam menegakkan kebenaran agama Allâh. Pada masanya, karena beliau sebelumnya seorang saudagar kaya raya, maka sangat mudah untuk mendirikan beberapa pondokan dan satu musholla. Musholla di depan rumahnya (kini ditempati oleh keluarga mBah Masrukhin) merupakan tempat pada mana masyarakat menimba ilmu dari beliau. Tempatnya yang pinggir jalan persis membuat orang mudah mengenalnya, ditambah dengan bangunan besar dari kayu di seberang jalan, K.H. Sirodj memulai pengajian-pengajian tentang keagamaan dan kemasyarakatan.
Pondok Wetan Banon ini dipegang oleh K.H. Sirodj selama 26 tahun dalam kondisi ketegangan politik oleh kolonial Belanda. Sepeninggal K.H. Sirodj (wafat pada tahun 1928 M./ 1347 H.) Pondok Wetan Banon diasuh oleh kedua puteranya, yaitu K.H. Baedlowie dan K.H. Hambali.
Tepatnya pada tanggal 1 Januari 1935 barulah duet kepemimpinan tersebut membuka madrasah yang dinamakan “Madrasah Salafiyah”. Menurut riwayat lain, Pondok tersebut kemudian diberi nama “Madrasah Salafiyyah” secara resmi oleh K.H. Baedlowie Sirodj pada tanggal 1 januari 1933.
Madrasah Salafiyah ini dibangun di samping rumah dan Pondok Wetan Banon bagian timur yang kebetulan K.H. Sirodj memberikan tanah itu untuk dikelola oleh K.H Baedlowie. Namun sejak masa pendudukan fasis militer Jepang (1942) madrasah ini ditutup sementara. Setelah situasi tanah air mengijinkan pada tahun 1945 madrasah Salafiyah Kajen dibuka kembali di bawah asuhan K.H. Baedlowie dibantu K.H. Hamzawie dan angkatan mudanya. Pada tanggal 2 Pebruari 1981, Pondok Salafiyah dijadikan Yayasan yang diberi nama “Yayasan Assalafiyah” yang berkedudukan tetap di RT 01/ RW I Kajen Timur, kecamatan Margoyoso, kabupaten Pati, Jawa Tengah.. Untuk pertama kalinya, Yayasan ini diketuai oleh mBah K.H. Faqihuddin yang juga menjadi pengasuh Pondok Salafiyah karena mBah K.H. Baedlowi mendahului mereka dipanggil oleh Allâh (pada waktu shubuh, hari Jumâ’at Pahing, tanggal 3 Ramadlan 1402 H./ 25 Juni 1982) sebelum memimpin yayasan tersebut. Sementara itu jabatan sekertaris dipercayakan kepada saudara sepupunya, K. Muhammad Masrukhin dan dibantu oleh saudara-saudara yang lain, baik dari keturunan mBah K.H. Abdul Qahar seperti mBah K.H. Baidlowie maupun Nyai. Hj. Fathmah.
Perjalanan dan kehidupan mbah Qahar selama mengenyam pendidikan di Pondok Wetan Banon dilaluinya dengan penuh ketekunan (riyadlah, ijtihad, dan ishthibar), hingga beliau diambil menantu oleh mBah Sirodj yang dinikahkan dengan puteri pertamanya bernama Halimah.
Dalam kurun waktu kurang lebih enam tahun mBah K.H. Abdul Qahar muqim di Makkah. Teman seperjuangan beliau di antaranya adalah mBah Syafa’ (Kaliwungu Kendal). Selain mempelajari ilmu Syari’at Islam beliau juga menjadi badal (pengganti, asisten) Syekh Mukhtar (asli Gresik) sebagai Panitia Penyelenggara Haji. Pada masa itu beliau mengajak turut serta mBah Sirodj (morotuo), Mbah Jah (red: Khadijah), mBah Halimah, dan mBah Abdul Bari. Menurut keterangan mBah Rukhin, ketika muqim di Makkah mBah Halimah melahirkan seorang putera namun sesaat setelah dilahirkan beliau meninggal yang diberi nama Ahmad.
Sebagai salah satu menantu dari mBah Sirodj, mBah Qahar juga aktif membimbing santri di pondok Salafiyah, selain mBah Baidlowi dan mBah Hambali. Beliau dikenang sebagai seorang yang disiplin dan adil. Selain mengajar di pondok mBah K. Qahar juga mempunyai usaha dagang kayu jati. Setelah mbah Sirodj meninggal dunia mBah Jah tinggal bersama dengan mBah Khozin putra mBah Fatmah,
Hidup di zaman penjajahan Jepang, meskipun seorang wanita, tidak membuat mBah Halimah isteri mBah Qahar merasa takut untuk melawan ke-mungkaran. Selain itu, beliau juga sangat memahami setiap perbedaan karakter di antara putra-putrinya. Beliau aktif dalam mengajarkan membaca al-Qur`an (qira`ah al-Qur`ân) dan dikenal sebagai ahli riyadlah (Jawa: tirakat), bahkan diyakini beliau mempunyai keistimewaan yaitu piawai dalam pengobatan alternatif seperti menyapih bayi atau merencanakan kehamilan secara alami.

Estafeta Pengabdian dalam Perjuangannya
Usaha dan peranan mBah K.H. Abdul Qahar dalam membangun negara dan bangsa melalui dunia pendidikan dan pengajaran cukup baik dan berarti. Perjuangan mBah K.H. Abdul Qahar dalam menyebarkan ajaran (syari’ah) Islam melalui lembaga pendidikan tidak berhenti begitu saja ketika beliau wafat, karena estafeta perjuangannya masih dan terus dilanjutkan oleh putera-puterinya.
Secara kolektif dan estafet perjuangan beliau tetap berjalan hingga kini, yang dapat dilihat dalam kiprah para puteranya sebagai berikut.
1.      Mbah Abdul Bari
Sebagai putera pertama mbah Abdul Qahar, mBah K. Abdul Bari dikenal sebagai figur tokoh yang mempunyai sifat yang santai dalam menjalani hidupnya, bahkan dikenal sangat sabar dalam menerima berbagai ujian dan cobaan. Di masa kecilnya (kira-kira umur 4 tahun) sudah diajak mengikuti kegiatan ibadah haji bersama dengan mBah Qahar dan mBah Halimah. Sedangkan adik lelakinya (nama Ahmad) meninggal dunia di Mekkah sesaat setelah dilahirkan. Dengan demikian mBah K. Abdul Bari mempunyai dua adik, yaitu Ahmad yang meninggal di Mekkah setelah dilahirkan beberapa saat kemudian, dan mBah Shalihah yang meninggal dunia setelah melahirkan anak pertama bernama Nur Hamid.
Pada masa sekolah mBah K. Abdul Bari dikenal sering kurang memperhatikan pelajaran di sekolahnya, bahkan terkadang tertidur di ruang kelas. Meski demikian, di saat beliau dalam keadaan tidur pembelajaran di perolehnya dari tugasnya sebagai badal (asisten) mBah Sirodj, bahkan beliau dikenal sebagai figur kyai yang mendapatkan ilmu laduni[7], mampu membaca teks Arab (Kitab Kuning) dan memahaminya tanpa diketahui kapan dan kepada siapa beliau mempelajarinya.
Beliau menikah dengan mbah Sudarni dari Ngembalrejo Kudus, hingga beliau menetap dan mendirikan Pondok Pesantren Darus Sa’adah di desa tersebut sebagai media untuk mengajarkan syari’ah Islam pada masyarakat di daerah sekitar sekaligus sebagai cara melanjutkan estafeta perjuangan mBah K.H. Abdul Qahar pada pengembangan pendidikan. mBah Abdul Bari wafat pada hari Ahad Legi, tanggal 15 Rajab 1423 H.

2.      Mbah Hadziq Sirodj
MBah Hadziq Sirodj dikenal disiplin dalam menjalani keseharian. Alumni IAIN (sekarang: STAIN) Kudus ini juga mondok di mbah Hambali Jekulo. Beliau menikah dengan mbah Hamdah Marfu’ah dari Tayu. Dengan berbekal keaktifan beliau di organisasi NU dan partai (PPP) sehingga mengantarkan beliau menjadi anggota dewan untuk daerah Kabupaten Pati meskipun hanya satu periode. Beliau juga berperan sebagai Kepala Sekolah di Madrasah Salafiyah di masa awal pendirian hingga beberapa periode.

3.      Mbah Masrukhin
Mbah Masrukhin di masa mudanya pernah mondok di Joso Kediri, Lirboyo Kediri, Kaliwungu Kendal, bahkan Jekulo (kepada mBah Hambali). Secara praktis beliau mengabdikan diri pada masyarakat, di antaranya pernah tinggal di beberapa daerah dengan mempelopori pendirian madrasah, seperti di Kemangsen Krian dan Ambulu Jember.
Beliau menikah dengan mBah Nok Dzurriyyah (Tayu) yang merupakan santri dari pondok Salafiyah. Selain aktif sebagai pengajar, mBah Rukhin juga termasuk salah satu pelopor pendirian Yayasan As-Salafiyah bersama dengan mBah Baidlowi dan mBah Hadziq Sirodj.

4.      Mbah Mas’amah
Mbah Mas’amah, puteri mbah Qahar yang alumni SMI (Sekolah Menengah Islam, kemudian berubah nama menjadi PGIP) ini termasuk perintis Madrasah Banat Mathali’ul Falah bersama mbah Zuyyinah (istri mbah Ali Mukhtar). Mbah Amah menikah dengan mbah Suyuthi (dari Demak) yang seorang penulis kitab-kitab kuning yang ditulis oleh para kyai. Salah satu kitab yang ditulis khathnya adalah Tafsir al-Ibriz karya mBah Kyai Bisyri Musthofa Rembang.

5.      Mbah Muzammil
Mbah Muzammil, putra bungsu dari mbah Qahar ini menikah dengan mbah Mustabsyiroh asli (Karangaji). Belaiu menimba ilmu di Denanyar Jombang (pesantren Gus Dur) dan secara formal belajar di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Sebelum tinggal dan mengajar di Kajen beliau tinggal di Karangaji Jepara sehingga pengabdian beliau juga terukir di wilayah Jepara tersebut.    

Anak-anak mBah Abdul Qahar serta anak-cucunya hingga kini (1 Syawwal 1436 H./ 17 Juli 2015 M.) berjumlah 79 orang ... 
والله أعلم بالصواب 


Nishf Sya'ban

 NISHFU SYA'BAN
Membangun Kebersamaan dengan Mujahadah


Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, jama'ah di Mushalla al-Huda Boto Kidul Ngembalrejo Kudus menggelar Do'a Bersama pada malam 15 Sya'ban 1436 H. 

Melalui kegiatan tersebut jama'ah sebagai representasi masyarakat Muslim Kudus menunjukkan kebersamaan dan kerukunan dalam mengahapi persoalan. Duduk bersama dan makan bareng dalam hamparan tikar di depan mushalla di bawah kolong langit yang disorot langsung dengan Purnama yang indah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan bangsa ... 










Mushalla al-Hadi




DATA RUMAH IBADAH
MUSHALLA AL-HADI




1.        Kabupaten/ Kota                 :  Kudus
2.        Kecamatan                           :  Bae
3.        Nama Mushalla                    :  al-Hadi (الهادي)
4.         ID Mushalla                         : 
5.        Jenis Mushalla                      :  di tempat Publik
6.        Alamat Lengkap                  :  Boto Kidul, RT 02 RW VI, Ngembalrejo, 59322
7.        Luas Tanah                          :  232 m2
8.        Status Tanah                        :  WAKAF  (AIW, no:  Kk.11.19.1/BA.03.2/16/2015)
9.        Luas Bangunan                    :  190  m2
10.    Tahun Berdiri                       :  1950
11.    Daya Tampung Jama’ah      :  100 orang
12.    Jumlah Rata-rata Jama’ah    :  60 orang
13.    Nama Ketua Takmir            :  Drs. H. Mahlail Syakur Sf., M.Ag.
14.    Nomor Telepon/ HP             :  (0291) 443979  / 081326789779
15.    Keterangan                          :  Didirikan oleh  H. Nur Hadi

                                                         Kudus,  23 Februari 2015
                                                         Ketua Takmir,




                                                         Drs. H. Mahlail Syakur Sf., M.Ag.