ETIKA BERPERANG
Karya Tulis diajukan dalam Lomba
Karya Tulis Ilmiah yang
diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas
Wahid Hasyim Semarang bekerja sama dengan
International Comittee of the Red Cross (ICRC) Divisi Regional Indonesia
dan
Pimpinan Wilayah Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(Lakpesdam) Nahdlatul Ulama Wilayah Jawa Tengah, tahun 2012.
Oleh
A. Pendahuluan
Sumber belajar bagi pengajaran agama
Islam yang muncul di pesantren sebagai tradisi agung (great tradition)
di Indonesia lazim disebut dengan Kitab Kuning. Pada masa sebelum ada
pendidikan formal, Kitab kuning dipelajari melalui halaqah yang
diajarkan di surau-surau oleh para kiai untuk memperluas penyebaran agama
Islam.
Kitab Kuning sebagai buku keagamaan yang ditulis dalam bahasa Arab sangat kuat pengaruhnya terhadap
pengembangan pendidikan Islam bagi generasi muda sebagai generasi penerus
perjuangan Islam dalam membela dan menegakkan diplomasi Islam di atas dunia
ini, maka Kitab Kuning merupakan kitab yang sangat penting untuk dipelajari
bagi generasi muda Islam untuk mewujudkan generasi yang betul-betul ta’at dalam
menjalankan perintah Allâh dan menjauhkan larangana-Nya.
Kitab Kuning merupakan pelajaran pokok
pada Pesantren untuk megembangkan pengajaran agama Islam
untuk
menambahkan dan memperdalam pemikiran bagi generasi yang akan datang, karena
Kitab Kuning merupakan penopang utama tradisi keilmuan Islam, dan sebagai
penunjang dalam pendidikan Islam.
Para sarjana Islam Indonesia mengambil Kitab
Kuning sebagai buku referensi
untuk menambah wawasan dan cakrawala berpikir, karena di dalamnya termuat
berbagai persoalan manusia, baik hubungannya dengan Tuhan, dengan lingkungan, maupun dengan sesama manusia
termasuk mengenai hal perang.
Karya singkat ini ditulis dengan mengacu
pada masalah pokok, yaitu:
a. Bagaimana
konsep perang dalam Kitab Kuning Pesantren? Dan
b. Bagaimana
etika berperang dalam kajian Kitab Kuning di pesantren?
Adapun tujuan karya tulis singkat ini
adalah:
a. Untuk
memaparkan konsep perang secara singkat yang termuat dalam Kitab Kuning
Pesantren;
b. Untuk
mendeskripsikan etika berperang dalam kajian Kitab Kuning di pesantren.
3. Sistematika
Penulisan
Tulisan singkat ini disusun dengan
sistematika sebagai berikut:
A. Pendahuluan;
yang memaparkan latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan.
B. Perang
dalam Kitab Kuning Pesantren; yang mendiskripsikan secara teoretik tentang
Kitab Kuning Pesantren, Perang: antara Qital dan Jihad, Posisi Tema Perang
dalam Kajian Kitab Kuning, dan Hukum Perang dalam Kitab Kuning.
C. Simpulan
dan Penutup
Kitab
Kuning Pesantren
Kitab
Kuning dan Pesantren merupakan dua sisi yang tidak terpisahkan dalam keping
pendidikan Islam di Indonesia. Sejak sejarah awal berdirinya, pesantren dan
literatur klasik (al-kutub al-mutaqaddimah) sulit dipisahkan. Bahkan
dapat dinilai tidak absah jika ada pesantren tanpa keberadaan dan pengajaran Kitab Kuning karena Kitab Kuning
merupakan salah satu elemen utama dalam pesantren.
Assumsi ini dapat diketahui melalui dua karya orientalis yang monumental, yaitu
"Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa" (judul aslinya The
Religion of Java)
karya Clifford Geertz (seorang ahli antropologi dari
Amerika Serikat) dan buku yang berjudul "Kitab Kuning, Pesantren, dan
Tarekat:
Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia” karya Martin van Bruinessen (peneliti Belanda
yang pernah bekerja di LIPI).
Kitab
Kuning merupakan istilah (term) yang terdiri dari dua kata, yaitu kitab
dan kuning. Kitab adalah karya tulis, baik singkat maupun luas
kajiannya, yang ditulis dengan menggunakan bahasa al-Qur`ân (bahasa Arab fushhah).
Sedangkan “kuning” merupakan warna yang dinisbatkan pada kertas yang berwarna
kuning.
Sebagian masyarakat menyebutnya “Kitab Turats”, Kitab Gundul , ada pula yg menyebutnya Kitab
Klasik atau Kitab Kuno (al-kutub al-mutaqaddimah) sebagai lawan dari
istilah kitab-kitab kontemporer (al-kutub al-`ashriyah).
Tiga kategori KK, yaitu:
a) kitab
yang ditulis oleh ‘ulama-ulama asing (terdahulu), tetapi secara berkesinambungan
menjadi referensi yang dipedomani oleh para ‘ulama Indonesia;
b) kitab
yang ditulis oleh ‘ulama Indonesia sebagai karya tulis yang independen; dan
c) kitab
yang ditulis oleh ‘ulama Indonesia sebagai terjemah atau komentar (syarh)
atas kitab karya ‘ulama asing.
KK karya bangsa Indonesia dari abad 19 M. yang masih berlaku hingga kini
antara lain adalah karya-karya dari Syaikh Nawawi al-Bantani
(1813-1879), K. Ahmad Rifa’i Kalisalak (1786-1870), Syaikh Ahmad Khatib Sambas
(1803-1875); dan dari abad 20 adalah seperti karya K. Muhammad Shaleh Darat
as-Samarani (w. 1903M.), Syaikh Ahmad Khathib al-Minangkabawi (1860-1916), Hadlaratus
Syeikh A. Hasyim Asy’ari (lahir:
10 April 1875, wafat: 25 Juli 1947), K.H. Ali Ma’shum (1915-1989), dan Syeikh Muhammad Yasin
al-Fadani (1917-1990) di bidang hadits.
KK
sebagai kitab
tradisional umumnya berisi ilmu-ilmu keislaman atau pelajaran-pelajaran agama
Islam (dirasah islamiyyah), seperti fiqh, ‘aqidah, akhlaq/ tasawuf,
tata bahasa
Arab
(`ilmu nahw dan `ilmu sharf), hadits, tafsir, `ulum
al-Qur`ân, dan ilmu sosial
dan kemasyarakatan (mu’amalah).
Adapun metode pengajaran KK ada dua, yaitu
metode sorogan dan metode
bandongan.
Mayoritas dalam soal fiqh, mereka
bermadzhab Syafi`i, meski mereka juga tetap mengakui keberadaan empat madzhab
fiqh: Hanafi, Maliki, Syafi`i, Hambali. Karena itu, Kitab Kuning yang dikaji di
pesantren kebanyakan adalah kitab-kitab karya para ‘ulama Syafi’iyah, mulai
dari tingkat dasar, seperti Safinatun-Naja, Taqrib, dan Kifayatul Akhyar;
tingkat menengah seperti Fathul Qarib, Fathul Wahhab,
Fathul Mu’in, I’anatuth Thalibin, Hasyiyah Bajuri, dan Muhaddzab; hingga tingkat tinggi
seperti Nihayatul Muhtaj, Hasyiyah Qalyubi wa
Umairah, al-Muharrar, dan Majmu’
Syarh al-Muhaddzab.
Menurut Zamakhsyari,
pesantren adalah lembaga yang umumnya terdiri dari lima komponen, yaitu Kyai,
Santri, Mesjid, pondokan, dan pengajian kitab kuning.
Dengan demikian program “Pesantren Kilat” tidak dapat disebut sebagai
pesantren secara terminologis.
Perang:
antara Qital dan Jihad
Secara harfiah,
kata qital (قتال) yang mengikuti bentuk empat huruf (ruba’i) yaitu qatala
(قاتل) berarti perang, peperangan, dan berperang. Kata qital
dan berbagai bentuk derivasinya muncul 28
kali dalam al-Qur`ân, yaitu:
a.
Berupa kata kerja imperatif (fi’l
amr) yang terdapat pada:
1)
surat al-Baqarah ayat 190
2)
surat Ali ‘Imran
ayat 167
3)
surat an-Nisa` ayat 76
4)
surat at-Tawbah ayat 29 dan 123
b.
Berupa fi’l madli, yang
terdapat pada:
1)
surat Ali ‘Imran
ayat 146
2)
surat al-Ahzab ayat
20
c.
Berupa fi’l mudlari’,
terdapat pada:
1)
surat al-Baqarah ayat 217 dan
ayat 246 (disebut tiga kali)
2)
surat an-Nisa` ayat 75 dan
ayat 76 (disebut dua kali)
3)
surat at-Tawbah ayat 111
4)
surat al-Hajj ayat 39
dalam bentuk fi’l majhul
5)
surat as-Shaff ayat 4
6)
surat al-Muzzammil ayat 20
d.
Berupa isim mashdar,
terdapat pada:
1)
surat al-Baqarah ayat 216, ayat 217
(disebut dua kali), dan 246 (disebut dua kali)
2)
surat
an-Nisa` ayat 77 (disebut
dua kali)
3)
surat al-Anfal ayat 65
4)
surat al-Ahzab ayat
25
5)
surat Muhammad ayat 20
Kata
qital dan derivasinya pada ayat-ayat tersebut, semuanya bermakna
perang.
Adapun kata jihad (جهاد) secara harfiah berarti kesungguhan (jidd = جدّ) dan bersungguh-sungguh (ijtihad = اجتهاد ) dalam usaha, sebagaimana makna yang terdapat pada Surat al-‘Ankabut ayat 6:
وَمَنْ
جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ ...
(Dan
barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya adalah untuk dirinya
sendiri …)
Kata
jihad dalam maknanya
tersebut terdapat pada beberapa ayat, yaitu dalam surat Ali ‘Imran ayat 142; surat
at-Tawbah ayat 16, 19, 20, dan 88; surat an-Nahl ayat 110; dan surat
al-‘Ankabut ayat 6 dan 69. Adapun kata jihad dalam al-Qur`ân yang menunjukkan arti “perang”
lebih sedikit jumlahnya, yaitu terdapat pada surat at-Tawbah ayat 73 dan surat
at-Tahrim ayat 9.
Rasul Allâh saw. membedakan kedua istilah tersebut pada saat
bersamaan. Jika dikatakan berperang (qital) maka berarti
mengandung makna jihad, tetapi tidak
sebaliknya, jika berjihad belum tentu berperang.
Dalam konteks ini patut disimak penjelasan Rasul
Allâh saw. yang membedakan antara perang dan jihad. Ketika ditanya oleh
Sayyidatuna ‘Aisyah ra. “Apakah wanita juga wajib berjihad?”, Nabi saw. menjawab:
نعم ، عليهن جهاد
لا قتال فيه ، الحج والعمرة (رواه ابن ماجه)
Dalam
bebrapa referensi Kitab Kuning pesantren bidang fiqh, kajian tentang perang
dikemas dalam topik Jihad, sebagaimana tersebut dalam kitab Syarh
Taqrib
Tawsyih,
dan Tuhfah at-Thullab.
Itu artinya adalah bahwa dalam Kitab Kuning kata
Jihad dipahami sebagai perang. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa kata jihad dan qital dalam al-Qur`ân (seperti
teks ayat yang berbunyi “wa Jahidu …” = وجاهدوا
...) bisa menunjukkan
makna
yang berbeda-beda, tetapi terkadang menunjukkan maksud yang sama, yaitu perintah
berperang. Demikian pula dalam Kitab Kuning.
Perang
pada masa nabi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu perang (ghazwah = غزوة) yang dipimpin langsung oleh Rasul Allâh saw. yang terjadi
sebanyak 26 kali dan penyerangan, penyergapan atau perang kecil (sariyah = سرية) yang dipimpin oleh seorang shahabat nabi dan terjadi sebanyak
25 kali.
Islam bukan agama yang disebarkan dengan cara perang, yang berarti bahwa Islam bukan agama perang atau agama pedang atau bahkan agama teroris sebagaimana yang terdapat pada pandangan para orientalis Barat. Namun demikian ummat sulit menghindarinya karena berbagai alasan.
Peperangan di dalam Islam terjadi
karena beberapa faktor, antara lain adalah:
a.
mengusir
musuh,
b.
menjaga
dakwah,
c.
kebebasan
menjalankan agama, serta
Nilai-nilai
ajaran seperti itulah yang diajarkan di pesantren dalam rangka membentuk
karakter santri sebagai kader bangsa yang berorientasi pada pola hidup sederhana,
memiliki solidaritas dan intergritas dalam berteman, berjiwa toleran (tasamuh = تسامح) dan pema’af,
serta tetap besemangat dalam menegakkan kebenaran melalui program amar
ma’ruf-nahi munkar dengan tetap menjaga kebersamaan dalam masyarakat.
Hukum
Perang
Sub
bahasan ini akan mengaji tema perang dalam sumber otoritas Islam (al-Qur`ân dan
hadits), hukum berperang dalam KK, dan etika berperang dalam kajian KK
pesantren.
Secara
literal-tekstual, ayat tersebut mengandung perintah berperang, yang berarti
perang adalah wajib, karena ayat tersebut dimulai dengan kata perintah (fi’l amar). Namun para mufassir
secara arif menjelaskan mengenai ayat tersebut, bahwa perintah perang dalam
Islam adalah berkenaan dengan upaya menegakkan kalimat Allâh (li I’la`i kalimatillâh = لإعلاء كلمة الله ) dan membela agama Allâh, bukan berorientasi pada
keduniaan (world
oriented). Itulah makna jihad
yang sesungguhnya. Oleh karena itu ummat Islam tidak boleh mencari musuh
untuk berperang, dan tidak boleh memerangi orang yang tidak memeranginya.
Penafsiran al-Khazin tersebut didasarkan pada hadits yang bersumber dari ibn ‘Abbas ra. bahwa Rasul Allâh saw. bersabda:
الجهاد واجب عليكم مع كل أمير براً كان أو فاجراً (أخرجه أبو داود)
Dalam kitab Tuhfah at-Thullab ditegaskan bahwa orang-orang yang
menyekutukan Allâh wajib diperangi hingga mengucapkan kalimah “Tidak ada Tuhan
selaiin Allâh” (لآ
إله إلا الله).
.......................................................................
Etika
Berperang dalam Kajian Kitab Kuning
Beberapa
sumber dari Kitab Kuning (terutama kitab tentang akhlaq dan fiqh) menjelaskan
bahwa ummat Islam harus memperhatikan etika jika terlibat dalam peperangan. antara
lain adalah:
1)
Prajurit tidak
boleh membunuh musuh atau membalas; Setiap prajurit harus memiliki sikap sabar,
menahan diri, tidak emosional, tidak menimbulkan fitnah, tidak pendendam, dan tidak
mengadu domba.
Bersabar
dalam berperang merupakan etika terbaik yang diterangkan secara tegas dalam
surat al-Baqarah ayat 177:
.... وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا
عَاهَدُوا ( وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَآءِ وَالضَّرَّآءِ
وَحِينَ الْبَأْسِ 3 أُولَئِكَ الَّذِينَ
صَدَقُوا ( وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Menahan diri dan
tidak emosional juga telah diajarkan oleh al-Qur`ân pada masa mana para
shahabat Nabi saw. hendak melakukan pembalasan berkenaan dengan terbunuhnya
paman Rasul Allâh (Hamzah bin Abdul Muthalib) pada perang Uhud, maka keinginan
tersebut segera direlai oleh Allâh dengan diturunkan surat an-Nahl ayat
126:
Ayat
yang diturunkan berkenaan peristiwa Hamzah dalam perang Uhud tersebut mengajarkan bahwa pembalasan yang dijatuhkan atas musuh
hendaklah tidak melebihi dari siksaan yang ditimpakan atas ummat Islam. Tetapi
sikap tidak emosional, tidak berkeinginan membalas, bersabar, dan menahan diri dalam
berperang adalah lebih baik daripada melakukan pembalasan.
Ayat
serupa yang mengajarkan manusia agar tidak melakukan pembalasan atau serangan
balik dalam berperang, antara lain adalah surat al-Baqarah ayat 190:
Dalam konteks
bersabar, al-Ghazali mengecam orang yang tidak bersabar atau mengumbar hawa
nafsu emosional, karena yang dimaksud kuat menurut Islam bukan kekuatan fisik
tetapi kuat dalam menahan marah. Al-Ghazali menambahkan, marah itu dapat
merusak iman.
Tausiah
al-Ghazali tersebut sesuai dengan hadits nabawi:
إن الغضب يفسد الامر كما يفسد الخل العسل
Menurut
al-Ghazali, hadits tersebut bersanad dla’if.
2)
Berperilaku yang
santun dan kasih sayang (rahmah), bersahabat dan solider (ukhuwwah),
pemaaf dan toleran (tasamuh). Surat Ali ‘Imran ayat 134
mengisyaratkan kode etik dalam perang
Sikap pema’af dan toleran dalam berperang juga diisyaratkan
dalam beberapa ayat tentang perintah bersabar, yaitu:
a) Surat al-Jatsiyah ayat 14:
b) Surat al-Muzzammil ayat 10
Adapun sikap santun, kasih sayang,
dan bersahabat diperlukan untuk memperoleh simpati sekaligus empaty dari
orang-orang yang lemah (musuh). Dengan cara inilah Nabi Muhammad megahdapi
musuh hingga orang-orang kafir Mekkah berbondong-bondong masuk Islam pada
peristiwa Kemerdekaan Mekkah (Fath Makkah). Sikap
seperti ini diajarkan dalam surat Ali Imran ayat 159:
3)
Tidak mundur dari barisan;
Mundur dari barisan perang merupakan sifat pengecut. Islam
mengecam sikap ini melalui surat al-Baqarah ayat 246:
Larangan mundur dalam berperang juga tersirat dalam surat
al-Anfal ayat 15 dan 16 yang menjelaskan bahwa prajurit yang mundur dari perang
dianggap zalim dan diancam dengan neraka:
Sebaliknya, prajurit yang istiqamah, teguh, dan setia dalam
barisan perang dinilai oleh Islam sebagai pejuang yang patut diberi imbalan
surga, sebagimana dijelaskan dalam surat Fushshilat ayat 30:
Dalam Islam, haram mundur dari barisan perang kecuali dengan
salah satu dari dua alasan berikut ini:
a) Mundur dengan maksud mengambil
tempat kedudukan yang lebih baik bagi taktik perang; Misalnya mundur
karena ingin bersembunyi agar dapat dengan tiba-tiba menyerang musuh, atau
mundur untuk memancing musuh agar masuk ke dalam daerah yang merupakan
perangkap bagi musuh.
b) Mundur dengan maksud menyatukan diri
dengan pasukan yang lain supaya dapat memberikan informasi, bantuan, atau
menambah kekuatan.
C. Simpulan
dan Penutup
Demikian karya tulis singkat ini ditulis
dengan segala kesungguhan. Semoga bisa menjadi salah satu alternatif jawaban
atas berbagai persoalan mengenai kajian perang dalam Kitab Kuning Pesantren.
Semoga bermanfa’at.***
والله
أعلم بالصواب
----------
Daftar Pustaka
Abdul
Aziz, Zainab, Taysir Matan Abu Syuja’, Kairo: Dar al-Aman, 2000.
al-Alusi, Tafsir Ruh al-Ma’ani.
al-Anshari,
Syeikh al-Islam Zakariya, Tuhfah at-Thullab bi Syarh Tahrir
Tanqih al-Lubab.
al-Baidlawi,
Tafsir al-Baidlawi .
al-Farran,Ahmad
Mushthafa, Tafsir as-Syafi’i, Khurthum: Dar at-Tadmiriyyah, 2004.
al-Gazzy,
Muhammad ibn Qasim, Syarh Fath al-Qarib al-Mujib li as-Saikh al-‘Allamah
Ahmad ibn al-Husain as-Syahir bi Abi Syuja’ Surabaya:
al-Hidayah, t.th..
al-Ghazali, Abu Hamid, Hujjah al-Islâm, Ihya` 'Ulum ad-Din, Beirurt: Dar al-Fikr, t.th., juz II dan III.
Ali Ma'shum, as-Sykeh al-'Allamah, K.H., al-Jukjawi, Hujjah
Ahl as-Sunnah wa al-Jama'ah, Pekalongan:
ibn Masyhadi, 1403 H./ 1983 M..
al-Jawi,
Muhammad Nawawi, Marah Labid Tafsir an-Nawawi / Tafsir al-Munir, Surabaya: al-Hidayah, t.th.
al-Jawi, Syekh Nawawi, Tawsyih ‘ala ibn Qasim.
al-Jawziyah, ibn Qayyim, Fatawa Rasul Allâh, Jakarta:
Dinamika Berkah, t.th.
as-Suyuthi, Jalaluddin dan Jalaluddin al-Mahalli, Tafsir
al-Jalalayn , Bandung: al-Ma'arif, t.th.
as-Suyuthi, Abu Bakar, al-Imam,
Tafsir ad-Durr al-Mantsur, Beirut: Dar al-Fikr, 1993.
Azra, Azyumardi, etc., Ensiklopedi Islam, Jakarta:
Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005.
Azra, Azyumardi,
Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millennium Baru,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, Cet ke-IV.
Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning, Pesantren, dan
Tarekat, Bandung: Mizan, 1995, Cet. Ke-1.
Dahlan, Abdul
Aziz, et.al., Suplemen Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2002, Cet ke-8.
Daulay, Haydar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007.
Dhofier, Zamakhsyari, Dr., Tradisi Pesantren,
(Jakarta: LP3ES, 1999), cet. VI.
Ghanim, Abdul Aziz, Dr., Muhammad Bayn al-Harb wa
as-Salam (Perang dan Damai di Masa Pemerintahan Rasulullah), terj.
Salim Basyarahil, Jakarta: Gema Insani Press, 1991.
ibn ‘Abdullâh, Muhammad ibn Yasin, Faidl al-Bari:
Mukhtashar Syarh Shahih al-Bukhari li al-Imam an-Nawawi, Makkah:
al-Maktabah al-Bukhariyyah, 1407 H./ 1987 M.
Ishamuddin (ed.), Irsyad al-Sari Kumpulan Karya K.H. Hasyim
Asy'ari, Jombang: Tebu Ireng, 2007.
Madjid, Nurcholish, etc., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,
Jakarta: Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2008.
Masyhuri, A. Aziz, K.H., Masalah-Masalah Keagamaan NU,
Surabaya: RMI & Dinamika Press, 1977.
Moestopo,
M.Habib, Kebudayaan Islam di Jawa Timur: kajian Beberapa Unsur Budaya Masa
Peralihan, Yogyakarta: Jendela, 2001.
Shihab, M. Quraish, Prof. Dr., M.A., Tafsir al-Mishbah,
Tangerang: Lentera Hati, 2010.
Steenbrink, Karel, Lawan dalam Pertikaian, Kaum
Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942), Bandung: Mizan, 1995.
Sutjiatiningsih,
Sri & Slamet Kutoyo, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Timur,
(Surabaya: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudyaan Daerah, 1986).
Yasmadi, Drs., M.A., Modernisasi Pesantren, Jakarta:
Ciputat Press, 2002.
---------
Daftar Riwayat Penulis
Nama : Mawarda Alistinafia
Ningtyas
Status : Santri Pondok Pesantren
Yanabi’ul ‘Ulum war Rahmah (PPYUR) Kudus
Kelas
: XI (II) Program Unggulan MA NU Banat Kudus
Alamat
Madrasah : Jl. K.H.M. Arwani Amin,
Krandon – Kudus
Telp./
Faks : 0291- 443143, Fax : 0291-3316150
e-mail : mawar_banat@yahoo.co.id
Organisasi : IPPNU, OSIS, Pramuka, KIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar