Rabu, 17 Desember 2014

Klasifikasi Hadits

Kalasifikasi Hadits dapat dilihat di sini

Nilai Tela'ah Kurikulum MI 2014

Nilai Tela'ah Kurikulum MI 2014

Nilai mata kuliah Tela'ah Kurikulum MI untuk Program Studi PGMI Universitas Wahid Hasyim Semester Gasal 2014/2015 telah siap. Silakan lihat Nilai TK-MI
Bagi mahasiswa yang merasa bermasalah nilainya disilakan menghubungi dosen bersangkutan segera ...

Nilai Tela'ah Kurikulum MI 2014

Nilai Tela'ah Kurikulum MI 2014

Nilai mata kuliah Tela'ah Kurikulum MI untuk Program Studi PGMI Universitas Wahid Hasyim Semester Gasal 2014/2015 telah siap. Silakan lihat Nilai TK-MI
Bagi mahasiswa yang merasa bermasalah nilainya disilakan menghubungi dosen bersangkutan segera ...

Kamis, 11 Desember 2014

Nilai Tela'ah Kurikulum MI

Nilai mata kuliah Tela'ah Kurikulum MI sementara dapat diklik di Nilai ini ...

contoh makalah

Format makalah dengan metode penulisan yang standar menggunakan footnote dapat diklik contoh makalah pada link ini

Kamis, 04 Desember 2014

PERBEDAAN KURIKULUM KTSP DAN KURIKULUM 2013



ANALISIS PERBEDAAN KURIKULUM KTSP DAN KURIKULUM 2013
(Tujuan, SK-KD, dan Evaluasi)
Oleh M. Syakur Sf.

Tujuan dari analisis kurikulum adalah untuk:
  1. Melihat bagaimana bentuk tujuan, SK-KD, dan evaluasi kurikulum KTSP
  2. Melihat bagaimana bentuk tujuan, SK-KD, dan evaluasi kurikulum 2013
  3. Mengetahui perbedaan tujuan, SK-KD, evaluasi antara kurikulum KTSP dan kurikulum 2013

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Pengertian KTSP

Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa serta rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru dan sejumlah pengalaman belajar yang harus dilakukan oleh siswa. Dalam penyelenggaraan pendidikan perlu adanya komponen-komponen pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan, diantaranya adalah tenaga pendidik, peserta didik, lingkungan, alat-alat pendidikan, kurikulum dan fasilitas yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab 1 Pasal 1 Ayat (15) dinyatakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah “Kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.”
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK). KTSP diwujudkan dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar dan telah disahkan penggunaannya di sekolah, baik negeri maupun swasta, yang diberlakukan secara bertahap pada tahun pelajaran 2006/2007, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah pusat (Depdiknas) mengharapkan paling lambat tahun pelajaran 2009/2010, semua sekolah telah menerapkan KTSP.[1]
Implementasi KTSP menuntut kemampuan sekolah dengan cara memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum, karena masing-masing sekolah lebih mengetahui tentang kondisi satuan pendidikannya.

Landasan KTSP
KTSP disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam penyusunannya, KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, dan berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Landasan penyusunan KTSP sekurang-kurangnya menunjukkan:
(1) adanya undang-undang yang jelas sebagai acuan dalam penyusunan KTSP;
(2) adanya PP dan Permendiknas yang dijadikan acuan dalam penyusunan KTSP;
(3) khusus untuk madrasah, adanya Surat Keputusan/Edaran Dirjen Pendidikan Islam atau Direktur Pendidikan Madrasah yang dijadikan acuan dalam penyusunan KTSP; dan
(4) adanya rencana pengembangan sekolah/madrasah yang dijadikan acuan dalam penyusunan KTSP.[2]


Adapun landasan penyusunan KTSP adalah:
1.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ketentuan di dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).
2.    Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Ketentuan di dalam PP No. 19 Tahun 2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); dan Pasal 20.
3.    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
4.    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.

Karakteristik KTSP
KTSP memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.    KTSP menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal;
b.    KTSP berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman;
c.    penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi;
d.    sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif;
e.    penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.[3]

Dalam KTSP hanya dideskripsikan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar KD). Guru sendiri yang harus menentukan indikator dan materi pokok pelajaran disesuaikan dengan situasi daerah dan minat peserta didik. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan KTSP di sekolah (kepala sekolah dan guru) diberikan otonomi yang lebih besar dalam pengembangan kurikulum dengan tetap memperhatikan karakteristik KTSP, karena masing-masing sekolah dipandang lebih tahu tentang kondisi satuan pendidikannya. Keberhasilan atau kegagalan implementasi kurikulum di sekolah sangat bergantung pada kepala sekolah dan guru, karena dua figur tersebut merupakan kunci yang menentukan dan menggerakkan berbagai komponen di lingkungan sekolah. Setiap sekolah dapat mengelola dan mengembangkan berbagai potensinya secara optimal dalam kaitannya dengan implementasi KTSP.

Komponen dan Struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
1.    Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan, yaitu:  
a.    Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b.    Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c.    Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

2.    Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran, yaitu:  
a.    Kelompok mata pelajaran agama dan akhlaq mulia
b.    Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
c.    Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
d.    Kelompok mata pelajaran estetika
e.    Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
f.     Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP  19/2005 Pasal 7.
g.    Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan.

Di samping itu materi muatan lokal (Mulok) dan kegiatan pengembangan diri (KPD) termasuk ke dalam isi kurikulum, yakni:
1. Mata pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.
2.  Muatan Lokal
Muatan lokal (mulok) merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
Muatan lokal merupakan mata pelajaran, maka satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD) untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
3.   Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.
Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran.
Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.
4.      Pengaturan Beban Belajar
a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.
c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari waktu kegiatan Tatap Muka (TM) mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
5.    Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal. Pelaporan hasil belajar (raport) peserta didik diserahkan pada satuan pendidikan dengan memperhatikan rambu-rambu yang disusun oleh di rektorat teknis terkait.
6.  Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir Tahun Ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), yakni peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
a.    menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b.    memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c.    lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
d.    lulus Ujian Nasional. Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
7.  Penjurusan
Hal ini diperuntukkan bagi kelas XI dan XII di SMA/MA.
8.  Pendidikan Kecakapan Hidup
a.  Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b. Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus.
c. Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.
9.      Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
a. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
b. Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
c. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.
d. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau satuan pendidikan nonformal.


3.    Pengembangan Kurikulum
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kurikulum merupakan salah satu indikator yang menentukan berhasil tidaknya suatu pendidikan dan harus dikelola secara baik dan profesional. Pengembangan KTSP berdasarkan prinsip bahwa sebaiknya dilakukan secara terus-menerus untuk merespon dan mengantisipasi perkembangan dan tuntutan zaman.
Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum adalah:
a.       prinsip relevansi, yaitu kesesuaian antara program pendidikan dengan tuntunan kehidupan masyarakat. Pendidikan dikatakan relevan bila hasil yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan seseorang;
b.      prinsip efektivitas, yaitu sejauh mana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan;
c.       prinsip efisiensi, yaitu dengan modal atau biaya, tenaga, dan waktu yang sekecil-sekecilnya akan dicapai hasil yang memuaskan;
d.      prinsip kesinambungan, yaitu saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan bidang studi;
e.       prinsip fleksibilitas, yaitu tidak kaku dan adanya ruang gerak yang memberikan kebebasan dalam bertindak;
f.       prinsip berorientasi tujuan, yaitu sebelum bahan ditentukan, langkah yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik adalah menentukan tujuan terlebih dahulu sehingga dapat menentukan secara tepat metode mengajar, alat pengajaran, dan evaluasi;
g.       prinsip dan model pengembangan kurikulum, yaitu pengembangan kurikulum dilakukan secara bertahap dan terus menerus dengan implikasi bahwa kurikulum senantiasa mengalami revisi dan bersifat dinamis.[4]

Prinsip-prinsip tersebut merupakan dasar pokok untuk mengkaji pembelajaran dan pengembangan kurikulum lebih lanjut. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti; bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif.
KTSP telah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah.
Pengembangan KTSP, antara lain menggunakan pendekatan KBK yang memiliki ciri-ciri:
a.    Menitikberatkan pencapaian target (attainment targets) kompetensi daripada penguasaan materi;
b.    Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia;
c.    Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan.[5]

Menurut Rusman, prinsip-prinsip pengembangan KTSP adalah:
a.    Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
b.    Beragam dan terpadu
c.    Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d.    Relevan dengan kebutuhan kehidupan
e.    Menyeluruh dan berkesinambungan
f.     Belajar sepanjang hayat
g.    Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.[6]

Berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan KTSP di atas pada praktik pengajaran di dalam kelas sangat tergantung pada situasi dan kondisi peserta didik di sekolah sehingga setiap guru memiliki kebebasan untuk menentukan materi pelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar), indikator, metode, media, dan ketercapaiannya. Selain itu, prinsip-prinsip tersebut menunjukkan bahwa kalau terjadi perubahan kurikulum hendaknya terjadi perubahan secara menyeluruh termasuk materi, metode, guru, sarana, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan proses pembelajaran sehingga dampak positif dari perubahan kurikulum akan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak.

5.      Keunggulan dan Kelemahan KTSP
Setiap kurikulum memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing tergantung kepada situasi dan kondisi, dimana kurikulum tersebut diberlakukan.
Kelebihan KTSP adalah:
a.    Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
b.    Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program pendidikan.
c.    KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
d.    KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20 %.
e.    KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.[7]

Sementara beberapa kelemahan dalam KTSP maupun penerapannya, antara lain:
a.    Kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
b.    Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan.
c.    Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsep penyusunan maupun prakteknya di lapangan.
d.    Penerapan KTSP merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru.[8]

Beberapa kelebihan KTSP tersebut merupakan faktor pendukung bagi sekolah untuk meningkatan mutu pembelajarannya. Sedangkan faktor kelemahannya merupakan faktor penghambat yang harus diantisipasi dan diatasi oleh pihak sekolah dan juga menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan KTSP tidak hanya akan menambah daftar persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita.
Dengan demikian, ide dasar KTSP adalah mengembangkan pendidikan demokratis dan non monopolistik dengan cara memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum, karena masing-masing sekolah dipandang lebih tahu tentang kondisi satuan pendidikannya.

Langkah-Langkah Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Implementasi KTSP bermuara pada pelaksanaan pembelajaran, yakni bagaimana agar isi atau pesan-pesan kurikulum (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dapat diterima oleh peserta didik secara tepat dan optimal. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga kegiatan, yaitu pembukaan, pembentukan kompetensi, dan penutup.
1.    Kegiatan pembukaan adalah kegiatan awal yang harus dilakukan guru untuk memulai atau membuka pembelajaran. Membuka pembelajaran merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara optimal agar memusatkan diri sepenuhnya untuk belajar.
2.    Kegiatan inti dalam proses pembelajaran merupakan tahapan kegiatan pembelajaran yang paling utama untuk pembentukan kompetensi peserta didik selama berlangsungnya proses belajar mengajar di kelas. Pembentukan kompetensi peserta didik merupakan kegiatan inti pembelajaran, antara lain mencakup penyampaian informasi tentang materi pokok dan membahas materi pokok untuk membentuk kompetensi peserta didik. Pembentukan kompetensi peserta didik perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan. Hal tersebut tentu saja menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif.
3.    Kegiatan penutup adalah kegiatan mengakhiri materi pembelajaran. Kegiatan menutup pembelajaran perlu dilakukan secara profesional agar mendapatkan hasil yang memuaskan dan menimbulkan kesan yang menyenangkan (Mulyasa, 2008:180-187).

Ada dua hal pokok yang perlu disiapkan oleh pihak sekolah, yaitu kesiapan materil (sumber daya alamiah sekolah) dan non materil (sumber daya manusia sekolah). Bentuk kesiapan materil sekolah dapat dilihat dari dimensi perangkat kurikulum, sarana dan prasarana sekolah, keuangan, dan lingkungan sekolah yang mencakup lingkungan fisik (gedung) dan lingkungan sosial. Sedangkan bentuk kesiapan non materil sekolah dapat dilihat dari dimensi kepemimpinan kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua.[9] Hal senada dikemukakan oleh Rusman bahwa banyak komponen yang berpengaruh terhadap kegagalan atau keberhasilan pendidikan, antara lain:
a.    kepala sekolah;
b.    guru;
c.    kurikulum;
d.    sarana pendidikan;
e.    sistem penerapan pendidikan; dan
f.     suasana sosial dan lingkungan sekolah.

Sejalan dengan uraian di atas, Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo mengemukakan tingkat kesiapan sekolah dalam pengembangan KTSP. Untuk menjawab persoalan ini perlu melihat kondisi nyata sekolah dalam membangun kemampuannya (capacity building), yang secara sederhana dapat dipetakan ke dalam beberapa tahap berikut ini:
a.    Tahap Pra-formal, yakni sekolah yang belum memenuhi standar teknis, atau belum dapat memiliki sumber-sumber pendidikan (guru, sarana dan prasarana pendidikan, dan sebagainya) yang memadai untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan secara minimal.
b.    Tahap Formalitas, yakni sekolah yang sudah memiliki sumber-sumber pendidikan yang memadai secara minimal atau mencapai standar teknis minimal, seperti jumlah dan kualifikasi guru, jumlah dan kualitas ruang kelas, jumlah dan kualitas buku pelajaran, dan jumlah dan kualitas fasilitas pendidikan lainnya.
c.    Tahap Transisional, yakni sekolah yang sudah mampu memberikan pelayanan minimal pendidikan bermutu, seperti kemampuan mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal, meningkatnya kreativitas guru, pendayagunaan perpustakaan secara optimal, kemampuan menambah anggaran dan dukungan fasilitas pendidikan dari sumber masyarakat, dan lain-lain.
d.    Tahap Otonomi, yakni sekolah yang berada pada tahap penyelesaian capacity building menuju profesionalisasi dan pelayanan pendidikan yang bermutu.[10]

Strategi membangun kemampuan (capacity building) yang bisa dilakukan agar layak atau semakin layak untuk mengembangkan KTSP, antara lain:
a.    Terhadap sekolah tahap pra-formal, strategi capacity building dilakukan melalui upaya melengkapi sumber-sumber pendidikan dengan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan secara minimal, tetapi memadai untuk dapat mencapai tahap perkembangan berikutnya.
b.    Terhadap sekolah yang sudah mencapai tahap formalitas, strategi capacity building dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan kemampuan tenaga kependidikan, seperti kepala sekolah agar mampu mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal dengan tanpa banyak pemborosan. Bagi tenaga pengajar dikembangkan kemampuan untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran secara kreatif dan inovatif, serta dapat melakukan penelitian terhadap pendekatan pembelajaran yang paling efektif.
c.    Terhadap sekolah yang sudah mencapai tahap transisional, perlu dikembangkan sistem manajemen berbasis sekolah yang didukung oleh partisipasi masyarakat dalam pendidikan serta mekanisme akuntabilitas pendidikan melalui fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
d.    Terhadap sekolah yang sudah mencapai tahap otonomi perlu ditingkatkan pengembangannya secara optimal dan menyeluruh yang mencakup seluruh komponen pendidikan yang ada didalamnya, sehingga dapat dikembangkan ke arah sekolah nasional yang berstandar internasional.

Ditinjau dari perubahan kurikulum terakhir, yaitu kurikulum 2006 (KTSP), kiranya memang sudah waktunya pemerintah melakukan penyempurnaan kurikulum dan ide memperbaiki kurikulum merupakan lebih baik daripada statis. Hambatan KTSP adalah masalah implementasi, artinya perencanaan yang baik belum tentu akan menghasilkan produk yang baik. Hal tersebut tergantung pada implementasi, di mana harus ada dukungan dari semua pihak (stakeholders).

Pengembangan Silabus
Pengertian Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Prinsip Pengembangan Silabus
a.    Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
b.    Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.
c.    Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
d.    Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
e.    Memadai
Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
f.     Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
g.    Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
h.    Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

Unit Waktu Silabus
a.    Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
b.    Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.
c.    Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Bagi SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.
   
Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendikan.
a.    Silabus disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik peserta didik, kondisi sekolah/madrasah dan lingkungannya.
b.    Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah/madrasah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah/madrasah tersebut.
c.    Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara bersama.
d.    Sekolah/ Madrasah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah sekolah/madrasah-madrasah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dalam lingkup MGMP/ PKG setempat.
·        
Dinas Pendidikan/ Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.

Langkah-langkah Pengembangan Silabus
a.    Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
b.    Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1)  urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI;
2)  keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
3)  keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
c.    Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
d.    Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:
1)  potensi peserta didik;
2) relevansi dengan karakteristik daerah,
3) tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;
4)  kebermanfaatan bagi peserta didik;
5) struktur keilmuan;
6) aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
7relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
8) alokasi waktu.
e.    Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran:
1) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
3) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.
4) Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.
·        
f.     Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
g.    Penentuan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.
1) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
2) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
3) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik.
4) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
5) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.
h.    Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.
i.      Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
Contoh Model Silabus
Dalam menyusun silabus dapat menggunakan salah satu format yang sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan.
Dalam menyusun format urutan KD, urutan penempatan materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator dan seterusnya dapat ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan, sejauh tidak mengurangi komponen-komponen dalam silabus.

Pengembangan Silabus Berkelanjutan
Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran),dan evaluasi rencana pembelajaran.

8.      Evaluasi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Evaluasi atau penilaian dalam KTSP dibedakan menjadi dua, yaitu evaluasi yang dilakukan oleh pihak dalam (guru dan pengelola sekolah) yang selanjutnya disebut evaluasi diri dan evaluasi oleh pihak luar (badan indpenden atau badan akreditasi sekolah). Sasaran evaluasi secara garis besar mencakup masukan (termasuk program), proses, dan hasil.[11]
Diberakukannya KTSP mengharapkan adanya perubahan dalam kegiatan pembelajaran termasuk dalam penilaian. Mulyasa menjelaskan, “penilaian hasil belajar dalam KTSP dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, dan penilaian program.”[12]
Benchmarking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang sedang berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan. Hasil penilaian tersebut dapat dipakai untuk melihat keberhasilan, keberhasilan kurikulum dan pendidikan secara keseluruhan dan dapat digunakan untuk memberikan peringkat kelas, tetapi tidak untuk memberikan nilai akhir peserta didik. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu dasar untuk pembinaan guru dan kinerja sekolah.

Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 dijelaskan secara umum oleh Kemendikbud (2012):

1.   Organisasi Kompetensi
2.   Tujuan Satuan Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang:
a.       beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
b.      berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
c.       sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
d.      toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.

3.   Struktur Kurikulum dan Beban Belajar
4.   Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
Kompetensi  Inti merupakan  terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu  atau  jenjang  pendidikan  tertentu,  gambaran  mengenai  kompetensi  utama  yang dikelompokkan  ke  dalam  aspek  sikap,  pengetahuan,  dan  keterampilan  (afektif,  kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata  pelajaran.  Kompetensi  Inti  harus  menggambarkan  kualitas  yang  seimbang  antara pencapaian hard skills dan soft skills. 


5.  Langkah-langkah Penyusunan RPP Kurikulum 2013
Langkah-langkah Penyusunan RPP Kurikulum 2013 merupakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana kerja yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus.
Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali  pertemuan atau lebih.
Setelah memperhatikan rambu-rambu penyusunan RPP kurikulum 2013 dan prinsip-prinsip penyusunan RPP kurikulum 2013, selanjutnya seorang guru harus memperhatikan langkah-langkah penyusunan Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibagi dalam 3 (tiga) langkah besar, Kegiatan pendahuluan, Kegiatan inti dan Kegiatan penutup.
1.  Kegiatan Pendahuluan
a. Motivasi: guru memberikan gambaran manfaat mempelajari materi yang akan diajarkan.
b. Pemberian acuan:
1)  Berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari.
2)  Ajuan dapat berupa penjelasan materi pokok dan uraian materi pelajaran secara garis besar.
3)  Pembagian kelompok belajar.
4)  Penjelasan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar sesua dengan rencana langkah-langkah pembelajaran

2.     Kegiatan Inti
a. Proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi inti dan kompetensi dasar.
b. Dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik.
c. Menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran dengan proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi dilaksanakan melalui aktifitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta.

3. Kegiatan Penutup
a. Kegiatan guru mengarahkan peserta didik untuk membuat rangkuman/simpulan.
b. Pemberian tes atau tugas dan memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan di luar kelas, dirumah atau tugas sebagai bagian remidi/pengayaan.


Analisis Perbedaan Tujuan dan SK_KD dalam Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013

Dalam KTSP, kegiatan pengembangan silabus merupakan kewenangan satuan pendidikan, sedangkan dalam Kurikulum 2013 kegiatan pengembangan silabus beralih menjadi kewenangan pemerintah, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan di satuan pendidikan yang bersangkutan.
Meskipun silabus sudah di kembangkan oleh pemerintah pusat, namun  guru tetap dituntut untuk dapat memahami seluruh pesan dan makna yang terkandung dalam silabus, terutama untuk kepentingan operasionalisasi pembelajaran. Oleh karena itu, kajian silabus tampak menjadi penting, baik dilakukan secara mandiri maupun kelompok sehingga diharapkan para guru dapat memperoleh perspektif yang lebih tajam, utuh dan komprehensif dalam memahami  seluruh isi silabus yang telah disiapkan tersebut.
Adapun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) masih merupakan kewenangan guru yang bersangkutan, yaitu dengan berusaha mengembangkan dari Buku Babon (termasuk silabus) yang telah disiapkan pemerintah.
Perbedaan esensial dari KTSP dan kurikulum 2013 itu sendiri adalah sebagai berikut:
No
KTSP
Kurikulum 2013
1
Mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu
Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (Sikap, Keteampilan, Pengetahuan)
2
Mata pelajaran dirancang berdiri sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri
Mata pelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan memiliki kompetensi  dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas
3
Bahasa Indonesia sejajar dengan mapel lain
Bahasa Indonesia sebagai penghela mapel lain (sikap dan keterampilan berbahasa)
4
Tiap mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan berbeda
Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama (saintifik) melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar.
5
Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah
Bermacam jenis konten pembelajaran diajarkan terkait dan terpadu satu sama lainKonten ilmu pengetahuan diintegrasikan dan dijadikan penggerak konten pembelajaran lainnya
6
Tematik untuk kelas I-III (belum integratif)
Tematik integratif untuk kelas I-III
7
TIK mata pelajaran sendiri
TIK merupakan sarana pembelajaran, dipergunakan sebagai media pembelajaran mata pelajaran lain
8
Bahasa Indonesia sebagai pengetahuan
Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan carrier of knowledge

Struktur Kurikulum meliputi sejumlah mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan. Dalam Kurikulum sekarang (KTSP), materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian dari muatan kurikulum.

Pada Kurikulum 2013 terdapat perubahan mendasar dibanding dengan KTSP, yaitu antara lain:
1.  Untuk SD, meminimumkan jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 10 dapat dikurangi menjadi 6 melalui pengintegrasian beberapa mata pelajaran:
a. IPA menjadi materi pembahasan pelajaran Bahasa Indonesia , Matematika, dll.
b. IPS menjadi materi pembahasan pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, dll.
c. Muatan lokal menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
d. Mata pelajaran Pengembangan Diri diintegrasikan ke semua mata pelajaran.
2.      Untuk SD, menambah 4 jam pelajaran per minggu akibat perubahan proses pembelajaran dan penilaian.
    


[1] Mulyasa, 2007:1-2.
[2] Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo, 2008:46.
[3] Kunandar, 2007:138.
[4] Idi, 2007:179-183.
[5] Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo, 2008:5-6.
[6] Rusman (2009:474-475.
[7] Fasli Jalal dalam Imam Hanafie, 2008:1-5.
[8] Ibid.
[9] Susilo, 2008:180-191.
[10] Sugeng Listyo, 2008:37-38.
[11] Wahyono, 2013:1.
[12] Mulyasa, 2007:258.