Guru Professional di Era Global

PROFESSIONALISME GURU DAN GLOBALISASI 
(Karakter Guru Professional di Era Global)
Oleh Mahlail Syakur Sf.

Seminar Nasional “Professionalisme Guru dalam Prespektif Global” diselenggarakan oleh
Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo dalam Rangka Dies Natalis ke XLIV
pada Tanggal 17 Maret 2012

http://www.tekanini.com/syakurcahkudus

Abstrak:
Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Guru dalam menjalankan tugas dituntut untuk bekerja secara professional. Oleh karena itu guru harus terampil dan menyadari bahwa tugasnya merupakan profesi yang harus dipertanggungjawabkan. Maka setiap guru tetap memerankan professionalisme dalam tugas pokoknya di tengah arus globalisasi.
Globalisasi tidak dapat dihindari tetapi wajib dihadapi. Oleh karena itu guru harus siap menghadapinya dengan professionalisme. Guru yang professional adalah orang yang mempunyai kelengkapan kompetensi hingga mampu bekerja dan bertanggungjawab. Agar proses pendidikan berjalan dengan baik dan menghasilkan produk yang baik pula maka professionalisme guru harus ditingkatkan melalui proses pengajaran, pembelajaran, maupun pendidikan, sehingga output yang menjadi harapan masyarakat dapat terwujud.

Kata kunci: professionalisme, globalisasi.

Pendahuluan
Pendidikan yang profesional akan dapat mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa. Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia.Sebagai orang yang harus digugu dan ditiru seorang guru dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi peserta didik. Dalam sebuah proses pendidikan guru merupakan satu komponen yang sangat penting, selain komponen lainnya seperti tujuan, kurikulum, metode, sarana dan prasarana lingkungan, dan evaluasi. Untuk mendatangkan hasil pendidikan yang berkualitas diperlukan sumber daya manusia (guru) yang berkualitas pula. Maka dalam konteks ini sangat dibutuhkan professionalisme guru. Kebijakan pemerintah pun menjawab tuntutan tersebut dengan Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, kemudian realisasi program sertifikasi guru.
Seiring dengan laju perkembangan pemikiran manusia yang melahirkan peradaban yang sangat cepat pertumbuhannya ditandai dengan kemajuan teknologi informasi yang kemudian dikenal dengan era global dengan konsekuensi globalisasi.

Globalisasi menawarkan paradigma baru dalam pendidikan. Tentunya juga merupakan tantangan baru bagi guru professional yang kian hari kian meningkat.
Munculnya situasi global tersebut di samping menimbulkan dampak positif terutama bagi pengembangan professionalitas guru, juga berdampak negatif yang sudah sangat sulit dikontrol. Berbagai peralatan teknologi kian membuka peluang atau menambah subur bagi terciptanya moral yang buruk. Hal yang demikian dirasakan lebih menarik lagi bagi kalangan generasi muda yang serba ingin tahu.
Maka persoalaan yang timbul kemudian adalah: Bagaimana professionalisme guru menghadapi arus globalisasi, atau bagaimana guru berperan di tengah arus globalisasi dengan profesionalismenya. Uraian singkat di bawah ini akan mencoba menjawabnya.

Professionalime Guru

o Professi, Profesional, dan Professionalisme
....  penulis akan mengetengahkan dua terma yang terkait dengannya bahkan ketiga-tiganya tidak bisa dipisahkan, yaitu professi dan professional.

Professi merupakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu, sehingga dikatakan professi guru adalah keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. ... secara sederhana dapat dinyatakan bahwa professi guru adalah pekerjaan/ tugas yang hanya dapat dilakukan oleh orang mempunyai jabatan/ kedudukan sebagai guru karena kompetensi yang dperoleh melalui pendidikan tertentu.
Profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan mengembangkan pengetahuan peserta didik, tetapi, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi, dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser. Hal itu terjadi selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan.
Dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial. Slogan “pahlawan tanpa tanda jasa” senantiasa melekat pada profesi guru. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya yang sangat tinggi dan tulus dalam dunia pendidikan. Kecuali itu, keterampilan, sikap kearifan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kesopanan, dan penampilan sebagai sosok panutan menjadikan profesi satu ini berbeda dengan yang lain, ditambah dengan tanggungjawab dari profesi guru tidak pernah berhenti pada saat selesai mengajar, tetapi keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktikkan, dan mengamalkan ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari, baik langsung maupun tidak langsung, melekat pada dirinya.
Sedangkan professional berkenaan dengan pekerjaan, berkenaan dengan keahlian, memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya, mengharuskan citra adanya pembayaran untuk melakukannya.
Adapun professionalisme berasal dari kata profession yang bermakna berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Secara sederahana dapat dipahami, profesionalisme merupakan sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Professionalisme adalah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu, dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada atau dilakukan oleh seorang professional. Jadi, professionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualitas seseorang yang professional, atau tampilan tindakan dan kelakuan yang dihargai sebagai standar yang tinggi dari dan oleh suatu profesi.

o Guru Professional
Dalam kamus bahasa Indonesia guru diartikan sebagai “orang yang kerjanya mengajar”. Menurut Djamarah, guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun secara klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah”.  Sementara menurut Sardiman, guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan serta dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan”.6 Dan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (pasal 1) dinyatakan bahwa: “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Profesi guru sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Dengan demikian guru professional adalah seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, mempunyai kompetensi dan keterampilan di bidangnya, hingga mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab. Jadi, yang dimaksud dengan guru profesional adalah guru yang mampu menerapkan hubungan yang berbentuk multidimensional. Guru yang demikian adalah guru yang secara internal memenuhi kriteria administratif, akademis, dan kepribadian.
Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Guru yang professional sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan karena guru menjadi ujung tombak dan memegang peranan penting dalam menentukan orientasi, tujuan, dan corak pendidikan yang diterima oleh peserta didiknya. Secara teoretis guru profesional akan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Kualitas pembelajaran yang baik merupakan cerminan pelayanan guru kepada siswa untuk belajar secara interaktif, inspiratif, memotivasi, menantang, dan menyenangkan.

Dalam persepsi masyarakat pedesaan profesi guru umumnya dinilai sebagai profesi orang suci (saint profession) yang mampu memberi pencerahan dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan di dalam diri siswa. Sebagian besar masyarakat tradisional memiliki mitos yang kuat bahwa guru adalah profesi yang tidak pernah mengeluh dengan gaji rendah, profesi yang dapat dilakukan oleh siapa saja yang mau, dan profesi yang bangga dengan gelar “pahlawan tanpa tanda jasa”. Dalam pandangan masyarakat tradisional, guru dianggap profesional jika peserta didik sudah dapat membaca, menulis, dan berhitung, atau anak memperoleh nilai tinggi secara kwantitatif, dapat naik kelas, dan lulus ujian, tanpa melihat segi kualitatifnya.
Sementara masyarakat modern menganggap kompetensi guru belum lengkap jika hanya dilihat dari keahlian dan keterampilan yang dimiliki, maka guru professional juga dilihat dari segi orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi. Bagi masyarakat modern, eksistensi guru yang mandiri, kreatif, dan inovatif merupakan salah satu aspek penting untuk membangun kehidupan bangsa.
Salah satu bangsa modern yang menghargai profesi guru adalah bangsa Jepang. Mereka menyadari bahwa guru yang bermutu merupakan kunci keberhasilan pembangunan negaranya seperti tercermin dalam ungkapan penghargaan bangsa Jepang terhadap profesi guru “She no on wa yama yori mo ta” “lai umiyorimo fu” (yang berarti jasa guru lebih tinggi dari gunung yang paling tinggi, lebih dalam dari laut paling dalam).

o Profesionalisme Guru
Setelah diketahui uraian tentang professi dan professional maka dapat dipahami bahwa profesionalisme menunjukkan makna kualitas, mutu, dan tindak tanduk yang merupakan sifat melekat pada suatu profesi. Jika profesi guru dalah pekerjaan dan tugas guru, dan guru professional adalah guru yang mampu dan mau menjalankan tugasnya karena kompetensi dan keterampilan yang dimilikinya, maka dapat dipahami dalam konteks keguruan bahwa profesionalisme merupakan kualitas dan mutu kinerja, serta perilaku yang menunjukkan suatu profesi guru.

Guru ditinjau dari aspek bahasa Jawa mempunyai makna orang yang harus digugu dan ditiru oleh orang lain (termasuk muridnya). Makna tersebut dapat dipahami bahwa segala sesuatu yang disampaikan atau yang dikerjakan olehnya senantiasa dipercaya, diyakini sebagai kebenaran atau sesuatu yang penting oleh orang lain, dan ditiru. Maka semua informasi dan ilmu pengetahuan yang datang dari
guru dinilai sebagai sebuah kebenaran yang sering tidak perlu dibuktikan atau diteliti lagi. Sementara makna harus ditiru adalah bahwa seorang guru menjadi teladan bagi semua orang di lingkungannya, mulai dari cara berfikir (fikr dan qalb), cara bebicara (lisan), hingga cara berprilaku (arkan) sehai-hari. Sebagai seorang yang harus digugu dan ditiru seorang dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi murid.
Dalam sebuah proses pendidikan guru merupakan satu komponen yang sangat penting, selain komponen lainnya seperti tujuan, kurikulum, metode, sarana dan prasarana lingkungan, dan evaluasi. Seorang guru yang memiliki professionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmenya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna professional.
Guru pada sejumlah negara maju sangat dihargai karena secara spesifik guru memiliki:
o Kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan;
o Ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial untuk membangun pendidikan yang bermutu; dan
o perencanaan yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektil untuk membangun humanware yang unggul, bermartabat, dan memiliki daya saing.
Keunggulan mereka adalah terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang terpuruk. Mereka secara berkelanjutan (sustainable) terus menigkatkan mutu diri dari guru biasa ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang Iebih baik dan akhirnya menjadi guru yang terbaik, yang mampu memberi inspirasi, ahli dalam materi, memiliki moral yang tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi siswa.

Di Indonesia guru yang memiliki keahlian, spesialisasi yang harus diakui masih sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, atau bahkan langka. Walaupun sudah sejak puluhan tahun dipersiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara nyata. Hal tersebut lebih disebabkan oleh masih cukup banyak guru yang belum memiliki konsep diri yang baik, tidaktepatan menyandang predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan keahliannya (mismatch). Semuanya terjadi karena kemandirian guru belum nampak secara nyata, yaitu sebagian guru belum mampu melihat konsep dirinya (selfconsept), ide dirinya (self idea), dan realita dirinya (self reality). Tipe guru seperti ini mustahil dapat menciptakan suasana akademik pembelajaran yang aktif, innovative, kreatif, efektif, dan menyenangkan (paikem).
Namun, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi, dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser. Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan.

Globalisasi
1. Global dan Globalisasi
Kata "globalisasi" berasal dari kata “global”. Secara harfiah, kata “global” berarti sedunia atau sejagat, menyeluruh (mujmal), universal. Kata tersebut selanjutnya menjadi istilah yang merujuk kepada suatu kedaan di mana suatu negara dengan negara lain sudah menyatu. Batas-batas teritorial, kultural, dan sebagainya sudah bukan merupakan hambatan lagi untuk melakukan penyatuan tersebut.
Dengan demikian secara harfiah, globalisasi berarti menyatunya berbagai negara yang ada di globe ini menjadi satu entitas. Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Menurut Azyumardi Azra & Jamhari, globalisasi adalah "perubahan-perubahan struktural dalam seluruh kehidupan Negara bangsa yang mempengaruhi fundamen-fundamen dasar pengaturan hubungan antar manusia, organisasi-organisasi sosial, dan pandangan-pandangan dunia".7
Situasi ini tercipta berkat adanya dukungan teknologi canggih di bidang komunikasi seperti radio, televisi, telepon, faxsimile, internet, dan sebagainya. Melalui berbagai peralatan tersebut berbagai peristiwa atau kejadian yang terjadi di belahan dunia yang lain dapat dengan mudah diketahui bahkan diakses secara cepat. Semakin banyak manusia menggunakan peralatan tersebut semakin banyak informasi yang dapat diketahui.
Term Globalisasi dipergunakan pertama kali oleh Theodore Levitte pada tahun 1985. ......Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
Sebagai sebuah konsep globalisasi yang pada awalnya lahir dan bermula dari bidang ekonomi dan teknologi, dalam perkembangannya kemudian merasuk hampir keseluruh sendi-sendi kehidupan, mulai dari politik, sosial, budaya, gaya hidup dan lain sebaginya. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, sebagai individu maupun bangsa, mau tidak mau kita harus berhadapan dengan berbagai pengaruh positif
maupun negatif yang dibawa oleh globalisasi yang nota bene berasal dari Barat. ..... berimbas pada semakin kuatnya penetrasi budaya dan nilai-nilai Barat ke seluruh sendi kehidupan masyarakat di seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali bidang pendidikan di Indonesia.

Paradigma baru tersebut kemudian dirumuskan dalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam arah baru pengembangan pendidikan nasional, secara garis besar mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Kesetaraan perlakuan sektor pendidikan dengan sektor lainnya,
b. Pendidikan berorientasi rekonstruksi sosial,
c. Pendidikan dalam rangka pem-berdayaan bangsa,
d. Pemberdayaan infrastruktur sosial untuk kemajuan pendidikan nasional,
e. Pembentukan kemandirian dan keberdayaan untuk mencapai keunggulan,
f. Penciptaan iklim yang kondusif untuk tumbuhnya toleransi dan konsensus dalam kemajemukan,
g. Perencanaan terpadu secara horizontal (antar sektor) dan vertikal (antar jenjang),
h. Pendidikan berorientasi peserta didik,
i. Pendidikan multikultural,
j. Pendidikan dengan perspektif global.8

Di masyarakat terdapat perbedaan konseptual perspesional terhadap globalisasi. Setidaknya ada tiga posisi teoretis yang dapat dilihat mengenai globalisasi, yaitu:
a. Kelompok globalis;
Mereka terbagi menjadi dua:
1) Para globalis positif dan optimistis
2) Para globalis pesimis
b. Kaum tradisionalis;
c. Kaum transformasionalis;

Era global ditandai dengan beberapa ciri semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia. Di antara indikatornya adalah:
a. Perubahan dalam konstantin ruang dan waktu;
b. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung
c. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional).
d. Meningkatnya masalah bersama,

Secara bertahap fenomena globalisasi dapat dilihat melalui beberapa indikator:
a. Dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika.
b. Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa.
c. Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia.
d. Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya adalah negara-negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas.
Intinya, sekat-sekat antar negara pun mulai luntur, menjadi kabur dan terkubur oleh globalisasi.

2. Implikasi Globalisasi
Globalisasi dinilai berpengaruh terhadap hamper semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk aspek budaya.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu ke seluruh dunia, sehingga menjadi budaya dunia (world culture), telah terlihat sejak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini.  Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal abad ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah dilakukan. Hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan, baik di bidang pakaian, bahasa, perilaku, maupun lainnya.

Globalisasi di bidang kebudayaan ditengarai dengan beberapa indikator:
a. Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional;
b. Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya;
c. Berkembangnya turisme dan pariwisata;
d. Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain;
e. Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film, dan lain lain;
f. Bertambahnya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
g. Persaingan bebas dalam bidang ekonomi; dan
h. Meningkakan interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa.

Setidaknya semenjak awal tahun 2003 teknologi dan informasi (IT) sebagai ikon globalisasi berkembang sangat pesat (tidak ketinggalan) di Indonesia hingga membuat pemerintah jadi kerepotan dan mengambil sikap reaktif mengubah kurikulum pendidikan untuk disesuaikan dengan tuntutan globalisasi.
Secara garis besar globalisasi berimplikasi pada dua hal, yaitu:
a. Implikasi positif; antara lain:
b. Implikasi negatif; di antaranya:

Guru dalam Perspektif Globalisasi
Guru di era global adalah guru dengan profesionalitas tinggi mempunyai tugas yang tidak akan semakin ringan, maka harus berkualitas. Wardiman Djojonegoro dalam konteks ini pernah menyatakan dalam makalahnya,9 bahwa bangsa kita menyiapkan diri untuk memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Ciri SDM yang berkualitas tersebut adalah memiliki kemampuan dalam menguasai keahlian dalam suatu bidang yang berkaitan dengan iptek, mampu bekerja secara profesional dengan orientasi mutu dan keunggulan, dan dapat menghasilkan karya-karya unggul yang mampu bersaing secara global sebagai hasil dari keahlian dan profesionalitasnya.
Sebagai tenaga pendidikan, guru professional tidak lepas dari pencitraan yang diberikan dari orang lain.
 ....  Dalam kehidupan bermasyarakat di era ini guru di satu sisi diharapkan lebih bermoral dan berakhlak daripada masyarakat umum, tetapi di sisi lain muncul problem baru sebagai tantangan manakala guru tidak memiliki kemampuan materi untuk memiliki segala akses dan jaringan informasi sepeti TV, buku-buku, majalah, Koran, dan internet, karena guru memiliki gaji dan tunjangan yang jauh dari cukup untuk meningkatkan profesinya sekaligus memperkaya informasi mengenai perkembangan pengetahuan dan berbagai dinamika kehidupan glibal, sehingga sangat sulit dibayangkan guru dapat tampil lebih professional dan memiliki tanggungjawab moral profesi sebagai konsekuensi etisnya di era global ini.
Pemerintah pun berupaya mengatasi problem tersebut dalam rangka meningkatkan profesionalitas guru dengan mengadakan sertifikasi guru. Perhatian pemerintah tersebut diharapkan dapat memberi solusi terhadap persoalan dunia pendidikan khsusunya guru, diimplementasikannya dengan sertifikasai guru dan meningkatkan kesejahteraanya. Dengan demikian, kulaitias mutu pendidikan harus
sangat diperhatikan bagi para guru untuk menyelamatkan profesinya, lebih-lebih di era global seperti sekarang.

Karakter guru menghadapi arus globalisasi

Era global identik dengan pernyataan Tilaar bahwa masyarakat millenium ketiga nanti mempunyai karakteristik masyarakat teknologi, masyarakat terbuka dan masyarakat madani yang secara keseluruhan akan berpengaruh pada visi, misi dan tujuan pendidikan. Pertumbuhan teknologi akan mengubah bentuk dan cara hidup manusia yang sama sekali akan berlainan dengan kehidupan manusia dewasa ini. Teknologi dapat memajukan kehidupan manusia tetapi juga dia akan mampu menghancurkan kebudayaan manusia itu sendiri. Kemajuan teknologi pula yang akan membuka dunia sekaan tanpa batas, baik geografis, sosial maupun budaya. ...
... Arus globalisasi siap mendobrak semua aspek kehidupan termasuk pendidikan. Dengan dalih globalisasi orangtua dan peserta didik menghendaki lembaga pendidikan bertaraf internasional, peroleh ijazah dan sertifikat yang dapat diakui oleh dunia luar. Walhasil, globalisasi menuntut pendidikan sanggup mempersiapkan diri. Jika lembaga pendidikan (sekolah) tidak mampu memenuhi harapan itu, maka sangat tidak mungkin akan ditinggalkan oleh siswa/ masyarakat, dan tidak ada lagi yang mau belajar di sekolah konvensional.
Jika lembaga formal tidak bisa lagi menjadi tumpuan harapan masyarakat maka beberapa trend baru akan bermunculan, seperti:
1. Home schooling
2. Virtual School dan Virtual University
Agar sekolah tetap eksis dan hendak mempertahankan eksistensinya lembaga pendidikan perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu SDM (terutama Guru) dalam penguasaan bahasa asing (Bahasa Inggris, dan lainnya)
2. Meningkatkan mutu guru dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
3. Meningkatkan mutu managemen pendidikan
4. Meningkatkan mutu sarana dan prasarana pendidikan
5. Melakukan Sertifikasi Internasional untuk guru

Globalisasi akan menjadi tantangan tersendiri bagi para guru, terlebih yang telah memperoleh legalitas pengakuan akan professionalitas keguruannya, yaitu sertifikat guru. Apabila guru tidak siap menghadapinya maka akan diterjang, dan jika tidak mampu menyesuaikan diri maka akan menjadi orang tidak berguna dan hanya akan menjadi penonton.
Menghadapi tantangan demikian, diperlukan guru yang benar-benar profesional. Dalam konteks ini Makagiansar menawarkan empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru guna menghadapi era global, yaitu kemampuan antisipasi, kemampuan mengenali dan mengatasi masalah, kemampuan mengakomodasi, dan kemampuan melakukan reorientasi. Kecuali itu seorang guru harus mempunyai kompetensi generic (generic competences): keterampilan mengatur diri (managing self skills), keterampilan berkomunikasi (communicating skills), kemampuan mengelola orang dan tugas (ability of managing people and tasks), kemampuan mobilisasi pengembangan dan perubahan (mobilizing innovation and change).12 Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semangat kompetitif juga meruapakan hal penting bagi guru-guru yang profesional karena diharapkan mereka dapat membawa atau mengantarkan peserta didiknya mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memasuki era global yang melek ilmu pengetahuan dan teknolog, dan sangat kompetitif.

Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh guru yang profesional bukanlah pengetahuan yang setengah-tengah tetapi merupakan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tuntas, karena ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri berkembang dengan cepat. Guru yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan setengah-setengah akan tercecer dan tidak mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia akan berada jauh di belakang, dan akhirnya akan tertinggal dari profesinya.
Dalam upaya meningkatkan kualiatas pengajaran, guru dengan profisionalitasnya harus bisa mengembangkan tiga intelejensi dasar peserta didik, yaitu, intelektual, emosional, dan moral. Tiga unsur tersebut harus ditanamkan pada diri peserta didik sekuat-kuatnya agar terpatri di dalam dirinya. Kecuali itu guru harus memperhatikan dimensi spiritual siswa.
Guru yang bermutu ialah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar dan berhasil. Untuk itu guru harus menguasai keahliannya, baik dalam disiplin ilmu pengetahuan maupun metodologi mengajarnya. Setidaknya ada empat prasyarat bagi seorang guru agar dapat bekerja professional, yaitu:
1. kemampuan guru mengolah/ menyiasati kurikulum,
2. kemampuan guru mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan,
3. kemampuan guru memotivasi siswa untuk belajar sendiri, dan
4. kemampuan guru untuk mengintegrasikan berbagai mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh.

Di era global karakteristik guru harus jelas dan tegas dipertahankan antara lain adalah:
1. Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah,
2. Memiliki kepribadian yang prima, dan
3. Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara Tilaar memberikan empat ciri utama agar seorang guru masuk dalam kategori guru yang professional, yaitu:
1. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang,
2. Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik,
3. Memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, dan
4. Sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan.

Uraian singkat di atas mengantarkan penulis pada sebuah harapan bahwa dengan professionalisme guru senantiasa konsisten dalam mengemban tugas professional di era global dan di tengah arus derasnya gelombang globalisasi ini agar peserta didik dalam mengarungi luatan ilmu tidak hanya mengetahui ilmu dan pengetahuan dan agama. Kecuali itu, diharapkan agar para peserta didik memiliki keterampilan, keahlian (lifeskill) khususnya dalam bidang-bidang sains dan teknologi yang menjadi karakter dan ciri globalisasi yang pada gilirannya menjadikan mereka memiliki dasar-dasar competitive advantage dalam lapangan kerja, sebagaimana dituntut di era globalisasi.
Semoga tulisan singkat ini menjadi salah satu upaya meningkatkan professionalitas guru dalam rangka mencari eksistensi sebagai guru di tengah arus globalisasi.