Senin, 13 Oktober 2008

Sejarah UQ


SEJARAH ‘ULUM AL-QUR`AN
(Menapak-Tilas Pertumbuhan dan Perkembangannya)
oleh:
Mahlail Syakur Sf.
(Mahasiswa Program Doktor (Tafsir-Hadits) IAIN Sunan Ampel Surabaya, Dosen FAI/ PPs. Universitas Wahid Hasyim Semarang, Pengabdi Pontren Darus Sa'adah Ngembalrejo Kudus)

A. PENDAHULUAN
Al-Qur`ân sebagai kitab terakhir dan yang paling utama bagi agama samawi, penurunannya tidaklah dilakukan secara langsung (mujmalan wa>h{idan) melainkan secara bertahap (nuzu>lan, munazzalan, tanzi>lan, munajjaman, tanji>man), sehingga unsur-unsur yang berada di dalam prosesnya dari awal hingga akhir secara utuh sangatlah berpengaruh kuat bagi kehidupan manusia.

Nuzūl al-Qur`ân dan proses kodifikasinya mengesankan kepada manusia akan nilai-nilai sejarah (historic value). Proses nuzulnya telah membutuhkan waktu selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, kodifikasinya telah dimulai pada zaman kekhalifahan Abu Bakar al-S}iddi>q ra. (w. 13 H.) hingga kekhalifahan Uthman ibn ‘Affan ra. (w. 35 H.), dan penyempurnaan tulisannya (tah{si>n al-rasm) telah dirintis oleh Ali ibn Abi Talib ra. (w. 40 H.) dengan menyarankan Abu al-Aswad H{ali>m ibn ‘Amr ibn Jandal al-Du`ali (16-69 H./ 605-689 M.) agar memberi tanda baca (shakl} terhadap lafadh-lafadh al-Qur`ân berupa titik (nuqt}ah), dan penyempurnaan berikutnya dilakukan oleh a-Khali>l (w. 175 H.) dengan menciptakan tanda baca yang lebih lengkap.

Tulisan al-Qur`ân dalam Mushaf ‘Uthmani yang berkarakter Kufi telah mengalami perkembangan historis hingga menjadi tulisan yang mudah dibaca, gaya Naskhi oleh ibn al-Maqlah (w. 328 H.), tetapi belum menggunakan tada baca (shakl). Demikian pula hal-hal yang terkait dengan upaya-upaya memahami al-Qur`ân ....... hingga abad X H. oleh al-Suyuti dengan karyanya yang berjudul al-Itqân fi ‘Ulūm al-Qur`ân.

Kapankah ‘Ulūm al-Qur`ân mulai dipergunakan dalam kajian teoretik al-Qur`ân? Kapankah ‘Ulūm al-Qur`ân mulai dibukukan? Dan siapakah yang berperan dalam masing-masing kegiatan?

Permasalahan-permasalahan tersebut akan dibahas dalam makalah singkat ini, insya Allâh, dengan tema ‘Ulūm al-Qur`ân historis, yakni upaya penelusuran kalenderisasi ‘Ulūm al-Qur`ân dari masa perintisan, sebelum penulisan (qabl al-tadwin) sampai masa pengembangannya, sehingga diketahui kapan ‘Ulūm al-Qur`ân mulai ada, kapan mulai dimunculkan sebagai istilah keilmuan dalam bentuk buku, dan bagaimana perkembangannya hingga kini.

B. MAKNA SEJARAH ‘ULUM AL-QUR`ÂN
1. Makna ‘Ulūm al-Qur`ân : perhelatan dua paradigma
‘Ulūm al-Qur`ân (UQ) adalah kumpulan pengetahuan tentang hal-ahwal al-Qur`ân dari aspek nuzulnya, tertibnya, proses pengumplannya, penctatannya, pembacaannya dan penafsirannya, i’jaznya, nasikh dan mansukhnya, maknany, dan sebagainya. Dalam segi maknawiah terkandung di dalamnya ilmu-ilmu terkait sebagai obyek kajian ilmu-ilmu kaislaman seperti ilmu nuzul, ilmu asbab al-nuzul, ilmu tafsir, ilmu nasikh-mansukh, dan lain-lain.

Ada dua paradigma mengenai makna ‘Ulūm al-Qur`ân yang berbeda secara toeoretik koseptual. Pertama, ‘Ulūm al-Qur`ân dipahami sebagai paradigma dengan makna idlafi (al-Ma’na> al-Id{a>fi>), yakni sebagai alat ... seperti ilmu tafsir, ilmu Qirâ`ât, ilmu rasm ‘Uthmâni, ... , dan ilmu-ilmu lainnya, yang menurut al-Suyuthi bisa mencakup ilmu-ilmu teknis seperti ekologi (‘ilm al-hay`ah), ..., dan sebagainya. Kedua, ‘Ulūm al-Qur`ân dilihat sebagai disiplin ilmu yang sistematis (fann mudawwan), di mana ‘Ulūm al-Qur`ân dipandang sebagai terma bagi disiplin ilmu yang tersistemasi atas ilmu-ilmu ... seperti proses turunnya (nuzu>luhu), tertib ayat dan suratnya (muna>sabatuhu), ..., dan sebagainya.


2. Makna Sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân
Secara harfiah kata “sejarah” dipahami sebagai terjemahan dari bahasa Latin historia, bahasa Prancis histoire, dan bahasa Inggris history. Dalam pengertian terminologis, sejarah adalah rekonstruksi masa lalu yang tertentu, terarah, dan terinci tentang pemikiran, perkataan, pekerjaan, dan perasaan manusia, atau kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia. Menurut Ghazalba, sejarah adalah gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluq sosial, yang tersusun secara ilmiah dan lengkap .....

Dengan demikian, yang dimaksud dengan sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân adalah peristiwa masa lalu yang menceritakan tentang proses perintisan, ..., dan penggunan istilah ‘Ulūm al-Qur`ân. Dengan kata lain, sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân adalah pengetahuan tentang keseluruhan ilmu al-Qur`ân ditinjau dari sisi historisnya ....

C. SEJARAH PERKEMBANGAN ‘ULUM AL-QUR`ÂN

1. Masa Sebelum Penulisan
Masa ini berlangsung pada masa nabi, masa sahabat, dan masa generasi tabi’in awal.

a. Masa Nabi dan Sahabat
Pada masa awal Rasul Allâh Muhammad saw. menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada para sahabat, membacakannya dengan perlahan dan hati-hati agar bisa diterima oleh mereka dengan baik, dihafal lafadhnya, dan dipahami rahasianya, kemudian dijelaskan dengan perkataan, peruatan, keputusan dan ketetapan, dan dengan prilaku (akhlâq) sehari-hari.

Para sahabat nabi adalah orang-orang Arab asli yang mampu mencerna kesusasteraan bermutu tinggi. Bagi mereka bersastera telah menjadi tradisi terutama lewat arena “aswâq”, seperti Pekan Ukas (Sawq Ukas).

Kepiawaian mereka di bidang seni, sastera, dan bahasa didukung oleh adanya tempat lomba (nadwah al-musabaqah) yang kondusif seperti Nâdi Qarâis, dan Dar al-Nadūdh. Di samping itu, jika meng-hadapi kesulitan dalam memahami sesuatu dari al-Qur`ân, maka mereka dapat menanyakannya langsung kepada beliau saw. Misalnya, ...

mereka bertanya kepada beliau saw.: "Siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat zalim terhadap diri sendiri?” Rasul Allâh saw. dalam jawabannya menafsirkan kata "z{ulm" pada ayat tersebut dengan "shirk", seraya menunjuk firman Allâh dalam surah Luqman ayat 13

Ada dua hal yang dapat dijadikan alasan atas pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi, yaitu adanya larangan menuliskan apa yang datang dari nabi selain al-Qur`ân di satu sisi, dan ketika para sahabat menemukan berbagai persoalan berkaitan dengan masalah al-Qur`ân maka mereka dapat langsung menanyakannya kepada Rasul Allâh saw. Keadaan ini berlangsung hingga masa Khalifah ‘Umar ibn al-Khattab ra. Kondisi tersebut berlangsung hingga masa berikutnya, yakni zaman kekhalifahan Abu Bakar (w. 13 H.) dan 'Umar ra. (w. 23 H.), hal mana ilmu al-Qur`ân masih diriwayatkan melalui penuturan secara lisan dan masih belum jelas disiplinnya.

Ketika datang masa kekha1ifahan 'Uthman ra. (w. 35 H.) ... berbagai masalah pun mulai ber-munculan, terutama mengenai tertib surat dan ayat, dan qira`ah, yang selalu meng-undang perselisihan, bahkan pertikaian. Di antara masalah yang muncul adalah perselisihan antara penduduk Sham di Armenia dan Azarbijan dengan penduduk Iraq.

Sesampainya kabar tentang peristiwa tesebut pada 'Uthman ra., maka diresponsnya dengan segera mengeluarkan instruksi supaya kaum mus1imin berpegang pada Mushaf Induk (Mush{af al-Ima>m) yang telah dikodifikasi oleh 12 tokoh.
Kemudian Utsman membentuk panitia kecil terdiri dari ‘Abdullah ibn Zubair ra. (1-73 H.), Sa’id ibn al-‘As ra. (w. 58 H.), dan ‘Abdurrahman ibn al-Harith ibn Hisham ra. (w. 43 H.) di bawah koordinasi Zaid ibn Thabit ra. (w. 45 H.) dengan menjadikan beberapa lembaran yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar ra. sebagai rujukan melalui tangan Hafsah bintu ‘Umar ra. (w. 45 H.), dan membuat salinannya menjadi beberapa buah mushaf untuk dikirim ke daerah-daerah.

Bersamaan dengan itu ‘Uthman ra. menginstruksikan kepada para pemimpin di daerah agar membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang-orang menurut caranya masing-masing. Printah reproduksi naskah al-Qur`ân yang dilakukan oleh 'Utsman ra. dapat berarti bahwa beliau telah meletakkan “pondasi” keilmuan yang di kemudian hari dikenal dengan nama “ilmu penulisan al-Qur`ân” ('Ilmu Rasm al-Qur`ân) atau 'Ilm al-Rasm al-'Uthma>ni.

Pada masa Khalifah Ali al-Qur`ân telah tersebar ke banyak daerah non Arab, hingga diperlukan usaha pemeliharaan dari kemungkinan perubahan (tah{rif) bacaan maupun tulisan. Sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib ra. (w. 40 H.) telah bergerak dengan usaha yang terkenal dengan perintahnya kepada Abu al-Aswad al-Du`ali (w. 69 H./ 689 M.) agar meletakkan kaidah tatabahasa Arab guna menjaga corak keaslian teks (rasm) maupun bacaannya, karena al-Qur`ân pada masa sebelumnya ditulis dengan tidak menggunakan titik maupun tanda baca (Shakl) dalam bentuk tulisan gaya Kufi, hingga mudah memicu perselisihan ummat dalam qira`ah, misalnya perselisihan bahkan kesalahan terhadap surat al-Taubah ayat 3, yakni pada kata ورسولهُ yang dibaca salah, yakni dengan majrur, ورسولهِ

Kasus tersebut justeru menjadi inspirasi bagi Abu al-Aswad dengan semangat menjaga kemurnian al-Qur`ân dan dorongan moral dari ‘Ali ra., untuk memberi tanda baca (shakl) berupa titik (nuqt{ah), baik di atas huruf, di bawahnya, maupun di depannya untuk harakat fathah,kasrah dan dlammah, sedangkan tanda baca sukun ditandai dengan dua titik. Dengan perintahnya tersebut berarti pula bahwa 'Ali ibn Abi Talib ra. adalah seorang perintis yang telah meletakkan dasar-dasar ‘Ilm I'ra>b al-Qur`ân melalui tangan Abu al-Aswad. Masa yang berjalan di awal perjalanan Islam ini dinamakan era perintisan kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân.

b. Masa Tabi’in: Masa Perintisan (lanjutan)
Sejak ditinggalkan oleh Ali ra. roda politik dan sejarahnya digerakkan oleh Mu’awiyah dari Bani Umayah (berkuasa di tahun 41-132 H.). Masa ini merupakan masa-masa perintisan babak lanjutan kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân, masih dalam bentuk periwayatan dan belum ditulis.

Dari generasi Tabi’in muncul nama-nama tokoh yang berperan dalam perintisan ‘Ulūm al-Qur`ân, seperti Mujahid ibn Jabr (w. 102 H.), ‘At{a` ibn Yassar (w. 94 H.), ‘At{a` ibn Abi Rabah (w. 114 H.), ‘Ikrimah (w. 104 H.), Qatadah (60-100 H.), Hasan al-Basri (21-110 H./ 647-728 M.), Sa'id ibn Jubair (w. 95 H.), dan Zaid ibn Aslam (w. 136 H.); lalu al-Imam Malik ibn Anas (93-179 H.) yang memperoleh ilmu dari Zaid ibn Aslam.


2. Masa Penulisan ‘Ulu>m al-Qur`ân
Pada periode ini muncul beberapa ‘ulama yang sibuk menekuni kajian al-Qur`ân dan menulis buku bidang ilmu tertentu sebagai bagian dari ‘Ulūm al-Qur`ân. Kondisi ini berlangsung hingga memasuki abad V H.
a. Pada abad II H.
Masa ini merupakan masa pertumbuhan awal ‘Ulūm al-Qur`ân di mana generasi Tabi’in berkiprah dalam penyebaran dan pengembangan ilmu agama. Kondisi ini sangat kondusif karena memperoleh dukungan moral dari penguasa ketika itu (Umayah dan ‘Abbasiah).

Benih-benih ‘Ulūm al-Qur`ân telah tumbuh pada masa ini yang ditandai dengan munculnya para tokoh ahlinya dari generasi Tabi’i al-Tabi’in pada masa ini seperti Shu'bah ibn al-Hajjaj ibn al-Ward (w. 160 H./ 777 M.),[33] Sufyan ibn 'Uyainah (107-198 H.),[34] Mu`arrij ibn ‘Umar al-Sudusi (w. 195 H.),[35] dan Waki’[36] ibn al-Jarrah ibn Malih ibn ‘Adi (w. 196 H.,[37] / 814 M.).

Pada umumnya mereka berkonsentrasi pada bidang tafsir al-Qur`ân, belum banyak membahas bagian ilmu-ilmu al-Qur`ân lainnya. Kitab-kitab Tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat pendapat-pendapat dan apa yang dikatakan oleh para sahabat Nabi dan generasi Tabi'in (ma> qa>lahu al-s{ah{a>bah wa al-ta>bi’u>n).


b. Pada abad III H.
Pada abad ini sebagian ‘ulama (tabi’i al-tabi’in) telah melakukan penyusunan ilmu-ilmu al-Qur`ân walau masih terpisah-pisah (bi al-‘ilm al-idlafi).
Di antara para tokoh yang lahir pada abad ini adalah al-Imam al-Shafi’i (w. 204 H.) yang menulis Ah{kâm al-Qur`ân, al-Farra` (w. 207 H.), Abu ‘Ubaidah (w. 209 H.) yang menulis Ghari>b al-Qur`ân, al-As{mu’i (w. 214 H.) telah menulis Lugha>t al-Qur`ân, 'A1i ibn al-Madani (w. 234 H./ 849 M.) --guru al-Imam al-Bukhari ra.-- yang menulis Asbâb al-Nuzūl, Abu 'Ubaid al-Qasim ibn Salam (wafat 224 H.) menulis Nâsikh al-Qur`ân wa Mansu>khuhu dan Fad{a>'il al-Qur`ân, Khalaf ibn Hisham al-Bazzar (w. 229 H.) menulis Kita>b al-Qira>’a>t, Abu H{atim al-Sijista>ni (w. 248 H./ 255 H.) menulis Rasm al-Qur`ân dan al-Nuqt} wa al-Shakl, Ibnu Qutaibah (w. 276 H.) menulis tentang problematika al-Qur`ân dengan judul Mushkil al-Qur`ân, Muhammad ibn Ayyub al-Dlurais (w. 294 H.) yang menulis tentang kandungan ayat-ayat yang turun di periode Mekkah dan Madinah (al-Makki wa al-Madani), dan Ahmad ibn Shu’aib ibn ‘Ali al-Nasa`i (215-303 H./ 830-915 M.) menulis buku Fada>il al-Qur`ân.

Dari sekian ‘ulama pada masa ini belum ada yang secara tegas menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân dalam karyanya.

c. Pada abad IV H.
Pertumbuhan 'Ulu>m al-Qur`ân pada abad –di mana kemunduran peradaban Islam terjadi karena pertikaian internal di mana-mana hingga menjadikan ummat Islam dirundung keputusasaan— ini justeru makin subur ditandai dengan munculnya banyak tokoh, antara lain yang terkenal adalah ibn Jarir al-T{abari (224-310 H.) dengan karyanya Jami’ al-Bayan fi Ta`wil al-Qur`ân. Kitab yang berupa karya tafsir ini dapat dipandang sebagai kitab yang paling bermutu (hight quality book) bidang ilmu al-Qur`ân pada masanya, karena ... . Kecuali itu kitab ini juga berisi kajian i'ra>b, ..., yang meskipun telah melalui proses kodofikasi tetapi masih masuk dalam bab-bab hadith.

Tanda-tanda lain bagi tanda-tanda pertumbuhan ‘Ulūm al-Qur`ân pada abad ke-4 hijriah ini adalah tidak sedikitnya ‘ulama yang rajin menulis tentang hal-hal terkait dengannya, baik secara umum maupun secara khusus, seperti Abu Bakar Ibrahim ibn al-Mundzir al-Naisaburi (w. 318 H.) dengan karya tafsirnya, Abu Bakar Ahmad ibn ‘Ali al-Razi al-Jas{s{a>s{ (305-370 H.) dengan karya monumentalnya ber-judul Ahkam al-Qur`ân, Muhammad ibn Khalaf ibn al–Marzuban (w. 309 H.) menulis al–H{a>wi> fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, Abu Bakar Muhammad al-Qasim al-Ambari (w. 309 H.) menulis kitab tentang ‘Ulu>m al-Qur`ân, Abu Ishaq Ibrahim ibn al-Sari al-Zajja>j (w. 311 H.) menulis Ma’âni al-Qur`ân, ibn Abi Hatim al-Ra>zi (240-327 H./ 854-937 M.) menulis Kita>b al-Tafsir, Abu al-Hasan al-Ash’ari (w. 324 H.) menulis al-Muqtadhan fi ‘Ulum al-Qur`ân, Husain ibn Ahmad ibn Khalawaih (w. 370 H.) menulis al-Hujjah fi al-Qira`a>t al-Sab’, Abu Bakar al-Sijistani (w. 388 H.) menulis al-Istighna fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, Ibn Harun al-Mausili al-Baghdadi (266-351 H.) telah menulis al-Isharah fi Gharib al-Qur`ân, al-Mudlih fi Ma’ani al-Qur`ân, dan al-Qirâ`ât.

Dari sekian ‘ulama pada masa ini ada tiga tokoh yang secara lugas telah menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân melalui karyanya, yaitu ibn al-Marzuban (w. 309 H.) dengan karyanya, al-H{a>wi, Abu al-Hasan al-Ash’ari (w. 324 H.) dengan karyanya, al-Muqtadhân, dan Abu Bakar al-Sijistani (w. 388 H.) penulis al-Istighna fi ‘Ulu>m al-Qur`ân.

d. pada Abad V H.: Kodifikasi ‘Ulūm al-Qur`ân
Abad –di mana Perang Salib mulai berkobar-- ini merupakan masa kelahiran istilah 'Ulu>m al-Qur`ân secara formal, resmi, yang ditandai dengan munculnya karya-karya ‘ulama sebagai kelanjutan atas pengkajian dalam disiplin ilmu ini pada masa sebelumnya. Pada abad ini ‘Ulūm al-Qur`ân sedang dikodifikasi oleh para ‘ulama secara resmi dan terpisah dari ilmu-ilmu lainnya dalam karya yang utuh. Menurut al-Zarqani, Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id al-Nahwi (w. 430 H.) yang terkenal dengan sebutan al-H{u>fi, adalah seorang ‘ulama yang patut disebut sebagai ‘ulama yang paling awal memperkenalkan istilah ‘Ulu>m al-Qur`ân secara resmi melalui karyanya yang lengkap dan utuh dengan judul al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân. Karyanya yang lain adalah I’râb al-Qur`ân yang terdiri atas 10 jilid.

Alasan mendasar bagi pernyataan di atas adalah bahwa karya-karya ‘ulama sebelumnya mulai dirangkum dalam satu karya besar --sebagai keterangan al-Zarqani dalam kitabnya Mana>hil al-‘Irfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân--, bahwa di dalam penertbitan al-Kutub al-Mishriyyah ditemukan sebuah kitab karya Ali ibn Ibrahim ibn Said al-H{u>fi dengan judul al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, yang terdiri dari 30 jilid. Di antaranya terdapat 15 jilid yang penulisnya menyebutkan ayat-ayat al-Qur`ân sesuai dengan tertib Mushaf ‘Utmani yang mencakup pembahasan keseluruhan bidang ‘Ulu>m al-Qur`ân.

Dengan metodologi semacam ini al-H{u>fi bisa dinyatakan sebagai orang pertama yang berhasil mengkodifikasi ilmu-ilmu al-Qur`ân (mudawwin ‘Ulūm al-Qur`ân). Masa ini pun dikenal sebagai masa penulisan ‘Ulūm al-Qur`ân (‘Asr Tadwin ‘Ulūm al-Qur`ân) secara resmi.

Tokoh lainnya yang berpartisipasi mengembangkan kajian al-Qur`ân di abad ini adalah para ‘ulama mufassirun seperti Abu Bakar al-Baqillani (w. 403 H.) ....., ‘Ali ibn Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Wahidi al-Naisaburi (w. 468 H.) dengan karya Asbâb Nuzūl al-Qur`ân, al-Wajiz, dan Sharh al-Asma` al-Husna, dan Makki ibn Abi Talib al-Qaisi (w. 437 H.) karyanya berjudul al-Iba>nah ‘an Ma’a>ni al-Qira>`at.
Dari sekian ‘ulama yang berkarya pada masa ini al-H{u>fi (w. 430 H.) adalah orang yang dengan tegas telah menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân melalui karyanya, al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân.

3. Masa Pengembangan ‘Ulūm al-Qur`ân
Sejak ‘Ulūm al-Qur`ân diperkenalkan secara formal sebagai salah satu dari disiplin ilmu keislaman .... Maka masa ini dikenal dengan istilah masa pengembangan ‘Ulūm al-Qur`ân (‘as{r tat{wir al-Qur`ân).
Masa ini berjalan sejak abad VI H. hingga abad X H., bahkan di Indonesia.

a. Pada abad VI H.
Pada abad ini muncul tokoh baru yang berperan dalam pengembangan ‘Ulūm al-Qur`ân, seperti al-Hasan ibn Mas’ud ibn Muhammad al-Baghawi (438-516 H.) dengan karya al-Kifâyah fi al-Qirâ`ât dan Ma’a>lim al-Tanzil fi Tafsir al-Qur`ân, ‘Abdurrahman ibn ‘Ali ibn al-Jauzi (508-597 H./ 1201 M.) seorang mufassir yang mengikuti jejak intelektual ‘ulama sebelumnya, al-Hufi, dalam mengembangkan ‘Ulūm al-Qur`ân dengan menulis Funu>n al-Afna>n fi> ‘Ulu>m al-Qur`ân, al-Mujtaba> fi> ‘Ulu>m Tata’allaqu bi al-Qur`ân yang keduanya diterbitkan oleh al-Kutub al-Misriyyah, dan Zad al-Masir fi ‘Ilm al-Tafsir (masih berupa manuskrip terdiri atas empat jilid, tersimpan di Dar al-Kutub). Tokoh lainnya adalah al-Raghib al-Isfahani (w. 502 H./ 1108 M.), seorang ahli fiqh dan tafsir yang menulis buku al-Mufrada>t fi Gharib{ al-Qur`ân.

Dari sekian ‘ulama pada masa ini ibn al-Jauzi (w. 597 H.) adalah orang yang dengan tegas menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân melalui salah satu karyanya, Funu>n al-Afna>n fi> ‘Uyu>n ‘Ulu>m al-Qur`ân.

b. Pada abad VII H.
Tokoh-tokoh yang muncul di abad ini tidak kalah hebatnya adalah para ‘ulama yang menulis secara khusus tentang ilmu tafsir atau ta`wil, maupun tentang ‘Ulūm al-Qur`ân secara umum, seperti Fakhr al-Din al-Razi (w. 606 H.) penulis al-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Ghaib), ‘Alam al-Din Abu al-Hasan al-Sakhawi (558-641 H./ 1245 M.) menulis Jama>l al-Qurra>`, ... yang menulis Mushkilât al-Qur`ân

Dalam abad ini tidak ‘ulama yang menulis ‘Ulūm al-Qur`ân secara terpadu. Masing-masing ilmu itu kembali ditulis dalam kitab tersendiri sebagaimana yang pernah terjadi pada abad II dan III H.. Adapun tokoh yang patut dicatat karena keilmuannya pada masa ini adalah ‘Alam al-Din al-Sakhawi yang ....

c. Pada abad VIII H.
Hingga abad ini ilmu-ilmu al-Qur`ân kian berkembang pada masa ini hingga beberapa kurun waktu, baik berupa ilmu-ilmu secara parsial ... terpadu. .
Nama-nama tokoh yang muncul di abad ini antara lain adalah Niz{a>m al-Din al-Hasan ibn Muhammad ibn al-Husain al-Qumi al-Naisaburi (w. 728 H./ 1328 M.) dengan karya Ghara`ib al-Qur`ân dan Tarjamah Farisiyyah li al-Qur`ân, ibn Taimiah ...

d. Pada abad IX H.

... yang bukunya terdiri atas dua bab, yang pertama menjelaskan makna tafsir, ta`wil, al-Qur`ân, surat, dan ayat; dan bab kedua menjelaskan syarat memahami al-Qur`ân dengan pendapat sendiri (tafsir bi al-ra`y), dan diakhiri dengan penjelasan tentang etika pengajar dan pelajar (âdab al-‘Âlim wa al-muta’allim). Al-Bulqini dan al-Kafiyaji adalah dua tokoh yang sangat berjasa dalam bidang ‘Ulūm al-Qur`ân pada abad ini.

e. Pada abad X H.
Tokoh terkemuka dan terkenal di kalangan Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah bernama Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H./ 1440-1505 M.) seorang sejarawan dan ensiklopedis muncul menandai makin berkembangnya ‘Ulūm al-Qur`ân di abad ini dengan menulis beberapa buku terkait dengan ilmu al-Qur`ân seperti al-Tah{bi>r fi> ‘Ilm al-Tafsi>r sebagai karya yang paling awal dan ditulis sebelum memasuki abad X H. (872 H.), Itma>m al-Dira>yah, dan al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân.

bahwa kematian al-Suyuti disinyalir sebagai tanda berakhirnya masa pengembangan ilmu-ilmu al-Qur`ân di abad ini, sehingga sejak itu orang menyebut abad ini sebagai masa stagnasi sampai beberapa abad kemudian.
Anggapan tersebut kini tidak dapat dipertahankan lagi karena al-Sayyid Muhammad ‘Ali Iyazi melalui karyanya dengan judul al-Mufassirun telah menemukan nama-nama para ‘ulama yang berkarya dan wafat setelah wafatnya al-Suyuti, baik dalam abad yang sama maupun pada abad-abad berikutnya. Beberapa nama yang berjasa di abad ini adalah Ni’mat Allâh ibn Mahmud al-Nahjuwani (w. 920 H./ 1514 M.) penulis Hashiyah ‘ala Anwar al-Tanzil fi al-Tafsir, Shamsuddin Muhammad ibn Muhammad al-Sharbini al-Qahiri (w. 977 H./ 1570 M.) penulis al-Sira>j al-Munir (961 H.), dan Mula Fathullah al-Kashani (w. 987 H./ 1580 M.) penulis Zubdah al-Tafasir, Tarjamah al-Qur`ân (bahasa Peersi), dan Tafsir Manhaj al-Sadiqin.

f. Abad Kegelapan (XI-XIII H.)
1) abad XI H.
Di antara para ‘ulama yang menghiasi percaturan intelektual pasca al-Suyuti dalam abad ini adalah Muhammad ibn Ibrahim Sadr al-Din al-Shirazi (979-1050 H./ 1571-1640 M.) yang menulis Asra>r al-A>ya>t wa Anwa>r al-Bayyina>t, Muh{ammad ibn al-Husain ibn al-Imam al-Qasim ibn Muhammad (w. 1067 H./ 1657 M.) menulis Muntaha> al-Mara>m fi Sharh{ A>ya>t al-Ah{ka>m., dan Mula Muhsin Muhammad ibn al-Murtadla al-Faidl al-Kashani (1007-1091 H./ 1594-1678 M.) yang menyusun karya tulis dengan judul al-S{a>fi fi Tafsir al-Qur`ân (1075 H.).

2) abad XII H.
Para tokoh intelektual yang aktif menulis tentang ilmu al-Qur`ân pada masa ini antara lain adalah al-Sayyid Hashim ibn Sulaiman al-Husaini al-Bahrani (w. 1107 H./ 1696 M.) yang menulis al-Burhân fi Tafsir al-Qur`ân, al-Syeikh Ahmad al-Sawi (1175-1241 H./ 1761-1825 M.) yang menulis H{âshiyah al-S{âwi ‘alâ Tafsir al-Jalâlain, dan al-Mirza Ahmad al-Mashhadi (w. 1125 H./ 1713 M.) dengan judul karyanya Kanz al-Daqâiq wa Bah{r al-Gharâib.
3) abad XIII H.
Adapun di antara tokoh-tokoh yang berhasil berkarya ilmiah di masa ini adalah Muhammad ibn ‘Ali ibn ‘Abdullah al-Shaukani (1173-1250 H./ 1759/1834 M.) penulis al-Jami’ bain al-Riwayah wa al-Dirayah min ’ilm al-Tafsir , al-Sayyid ‘Abdullah Shibr (1188-1242 H./ 1774-1827 M.) penulis Jami’ al-Ma’arif wa al-Ahkam dan al-Tafsir al-Wajiz. Shihabuddin Mahmud al-Alusi al-Baghdadi (1217-1270 H./1802-1854 M.) penulis Ruh al-Ma’ani (1263 H.), dan Muhammad Siddiq ibn Hasan Khan al-Qinnuji (1248-1307 H./ 1832-1890 M.) penulis al-Iksir fi usul al-Tafsir dan Ifadah al-Shuyukh bi Miqdar al-Nasikh wa al-Mansukh. Al-Qinnuji juga menulis dua tafsr, Fath al-Bayan dan Nail al-Maram.

g. Abad XIV H.
Setelah mengalami stagnasi dalam beberapa abad gairah mempelajari dan meng-ajarkan ‘Ulūm al-Qur`ân mulai tumbuh kembali di abad XX M. ini. Tokoh yang berperan di abad ini antara lain adalah al-Imam Nawawi al-Bantani (w. 1316 H.) penulis Sharh Fath al-Rahman fi Tajwid al-Qur`ân, ... , Manna’ al-Qattan penulis Mabahith fi ‘Ulum al-Qur`ân, Subhi Salih penulis Mabahith fi ‘Ulūm al-Qur`ân, Muhammad ‘Ali ibn Jamil al-Sabuni (lahir: 1347 H./ 1928 M.) penulis al-Tibyan fi ‘Ulūm al-Qur`ân (1400 H.), Dr. Wahbah al-Zuhaili (lahir: 1351 H./ 1932 M.) penulis al-Tanwir fi al-Tafsir dan al-Tafsir al-Munir, Sayid Mustafa Sadiq al-Rafi’i penulis I’jâz al-Qur`ân. Al-Sheikh T{ant{awi Jauhari penulis al-Qur`ân wa al-‘Ulum al-‘As{riyyah, dan Dr. Muhammad ibn ‘Alawi al-Maliki al-Hasani menulis Zubdah al-Itqân fi ‘Ulūm al-Qur`ân.


h. ‘Ulum al-Qur`ân di Indonesia
Di Indonesia keadaan ‘Ulūm al-Qur`ân tumbuh dan berkembang sejak zaman Walisongo (masa awal) hingga sekarang seiring dengan proses masuknya Islam ke Nusantara. Pada masa awal (akhir abad XIV M.) ‘Ulūm al-Qur`ân masih dalam bentuk embiotik integral, belum dibukukan, tetapi include dalam kajian-kajian tafsir yang dilakukan secara praktis empiris melalui kehidupan sehari-hari. Pengajaran dan kajian al-Qur`ân diberikan dengan cara yang belum istematis. Menjelang abad XX M. pembelajaran dlakukan secara sistematis. Seiring dengan itu, menurut Federspiel, ‘Ulūm al-Qur`ân dan ilmu tafsir mulai diperkenalkan kepada santri.

Kemudian para ilmuan berusaha menulis ‘Ulūm al-Qur`ân dengan pendekatan lokal .... dengan Keputusan Menteri Agama RI nomor 27 tahun 1995, menandai makin tingginya perhatian bangsa Indonesia akan urgensi memahami al-Qur`ân bagi kehidupan, maka makin banyak pula penulis yang muncul berkarya.

Di antara ilmuwan Nusantara yang telah mengukir sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân adalah Prof. Dr. T.M. Hasbi ash-Shiddiqi yang menulis Sejarah dan Pengantar I1mu al-Qur`ân, al-Shekh Muhammad Arwani Amin al-Qudsi (1323-1415 H./ 1905-1994 M.) dengan karya Faidl al-Barakât fi Sab’ al-Qirâ`ât, ‘Abdullah ‘Umar ibn Baidlowi al-Qudsi (murid Syekh Arwani Kudus) penulis Risalah al-Qurrâ` wa al-Huffâz fi Gharâ`ib al-Qirâ`ah wa al-Alfâdh, Drs. Sahilun A. Nasir penulis Ilmu Tafsir al-Qur`ân, Drs. Rif’at Syauqi Nawawi bersama Drs. M. Ali Hasan penulis Pengantar Ilmu Tafsir, Dr. H.S. Agil Husein al-Munawar, M.A. penulis I’jaz al-Qur`ân dan Metodologi Tafsir, Kamaluddin Marzuki penulis ‘Ulum al-Qur`ân, Drs. H. Kahar Masyhur penulis Pokok-Pokok ‘Ulum al-Qur`ân, Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi penulis Pengantar ‘Ulum al-Qur`ân, K.H. Sya’roni Ahmadi al-Hafiz Kudus (lahir: 1931 M.) penulis al-Tas{rih al-Yasir fi ‘Ilm al-Tafsir, dan Faidl al-Asâni (tiga jilid), Dr. Rosihan Anwar, M.A. penulis Ilmu Tafsir, Prof. Dr. H Abdul Djalal H.A. penulis ‘Ulum al-Qur`ân, Drs. H. A. Syadali, M.A. bersama Drs. H. A. Rofi’i menulis ‘Ulum al-Qur`ân (dua jilid), Mahlail Syakur Sf. yang menulis ‘Ulum al-Qur`ân (terbit pertama di tahun 2001 dan telah terbit lima kali), Ilmu Nasikh dan Mansukh, Ilmu Muhkam dan Mutasyabih, Tafsir Ta`wil dan Terjemah, dan Isra`iliyyat dan Nashraniyyah dalam Tafsir al-Qur`ân, dan Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LASF) yang menerbitkan jurnal ‘Ulūm al-Qur`ân.

D. Simpulan
Sejarah telah mencatat bahwa ‘Ulūm al-Qur`ân adalah bagian dari ilmu-ilmu keislaman yang sarat dengan nilai historis. Historisitas ‘Ulūm al-Qur`ân yang meng-arungi perjalanan panjang telah berhasil mencatat beberapa fase pertumbuhan sebagai wujud perkembangannya dari masa ke masa. Kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân telah dimulai perintisannya sejak setelah Nabi saw. wafat. Banyaknya karya tentang cabang-cabang ‘Ulūm al-Qur`ân yang telah muncul pada masa-masa awal (abad II H.) menunjukkan betapa al-Qur`ân memiliki signifikansi yang tinggi bagi kehidupan manuisa, terutama pada bidang ilmu pengetahuan, yang mampu diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupa. Dengan munculnya tokoh-tokoh yang berperan dalam perintisan kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân dan pengembangannya, berarti pula perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam beserta dinamikanya menunjukkan perhatian dan kesadaran ummatnya akan urgensi memahami Kitab Sucinya agar bisa dterapkan (aplicable) dalam dunia nyata sebagai perwujudan salah satu fungsinya, yakni petunjuk bagi manusia (hudan li al-na>s). Hal tersebut disadari oleh ummat Islam di berbagai penjuru dan di bilik-bilik zaman sebagai kewajiban moral intelektual bagi setiap muslim yang hendak memahami al-Qur`ân, sebagai perwujudan semangat intelektual (intellectual curiocity, h{irs{ fi al-‘ilm) yang dipesan-kan dalam wahyu pertama, al-‘Alaq ayat 1-5.
Sebagai disiplin ilmu keislaman ‘Ulūm al-Qur`ân selalu ditulis dan diucapkan dalam bentuk jama’ (plural). ... . Di antara ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu tentang nuzūl al-Qur`ân, asbab nuzul, makki-madani, rasm al-Qur`ân, i’jâz al-Qur`ân, munâsabah, fawâtih suwar, muhkam-mutashâbih, aqsâm al-Qur`ân, amthâl al-Qur`ân, qasas al-Qur`ân, lughah al-Qur`ân, i’râb al-Qur`ân, balâghah al-Qur`ân, gharib al-Qur`ân, tajwid al-Qur`ân, Qirâ`ât al-Qur`ân, nâsikh-mansūkh, ta`wil, dan tafsir al-Qur`ân.

Sejarah telah mencatat dinamika perkembangan ‘Ulūm al-Qur`ân.

Kritik Sejarah
Ada informasi yang janggal untuk diketahui ketika membaca sejarah di atas, di antaranya adalah:
1. Kasus Abu al-Aswad
2. Masa Kemandegan Intelektual


E. PENUTUP
‘Ulūm al-Qur`ân mempunyai nilai-nilai kesejarahan yang dinamis. Ada masa perintisan, masa kelahiran dan penggunaan terma dalam bentuk karya tulis, dan ada masa pengembangan. Sebagai bagian dari ilmu-ilmu keislaman, ‘Ulūm al-Qur`ân masih dan tetap memerlukan perhatian dan kajian lebih lanjut dari para pemerhatinya. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan diskusi bagi kajian ‘Ulūm al-Qur`ân dan upaya pengembangan pada masa-masa berikutnya. Wa Allâh bi al-s{awâb.

Tidak ada komentar: