Rabu, 24 April 2013

Historisitas Ulum al-Qur`an


SEJARAH ‘ULUM AL-QUR`AN
(Menapak-Tilas Pertumbuhan dan Perkembangannya)
Oleh Mahlail  Syakur Sf.


A. PENDAHULUAN

Al-Qur`ân sebagai kitab terakhir dan yang paling utama bagi agama samawi, penurunannya tidaklah dilakukan secara langsung (mujmalan wa>h{idan) melainkan secara bertahap (nuzu>lan, munazzalan, tanzi>lan, munajjaman, tanji>man), sehingga unsur-unsur yang berada di dalam prosesnya dari awal hingga akhir secara utuh sangatlah berpengaruh kuat bagi kehidupan manusia. Nuzūl al-Qur`ân dan proses kodifikasinya mengesankan kepada manusia akan nilai-nilai sejarah (historic value). Proses nuzulnya telah membutuhkan waktu selama 22 tahun 2 bulan 22 hari,[1] kodifikasinya telah dimulai pada zaman kekhalifahan Abu Bakar al-S}iddi>q ra. (w. 13 H.) hingga kekhalifahan Uthman ibn ‘Affan ra. (w. 35 H.), dan penyempurnaan tulisannya (tah{si>n al-rasm) telah dirintis oleh Ali ibn Abi Talib ra. (w. 40 H.) dengan menyarankan kepada Abu al-Aswad H{ali>m ibn ‘Amr ibn Jandal al-Du`ali (16-69 H./ 605-689 M.)[2] agar memberikan tanda baca (shakl} terhadap lafadh-lafadh al-Qur`ân berupa titik (nuqt}ah), dan penyempurnaan berikutnya dilakukan oleh al-Khali>l[3] (w. 175 H.) dengan menciptakan tanda baca yang lebih lengkap.
Teks naskah al-Qur`ân dalam Mushaf ‘Uthmani yang berkarakter Kufi telah mengalami perkembangan historis hingga menjadi tulisan yang mudah dibaca, gaya Naskhi oleh ibn al-Maqlah (w. 328 H.), tetapi belum menggunakan tada baca (shakl). Demikian pula hal-hal yang terkait dengan upaya-upaya memahami al-Qur`ân dari segala seginya serta usaha pemeli-haraannya telah dilakukan oleh para ahlinya sejak pada masa sahabat, bahkan pada masa nabi, hingga abad X H. oleh as-Suyuti (849-911 H.) dengan karyanya yang berjudul al-Itqân fi ‘Ulūm al-Qur`ân sebagai karya bidang ‘Ulūm al-Qur`ân dan at-Tahbir fi ‘Ilm at-Tafsir yang secara khusus menyajikan ilmu tafsir.
Kapankah ‘Ulūm al-Qur`ân mulai dipergunakan dalam kajian teoretik al-Qur`ân? Kapankah ‘Ulūm al-Qur`ân mulai dibukukan? Dan siapakah yang berperan dalam masing-masing kegiatan? Permasalahan-permasalahan tersebut akan dibahas dalam makalah singkat ini, insya Allâh, dengan tema ‘Ulūm al-Qur`ân historis, yakni upaya penelusuran kalenderisasi ‘Ulūm al-Qur`ân dari masa perintisan, sebelum penulisan (qabl al-tadwin) sampai masa pengembangannya, sehingga diketahui kapan ‘Ulūm al-Qur`ân mulai ada, kapan mulai dimunculkan sebagai istilah keilmuan dalam bentuk buku, dan bagaimana perkembangannya hingga kini.

B. MAKNA SEJARAH ‘ULUM AL-QUR`ÂN

1. Makna ‘Ulūm al-Qur`ân: perhelatan dua paradigma

‘Ulūm al-Qur`ân (UQ) adalah kumpulan pengetahuan tentang hal-ahwal al-Qur`ân dari aspek nuzulnya, tertibnya, proses pengumplannya, penctatannya, pembacaannya dan penafsirannya, i’jaznya, nasikh dan mansukhnya, maknany, dan sebagainya.[4] Dalam segi maknawiah terkandung di dalamnya ilmu-ilmu terkait sebagai obyek kajian ilmu-ilmu kaislaman seperti ilmu nuzul, ilmu asbab al-nuzul, ilmu tafsir, ilmu nasikh-mansukh, dan lain-lain.
Ada dua paradigma mengenai makna ‘Ulūm al-Qur`ân yang berbeda secara toeoretik konseptual. Pertama, ‘Ulūm al-Qur`ân dipahami sebagai paradigma dengan makna idlafi (al-Ma’na> al-Id{a>fi> ­= المعنى الإضافيّ), yakni ilmu yang berfungsi sebagai alat untuk memahami al-Qur`ân dalam bentuk ilmu yang masih terpisah-pisah, berdiri sendiri-sendiri, seperti  ilmu tafsir, ilmu Qirâ`ât, ilmu rasm ‘Uthmâni, ilmu i’jâz al-Qur`ân, ilmu asbâb al-nuzūl, ilmu nâsikh-mansūkh, ilmu i’râb al-Qur`ân, ilmu gharib al-Qur`ân, ilmu balâghah, ilmu lughah, dan ilmu-ilmu lainnya, yang menurut al-Suyuthi bisa mencakup ilmu-ilmu teknis seperti ekologi (‘ilm al-hay`ah), teknologi (‘ilm al-handasah), kedokteran (‘ilm al-t{ibb), dan sebagainya.[5] Kedua, ‘Ulūm al-Qur`ân dilihat sebagai disiplin ilmu yang sistematis (al-fann al-mudawwan = الفنّ المدوّن), di mana ‘Ulūm al-Qur`ân dipandang sebagai terma bagi disiplin ilmu yang tersistemasi atas ilmu-ilmu yang mengkaji keseluruhan aspek al-Qur`ân seperti proses turunnya (nuzu>luhu), tertib ayat dan suratnya (muna>sabatuhu), proses kodifikasinya (jam’uhu), tulisan, bacaan dan tafsirnya (kita>batuhu, qira>`atuhu, tafsi>ruhu), kemu’jizatannya (i’jaznya), nasikh-mansukhnya (nasikhuhu wa mansukhuhu), dan sebagainya.[6] Salah satu aspek kajian al-Qur`ân adalah nuzūl al-Qur`ân. Aspek ini mengundang para pemerhatinya untuk memperhatikan unsur-unsur kesejarahannya dari awal hingga kini.

2. Makna Sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân

Secara harfiah kata “sejarah” dipahami sebagai terjemahan dari bahasa Latin historia, bahasa Prancis histoire, dan bahasa Inggris history.[7] Dalam pengertian terminologis, sejarah adalah rekonstruksi masa lalu yang tertentu, terarah, dan terinci tentang pemikiran, perkataan, pekerjaan, dan perasaan manusia,[8] atau kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia.[9] Menurut Ghazalba, sejarah adalah gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluq sosial, yang tersusun secara ilmiah dan lengkap menurut urut-urutan waktu, dan diberi interpretasi tentang apa yang telah terjadi pada masa lalu tersebut.[10] Setiap peristiwa yang terjadi pada masa lalu adalah sejarah, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân adalah peristiwa masa lalu yang menceritakan tentang proses perintisan, pertumbuhan, penulisan, dan penggunan istilah ‘Ulūm al-Qur`ân. Dengan kata lain, sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân adalah penge-tahuan tentang keseluruhan ilmu al-Qur`ân ditinjau dari sisi historisnya yang ber-kembang dari masa ke masa..

C. SEJARAH PERKEMBANGAN ‘ULUM AL-QUR`ÂN

Ketika al-Qur`ân hendak diketahui makna dan kandungannya tentu dibutuh-kan berbagai pengetahuan yang menunjang terhadap upaya tersebut, yang meliputi pengetahuan yang berkenaan dengan lafadhnya, tertib ayat dan hubungan antar ayat (muna>sabah al-a>ya>t), peristiwa yang melatari turunnya ayat, gaya bahasa dana cara membacanya, dan sebagainya, sehingga melengkapi metode penafsiran. Demikianlah kondisi yang menuntut para pemerhati al-Qur`ân untuk merumuskan ilmu-ilmu dari beraneka obyek kajian al-Qur`ân yang kemudian dikenal dengan terma ‘Ulūm al-Qur`ân. Sebagai ilmu pengetahuan ‘Ulūm al-Qur`ân mempunyai kajian historis yang kajiannya dimulai dari masa perintisan, masa kelahiran, hingga masa pengem-bangannya. Para ahli menerangkan bahwa perintisan lahirnya ‘Ulūm al-Qur`ân telah dimulai pada zaman Nabi saw. dan era Khulafa` al-Rashidin yang dilanjutkan oleh para Tabi’in, hingga pada masa kelahirannya di abad V H., kemudian berkembang pada masa-masa berikutnya.  Sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân akan dilasifikasi secara garis besar menjadi dua masa, yakni masa sebelum penulisan dan masa penulisan, yang dijabarkan menjadi masa perintisan, masa pertumbuhan, dan masa perkembangan.

1. Masa Sebelum Penulisan

Masa ini (sebelum penulisan, ma> qabl al-tadwi>n) merupakan masa perintisan di mana cikal-bakal ‘Ulūm al-Qur`ân dalam bentuk embriotik integral (integrated embritic form) mulai dipersiapkan untuk mendirikan “bangunan” ‘Ulūm al-Qur`ân. Masa ini berlangsung pada masa nabi, masa sahabat, dan masa generasi tabi’in awal. Dalm masa ini

a. Masa Nabi dan Sahabat

Pada masa awal Rasul Allâh Muhammad saw. menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada para sahabat, membacakannya dengan perlahan dan hati-hati agar bisa diterima oleh mereka dengan baik, dihafal lafadhnya, dan dipahami rahasianya, kemudian dijelaskan dengan perkataan, peruatan, keputusan dan ketetapan, dan dengan prilaku (akhlâq) sehari-hari. Oleh karena mereka pada umumnya adalah bangsa Arab niscaya mampu menangkap adanya pesan-pesan ‘Ulūm al-Qur`ân yang disampaikan secara implisit oleh Rasul saw.[11]
Para sahabat nabi adalah orang-orang Arab asli yang mampu mencerna kesusasteraan bermutu tinggi. Bagi mereka bersastera telah menjadi tradisi terutama lewat arena “aswâq”, seperti Pekan Ukas (Sawq Ukas). Kepiawaian mereka di bidang seni, sastera, dan bahasa didukung oleh adanya tempat lomba (nadwah al-musabaqah) yang kondusif seperti Nâdi Qarâis, dan Dar al-Nadūdh.  Di samping itu, jika meng-hadapi kesulitan dalam memahami sesuatu dari al-Qur`ân, maka mereka dapat menanyakannya langsung kepada beliau saw.  Misa1nya, tersebut dalam sebuah riwayat al-Bukhari berikut ini,[12] yaitu ketika turun ayat:
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=tƒ OßguZ»yJƒÎ) AOù=ÝàÎ/ ….  y   (الأنعام: 82)
(Yaitu orang-orang beriman dan tidak mencampur iman mereka dengan kezaliman) (al-An'a>m: 82)

mereka bertanya kepada beliau saw.: "Siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat zalim terhadap diri sendiri?” Rasul Allâh saw. dalam jawabannya menafsirkan kata "z{ulm" pada ayat tersebut dengan "shirk", seraya menunjuk firman Allâh dalam surah Luqman ayat 13:
žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã   
(….  Sungguhlah syirik adalah kedzaliman yang amat besar)

Betapa riwayat tersebut menggambarkan mereka benar-benar mengetahui al-Qur`ân dan ilmu-ilmunya, sehingga bagi mereka belum ada tuntutan akan kebutuhan ‘Ulum al-Qur`ân secara formal, ditulis dan disusun dalam bentuk buku, karena mereka belum memerlukannya.[13] 
Ada dua hal yang dapat dijadikan alasan atas pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi, yaitu adanya larangan menuliskan apa yang datang dari nabi selain al-Qur`ân di satu sisi, dan ketika para sahabat menemukan berbagai persoalan berkaitan dengan masalah al-Qur`ân maka mereka dapat langsung menanyakannya kepada Rasul Allâh saw.  Keadaan ini berlangsung hingga masa Khalifah ‘Umar ibn al-Khattab ra. Kondisi tersebut berlangsung hingga masa berikutnya, yakni zaman kekhalifahan Abu Bakar[14] (w. 13 H.) dan 'Umar ra. (w. 23 H.), hal mana ilmu al-Qur`ân masih diriwayatkan melalui penuturan secara lisan dan masih belum jelas disiplinnya.
Ketika datang masa kekha1ifahan 'Uthman ra. (w. 35 H.) di mana orang-orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non Arab,[15] berbagai masalah pun mulai ber-munculan, terutama mengenai tertib surat dan ayat, dan qira`ah, yang selalu meng-undang perselisihan, bahkan pertikaian. Di antara masalah yang muncul adalah  perselisihan antara penduduk Sham di Armenia dan Azarbijan dengan penduduk Iraq. Sesampainya kabar tentang peristiwa tesebut pada 'Uthman ra., maka diresponsnya dengan segera mengeluarkan instruksi supaya kaum mus1imin berpegang pada Mushaf Induk (Mush{af al-Ima>m) yang telah dikodifikasi oleh 12 tokoh, kemudian membentuk panitia kecil terdiri dari ‘Abdullah ibn Zubair ra. (1-73 H.),[16] Sa’id ibn al-‘As ra. (w. 58 H.),[17] dan ‘Abdurrahman ibn al-Harith ibn Hisham ra. (w. 43 H.)[18] di bawah koordinasi Zaid ibn Thabit ra. (w. 45 H.) dengan menjadikan beberapa lembaran yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar ra. sebagai rujukan melalui tangan Hafsah bintu ‘Umar ra. (w. 45 H.), dan membuat salinannya menjadi beberapa buah mushaf[19] untuk dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ‘Uthman ra. menginstruksikan kepada para pemimpin di daerah agar membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang-orang menurut caranya masing-masing. Printah reproduksi naskah al-Qur`ân yang dilakukan oleh 'Utsman ra. dapat berarti bahwa beliau telah meletakkan “pondasi” keilmuan yang di kemudian hari dikenal dengan nama “ilmu penulisan al-Qur`ân” ('Ilmu Rasm al-Qur`ân) atau 'Ilm al-Rasm al-'Uthma>ni.[20]
Pada masa Khalifah Ali kw. (w. 40 H.) al-Qur`ân telah tersebar ke banyak daerah non Arab, hingga diperlukan usaha pemeliharaan dari kemungkinan perubahan (tah{rif) bacaan maupun tulisan. Sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib kw. telah bergerak dengan usaha yang terkenal dengan perintahnya kepada Abu al-Aswad ad-Du`ali (w. 69 H./ 689 M.)[21] agar meletakkan kaidah tatabahasa Arab guna menjaga corak keaslian teks (rasm) maupun bacaannya, karena al-Qur`ân pada masa sebelumnya ditulis dengan tidak menggunakan titik maupun tanda baca (Shakl) dalam bentuk tulisan gaya Kufi,[22] hingga mudah memicu perselisihan ummat dalam qira`ah, misalnya perselisihan bahkan kesalahan terhadap surat at-Taubah ayat 3, yakni pada kata  ورسولهُ yang dibaca salah, yakni dengan majrur, ورسولهِ pada ayat berikut ini:
....  ¨br& ©!$# Öäü̍t/ z`ÏiB tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$#   ¼ã&è!qßuur 4 ...
Kasus tersebut justeru menjadi inspirasi bagi Abu al-Aswad dengan semangat menjaga kemurnian al-Qur`ân dan dorongan moral dari ‘Ali ra., untuk memberi tanda baca (shakl) berupa titik (nuqt{ah), baik di atas huruf, di bawahnya, maupun di depannya untuk harakat fathah,kasrah dan dlammah, sedangkan tanda baca sukun ditandai dengan dua titik.[23]  Dengan perintahnya tersebut berarti pula bahwa 'Ali ibn Abi Talib ra. adalah seorang perintis yang telah meletakkan dasar-dasar ‘Ilm I'ra>b al-Qur`ân melalui tangan Abu al-Aswad. Masa yang berjalan di awal perjalanan Islam ini dinamakan era perintisan kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân.[24]
Hingga di sini dapat dinyatakan secara umum bahwa para tokoh-tokoh yang berjasa dalam perannya sebagai perintis ilmu al-Qur`ân di masa nabi dan masa khalifah adalah Empat orang dari Khalifah Rasyidun ra., Ibnu ‘Abbas ra. (w. 68 H.),[25] Ibnu Mas'ud ra. (w. 33 H.),[26] Zaid ibn Thabit ra. (w. 45 H.), Ubay ibn Ka'ab ra. (w. 19 H.),[27] Abu Musa al-Ash'ari ra. (w. 50 H./ setelahnya),[28] dan 'Abdullah ibn Zubair ra. (1-73 H.).  Sebagian sahabat ada yang masih hidup dalam masa Bani Umayah.

b. Masa Tabi’in: Masa Perintisan (lanjutan)

Sejak ditinggalkan oleh Ali ra. roda politik dan sejarahnya digerakkan oleh Mu’awiyah dari Bani Umayah (berkuasa di tahun 41-132 H.). Masa ini merupakan masa-masa perintisan babak lanjutan kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân, masih dalam bentuk periwayatan dan belum ditulis. Pengetahuan tentang ilmu-ilmu al-Qur`ân yang dipelajari dari guru-guru, para sahabat, dikaji ulang dan dikembangkan oleh para tabi’in, dan diajarkan kepada generasi berikutnya. Dari generasi Tabi’in muncul nama-nama tokoh yang berperan dalam perintisan ‘Ulūm al-Qur`ân, seperti Mujahid ibn Jabr (w. 102 H.)[29], ‘At{a` ibn Yassar (w. 94 H.), ‘At{a` ibn Abi Rabah (w. 114 H.), ‘Ikrimah (w. 104 H.), Qatadah (60-100 H.), Hasan al-Basri (21-110 H./ 647-728 M.), Sa'id ibn Jubair (w. 95 H.), dan Zaid ibn Aslam (w. 136 H.); lalu al-Imam Malik ibn Anas (93-179 H.) yang memperoleh ilmu dari Zaid ibn Aslam.[30] Mereka adalah orang-orang yang meletakkan pondasi keilmuan yang sekarang dikenal dengan istilah ilmu Tafsir, ilmu Asbâb al-Nuzul, ilmu tentang Makkiyyah dan Madaniyyah, ilmu tentang Nasikh dan Mansukh, dan ilmu Gharib al-Qur`ân. Ilmu-ilmu tersebut pada masa-masa berikutnya tergabung menjadi satu dalam kemasan disiplin baru dengan sebutan ‘Ulūm al-Qur`ân. Pada masa kodifikasi al-Qur`ân berlangsung Tafsir me-nempati posisi yang paling atas dari segala ilmu lainnya, karena ia dipandang sebagai Induk Ilmu-ilmu al-Qur`ân (Ummu ‘Ulu>m  al-Qur`ân atau Umm al-‘Ulum al-Qur`âniyyah).[31]

2. Masa Penulisan ‘Ulu>m al-Qur`ân

Berdasarkan paradigma ilmu mudawwan masa ini (as{r al-tadwi>n) adalah masa kelahiran ‘Ulu>m al-Qur`ân yang berlangsung sejak pertumbuhan awal (abad II H.) hingga memasuki masa perkembangan awal  Cabang ‘Ulu>m al-Qur`ân yang pertama kali mendapat perhatian ‘ulama pada masa ini adalah ‘ilmu tafsi>r. Usaha ini ditandai dengan disusunnya berbagai buku-buku tafsir. Pada periode ini muncul beberapa ‘ulama yang sibuk menekuni kajian al-Qur`ân dan menulis buku bidang ilmu tertentu sebagai bagian dari ‘Ulūm al-Qur`ân. Kondisi ini berlangsung hingga memasuki abad V H.

a. Pada abad II H.

Masa ini merupakan masa pertumbuhan awal ‘Ulūm al-Qur`ân di mana generasi Tabi’in berkiprah dalam penyebaran dan pengembangan ilmu agama. Kondisi ini sangat kondusif karena memperoleh dukungan moral dari penguasa ketika itu (Umayah dan ‘Abbasiah). Ketika itu peradaban Islam terutama bidang ilmu dan sastera –termasuk ‘Ulum al-Qur`ân dan tafsir— memancarkan cahayanya. Bersamaan dengan itu jumlah orang yang menekuni kajian al-Qur`ân makin meningkat, baik secara kwantitas maupun kwalitas. Benih-benih ‘Ulūm al-Qur`ân telah tumbuh pada masa ini yang ditandai dengan munculnya para tokoh ahlinya dari generasi Tabi’i al-Tabi’in pada masa ini seperti Shu'bah ibn al-Hajjaj ibn al-Ward (w. 160 H./ 777 M.),[32] Sufyan ibn 'Uyainah (107-198 H.),[33] Mu`arrij ibn ‘Umar al-Sudusi (w. 195 H.),[34] dan Waki’[35] ibn al-Jarrah ibn Malih ibn ‘Adi (w. 196 H.,[36] / 814 M.).
Pada umumnya mereka berkonsentrasi pada bidang tafsir al-Qur`ân, belum banyak membahas bagian ilmu-ilmu al-Qur`ân lainnya. Kitab-kitab Tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat pendapat-pendapat dan apa yang dikatakan oleh para sahabat Nabi dan generasi Tabi'in (ma> qa>lahu al-s{ah{a>bah wa al-ta>bi’u>n). Benih-benih disiplin 'Ulu>m al-Qur`ân tersebut, betapa pun sangat berarti bagi pengem-bangan oleh para tokohnya pada masa-masa berikutnya.

b. Pada abad III H. 

Abad ini merupakan masa perintisan tahap lanjutan bagi tumbuh-kembangnya 'Ulu>m al-Qur`ân dari apa yang telah dilakukan oleh para ahli sebelumnya. Pada abad ini sebagian ‘ulama (tabi’i al-tabi’in) telah melakukan penyusunan ilmu-ilmu al-Qur`ân walau masih terpisah-pisah (bi al-‘ilm al-idlafi).
Di antara para tokoh yang lahir pada abad ini adalah al-Imam al-Shafi’i (w. 204 H.) yang menulis Ah{kâm al-Qur`ân, al-Farra` (w. 207 H.), Abu ‘Ubaidah (w. 209 H.) yang menulis Ghari>b al-Qur`ân, al-As{mu’i (w. 214 H.) telah menulis Lugha>t al-Qur`ân, 'A1i ibn al-Madani[37] (w. 234 H./ 849 M.) --guru al-Imam al-Bukhari ra.-- yang menulis Asbâb al-Nuzūl, Abu 'Ubaid al-Qasim ibn Salam (wafat 224 H.) menulis Nâsikh al-Qur`ân wa Mansu>khuhu dan Fad{a>'il al-Qur`ân,[38] Khalaf ibn Hisham al-Bazzar (w. 229 H.) menulis Kita>b al-Qira>’a>t, Abu H{atim al-Sijista>ni (w. 248 H./ 255 H.)[39] menulis Rasm al-Qur`ân dan al-Nuqt} wa al-Shakl, Ibnu Qutaibah (w. 276 H.) menulis tentang problematika al-Qur`ân dengan judul Mushkil al-Qur`ân, Muhammad ibn Ayyub al-Dlurais (w. 294 H.) yang menulis tentang kandungan ayat-ayat yang turun di periode Mekkah dan Madinah (al-Makki wa al-Madani),[40] dan Ahmad ibn Shu’aib ibn ‘Ali al-Nasa`i (215-303 H./ 830-915 M.) menulis buku Fada>il al-Qur`ân.
Dari sekian ‘ulama pada masa ini belum ada yang secara tegas menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân dalam karyanya. Masing-masing ilmu masih ditulis secara terpisah.

c. Pada abad IV H.

Pertumbuhan 'Ulu>m al-Qur`ân pada abad –di mana kemunduran peradaban Islam terjadi karena pertikaian internal di mana-mana hingga menjadikan ummat Islam dirundung keputusasaan— ini justeru makin subur ditandai dengan munculnya banyak tokoh, antara lain yang terkenal adalah ibn Jarir al-T{abari (224-310 H.) dengan karyanya Jami’ al-Bayan fi Ta`wil al-Qur`ân.[41] Kitab yang berupa karya tafsir ini dapat dipandang sebagai kitab yang paling bermutu (hight quality book) bidang ilmu al-Qur`ân pada masanya, karena berisi riwayat-riwayat Hadith Sahih yang ditu1is dengan sistematika yang relatif lebih baik daripada karya-karya lainnya maupun sebelumnya. Kecuali itu kitab ini juga berisi kajian i'ra>b, pendapat-pendapat yang berharga, yang meskipun telah melalui proses kodofikasi tetapi masih masuk dalam bab-bab hadith. Lalu pada tahap berikutnya ilmu-ilmu ini dikodifikasi secara mandiri dan sistematis. Di samping tafsir yang ditulis berdasarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang terdahulu, mulai muncul pula kitab-kitab tafsir yang ditulis berdasarkan pendapatnya sendiri. Di antara tafsir-tafsir dalam jenis ini ada yang berupa tafsir atas seluruh isi al-Qur`ân, ada yang berupa tafsir atas sebagiannya saja (yakni satu juz, mislnya), ada yang menafsirkan sebuah surah, dan ada pula yang menafsirkan atas satu atau beberapa ayat khusus, seperti ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum, politik, pendidikan, dan lain-lain.
Tanda-tanda lain bagi tanda-tanda pertumbuhan ‘Ulūm al-Qur`ân pada abad ke-4 hijriah ini adalah tidak sedikitnya ‘ulama yang rajin menulis tentang hal-hal terkait dengannya, baik secara umum maupun secara khusus, seperti Abu Bakar Ibrahim ibn al-Mundzir al-Naisaburi (w. 318 H.) dengan karya tafsirnya, Abu Bakar Ahmad ibn ‘Ali al-Razi al-Jas{s{a>s{ (305-370 H.) dengan karya monumentalnya ber-judul Ahkam al-Qur`ân,[42] Muhammad ibn Khalaf ibn al–Marzuban (w. 309 H.) menulis al–H{a>wi> fi ‘Ulu>m al-Qur`ân,[43] Abu Bakar Muhammad al-Qasim al-Ambari (w. 309 H.) menulis kitab tentang ‘Ulu>m al-Qur`ân, Abu Ishaq Ibrahim ibn al-Sari al-Zajja>j (w. 311 H.) menulis Ma’âni al-Qur`ân, ibn Abi Hatim al-Ra>zi (240-327 H./ 854-937 M.) menulis Kita>b al-Tafsir, Abu al-Hasan al-Ash’ari (w. 324 H.) menulis al-Muqtadhan fi ‘Ulum al-Qur`ân, Husain ibn Ahmad ibn Khalawaih (w. 370 H.) menulis al-Hujjah fi al-Qira`a>t al-Sab’, Abu Bakar al-Sijistani (w. 388 H.) menulis al-Istighna fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, Ibn Harun al-Mausili al-Baghdadi (266-351 H.) telah menulis al-Isharah fi Gharib al-Qur`ân, al-Mudlih fi Ma’ani al-Qur`ân, dan al-Qirâ`ât.
Dari sekian ‘ulama pada masa ini ada tiga tokoh yang secara lugas telah menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân melalui karyanya, yaitu ibn al-Marzuban (w. 309 H.) dengan karyanya, al-H{a>wi, Abu al-Hasan al-Ash’ari (w. 324 H.) dengan karyanya, al-Muqtadhân, dan Abu Bakar al-Sijistani (w. 388 H.) penulis al-Istighna fi ‘Ulu>m al-Qur`ân.

d. pada Abad V H.:  Kodifikasi ‘Ulūm al-Qur`ân  

Abad –di mana Perang Salib mulai berkobar-- ini merupakan masa kelahiran istilah 'Ulu>m al-Qur`ân secara formal, resmi, yang ditandai dengan munculnya karya-karya ‘ulama sebagai kelanjutan atas pengkajian dalam disiplin ilmu ini pada masa sebelumnya. Pada abad ini ‘Ulūm al-Qur`ân sedang dikodifikasi oleh para ‘ulama secara resmi dan terpisah dari ilmu-ilmu lainnya dalam karya yang utuh. Menurut al-Zarqani, Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id al-Nahwi (w. 430 H.)[44] yang terkenal dengan sebutan al-H{u>fi, adalah seorang ‘ulama yang patut disebut sebagai ‘ulama yang paling awal memperkenalkan istilah ‘Ulu>m al-Qur`ân secara resmi melalui karyanya yang lengkap dan utuh dengan judul al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân. Karyanya yang lain adalah I’râb al-Qur`ân yang terdiri atas 10 jilid.
Alasan mendasar bagi pernyataan di atas adalah bahwa karya-karya ‘ulama sebelumnya mulai dirangkum dalam satu karya besar --sebagai keterangan al-Zarqani dalam kitabnya Mana>hil al-‘Irfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân--, bahwa di dalam penertbitan al-Kutub al-Mishriyyah ditemukan sebuah kitab karya Ali ibn Ibrahim ibn Said al-H{u>fi dengan judul al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, yang terdiri dari 30 jilid.[45] Di antaranya terdapat 15 jilid yang penulisnya menyebutkan ayat-ayat al-Qur`ân sesuai dengan tertib Mushaf ‘Utmani yang mencakup pembahasan keseluruhan bidang ‘Ulu>m al-Qur`ân. Di satu sisi al-H{u>fi telah memberikan tajuk yang terkait dengan masalah I’ra>b yang pembahasan di dalamnya menyangkut tentang gramatika (nahwu) dan kebahasaan. Dalam masalah ma’na dan tafsir al-H{u>fi menjelaskan dengan metode tafsir bi al-ma’thu>r dan bi al-ma’qu>l. Kemudian al-H{u>fi membahas masalah al-waqf dan al-tama>m, dan terkadang ia membahas masalah qira`at ini dalam topik tersendiri. Di sisi lain al-H{u>fi juga membicarakan tentang masalah hukum yang diistinbatkan dari ayat-ayat yang dijelaskannya. Dengan metodologi semacam ini al-H{u>fi bisa dinyatakan sebagai orang pertama yang berhasil mengkodifikasi ilmu-ilmu al-Qur`ân (mudawwin ‘Ulūm al-Qur`ân).[46] Masa ini pun dikenal sebagai masa penulisan ‘Ulūm al-Qur`ân (‘Asr Tadwin ‘Ulūm al-Qur`ân) secara resmi.
Tokoh lainnya yang berpartisipasi mengembangkan kajian al-Qur`ân di abad ini adalah para ‘ulama mufassirun seperti Abu Bakar al-Baqillani (w. 403 H.) yang menulis I’jâz al-Qur`ân,  ‘Uthman ibn Sa’id al-Dani (371-444 H.) menulis Ja>mi’ al-Baya>n fi al-Qirâ`a>t al-Sab’, al-Taysir fi al-Qirâ`a>t al-Sab’, al-Bayân fi ‘Addi A>y al-Qur`ân, dan al-Muh{tawa fi al-Qirâ`a>t al-Shawa>dh, al-Mawardi (364-450 H./ 975-1058 M.) yang menulis al-Amthal wa al-Hikam,[47] al-Tusi (385-460 H.) dengan karya al-Tibyan fi Tafsir al-Qur`ân, ‘Ali ibn Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Wahidi al-Naisaburi (w. 468 H.) dengan karya Asbâb Nuzūl al-Qur`ân, al-Wajiz, dan Sharh al-Asma` al-Husna, dan Makki ibn Abi Talib al-Qaisi (w. 437 H.) karyanya berjudul al-Iba>nah ‘an Ma’a>ni al-Qira>`at.  Dari sekian ‘ulama yang berkarya pada masa ini al-H{u>fi (w. 430 H.) adalah orang yang dengan tegas telah menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân melalui karyanya, al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân.

3. Masa Pengembangan ‘Ulūm al-Qur`ân

Sejak ‘Ulūm al-Qur`ân diperkenalkan secara formal sebagai salah satu dari disiplin ilmu keislaman para ‘ulama pada kurun berikutnya kian bersemangat untuk mengembangkannya hingga lebih dikenal dan mudah dipahami oleh masyarakat luas. Maka masa ini dikenal dengan istilah masa pengembangan ‘Ulūm al-Qur`ân (as{r tat{wir al-Qur`ân). Masa ini berjalan sejak abad VI H. hingga abad X H., bahkan di Indonesia.

a.       Pada abad VI H. 

Pada abad ini muncul tokoh baru yang berperan dalam pengembangan ‘Ulūm al-Qur`ân, seperti al-Hasan ibn Mas’ud ibn Muhammad al-Baghawi (438-516 H.) dengan karya al-Kifâyah fi al-Qirâ`ât dan Ma’a>lim al-Tanzil fi Tafsir al-Qur`ân, ‘Abdurrahman ibn ‘Ali ibn al-Jauzi (508-597 H./ 1201 M.) seorang mufassir yang mengikuti jejak intelektual ‘ulama sebelumnya, al-Hufi, dalam mengembangkan ‘Ulūm al-Qur`ân dengan menulis Funu>n al-Afna>n fi> ‘Ulu>m al-Qur`ân, al-Mujtaba> fi> ‘Ulu>m Tata’allaqu bi al-Qur`ân yang keduanya diterbitkan oleh al-Kutub al-Misriyyah,[48] Taysir al-Bayan fi Tafsir al-Qur`ân, Nawaikh al-Qur`ân, dan Zad al-Masir fi ‘Ilm al-Tafsir (masih berupa manuskrip terdiri atas empat jilid, tersimpan di Dar al-Kutub). Tokoh lainnya adalah al-Raghib al-Isfahani (w. 502 H./ 1108 M.), seorang ahli fiqh dan tafsir yang menulis buku al-Mufrada>t fi Gharib{  al-Qur`ân.
Dari sekian ‘ulama pada masa ini ibn al-Jauzi (w. 597 H.) adalah orang yang dengan tegas menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân melalui salah satu karyanya, Funu>n al-Afna>n fi> ‘Uyu>n ‘Ulu>m al-Qur`ân.

b.      Pada abad VII H.

Tokoh-tokoh yang muncul di abad ini tidak kalah hebatnya adalah para ‘ulama yang menulis secara khusus tentang ilmu tafsir atau ta`wil, maupun tentang ‘Ulūm al-Qur`ân secara umum, seperti Fakhr al-Din al-Razi (w. 606 H.) penulis al-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Ghaib), ‘Alam al-Din Abu al-Hasan al-Sakhawi (558-641 H.[49]/ 1245 M.) menulis Jama>l al-Qurra>`, Izzuddin ibn Abdissalam (w. 660 H./ 1204 M.) menulis  Fi> Maja>z al-Qur`ân, Abu Shamah al-Shami (w. 665 H.) menulis al-Murshid al-Waji>z ila> ‘Ulu>m Tata’allaqu bi al-Kita>b al-‘Azi>z, al-Qurtubi (587-671 H./ 1148-1273 M.) menulis al-Jami’ li Ahkam al-Qur`ân, Abu Zakariya Yahya ibn Sharaf al-Din al-Nawawi (w. 677 H.) dengan karyanya al-Tibya>n fi A>da>b H{amalah al-Qur`ân, dan Qutbuddin al-Shirazi (634-710 H.) yang menulis Mushkilât al-Qur`ân
Dalam abad ini tidak ‘ulama yang menulis ‘Ulūm al-Qur`ân secara terpadu. Masing-masing ilmu itu kembali ditulis dalam kitab tersendiri sebagaimana yang pernah terjadi pada abad II dan III H.. Adapun tokoh yang patut dicatat karena keilmuannya pada masa ini adalah ‘Alam al-Din al-Sakhawi yang menulis Jama>l al-Qurra>.`  dan ibn Abdissalam yang menulis Maja>z al-Qur`ân.

c.       Pada abad VIII H.

Hingga abad ini ilmu-ilmu al-Qur`ân kian berkembang pada masa ini hingga beberapa kurun waktu, baik berupa ilmu-ilmu secara parsial yang disusun secara terpisah dari ilmu-ilmu lainnya, maupun ditulis secara utuh, terpadu. Umumnya berupa karya tafsir. Nama-nama tokoh yang muncul di abad ini antara lain adalah Niz{a>m al-Din al-Hasan ibn Muhammad ibn al-Husain al-Qumi al-Naisaburi (w. 728 H./ 1328 M.) dengan karya Ghara`ib al-Qur`ân dan Tarjamah Farisiyyah li al-Qur`ân, ibn Taimiah (661-728 H./ 1262-1327 M.) yang menulis buku al-Tibya>n fi Nuzūl al-Qur`ân dan Maba>h{ith fi ‘Ilm al-Tafsir wa ‘Ulum al-Qur`ân yang merupakan bagian dari isi pada bagian awal karya tafsirnya yang berjudul al-Tafsir al-Kabir,[50] ibn Kathir (700-774 H.. 1301-1372 M.) dengan dua judul tulisan, yaitu Tafsir al-Qur`ân al-‘Adhim dan Mukhta>ra>t min Fadla>`il al-Qur`ân, ibn al-Qayyim (w. 751 H.) menulis Aqsa>m al-Qur`ân, dan Badr al-Din az-Zarkashi (745-794 H./ 1344-1392 M.) menulis al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân.  Karya yang disebut terakhir ini masih berupa manuskrip terdiri atas dua jilid, tersimpan di Dar al-Kutub al-‘As}riyyah.[51]

d.      Pada abad IX H.

Muncul pula para ahli bidang ‘Ulūm al-Qur`ân di abad ini, antara lain adalah Jalaluddin al-Bulqini (w. 842 H.) yang menulis Mawa>qi’ al-‘Ulu>m min Mawa>qi’ al-Nuju>m., ‘Abdurrahman ibn Muhammad ibn Makhluf (786-875 H.) karyanya Tuh{fah al-Ikhwa>n fi I’ra>b Ba’d{ A>ya>t al-Qur`ân dan al-Jawa>hir al-H{isa>n fi Tafsir al-Qur`ân, al-Biqa’i (809-885 H./ 1406-1480 M.) karyanya berjudul al-Qawl al-Mufid fi Usūl al-Tajwid dan Nazm al-Durar fi Tanâsub al-A>ya>t wa al-Suwar, dan Muhammad ibn Sulaiman al-Kâfiyaji (w. 873 H.) yang bukunya terdiri atas dua bab, yang pertama menjelaskan makna tafsir, ta`wil, al-Qur`ân, surat, dan ayat; dan bab kedua menjelaskan syarat memahami al-Qur`ân dengan pendapat sendiri (tafsir bi al-ra`y), dan diakhiri dengan penjelasan tentang etika pengajar dan pelajar (âdab al-‘Âlim wa al-muta’allim).  Al-Bulqini dan al-Kafiyaji adalah dua tokoh yang sangat berjasa dalam bidang ‘Ulūm al-Qur`ân pada abad ini.

e.       Pada abad X H.

Tokoh terkemuka dan terkenal di kalangan Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah bernama Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H./ 1440-1505 M.) seorang sejarawan dan ensiklopedis muncul menandai makin berkembangnya ‘Ulūm al-Qur`ân di abad ini dengan menulis beberapa buku terkait dengan ilmu al-Qur`ân seperti al-Tah{bi>r fi> ‘Ilm al-Tafsi>r sebagai karya yang paling awal dan ditulis sebelum memasuki abad X H. (872 H.),[52] Itma>m al-Dira>yah, dan al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân.
Beberapa sumber menginformasikan bahwa kematian al-Suyuti disinyalir sebagai tanda berakhirnya masa pengembangan ilmu-ilmu al-Qur`ân di abad ini, sehingga sejak itu orang menyebut abad ini sebagai masa stagnasi sampai beberapa abad kemudian.[53]  Anggapan tersebut kini tidak dapat dipertahankan lagi karena al-Sayyid Muhammad ‘Ali Iyazi melalui karyanya dengan judul al-Mufassirun telah menemukan nama-nama para ‘ulama yang berkarya dan wafat setelah wafatnya al-Suyuti, baik dalam abad yang sama maupun pada abad-abad berikutnya. Beberapa nama yang berjasa di abad ini adalah Ni’mat Allâh ibn Mahmud an-Nahjuwani (w. 920 H./ 1514 M.) penulis Hashiyah ‘ala Anwar al-Tanzil fi al-Tafsir, Shamsuddin Muhammad ibn Muhammad as-Sharbini al-Qahiri (w. 977 H./ 1570 M.) penulis as-Sira>j al-Munir (961 H.), dan Mula Fathullah al-Kashani (w. 987 H./ 1580 M.) penulis Zubdah at-Tafasir, Tarjamah al-Qur`ân (bahasa Peersi), dan Tafsir Manhaj as-Sadiqin.

f.       Abad Kegelapan (XI-XIII H.)

Setelah berakhirnya abad X H. di penghujung abad pertengahan (V-X H./ X-XV M.) bagi Islam yang kaya akan peradaban dan khazanah ilmu pengetahuan, datanglah masa kegelapan di awal abad modern (XVI-XX M.) selama kurang lebih 3 abad (XI-XIII H./ XVI-XVIII M.), hal mana ummat Islam di berbagai penjuru dunia sedang dikuasai oleh kaum penjajah dari Eropa.  Namun demikian, dalam masa yang dianggap masa kemandegan intelektual ini, sejarah masih mencatat tidak sedikit dari kalangan ‘ulama yang tetap tekun dalam berkarya, baik dalam bidang ‘Ulūm al-Qur`ân maupun bidang lainnya.

1)      abad XI H.

Di antara para ‘ulama yang menghiasi percaturan intelektual pasca al-Suyuti dalam abad ini adalah Muhammad ibn Ibrahim Sadr ad-Din as-Shirazi (979-1050 H./ 1571-1640 M.) yang menulis Asra>r al-A>ya>t wa Anwa>r al-Bayyina>t, Muh{ammad ibn al-Husain ibn al-Imam al-Qasim ibn Muhammad (w. 1067 H./ 1657 M.) menulis Muntaha> al-Mara>m fi Sharh{ A>ya>t al-Ah{ka>m., dan Mula Muhsin Muhammad ibn al-Murtadla al-Faidl al-Kashani (1007-1091 H./ 1594-1678 M.) yang menyusun karya tulis dengan judul al-S{a>fi fi Tafsir al-Qur`ân (1075 H.).

2)      abad XII H.

Para tokoh intelektual yang aktif menulis tentang ilmu al-Qur`ân pada masa ini antara lain adalah al-Sayyid Hashim ibn Sulaiman al-Husaini al-Bahrani (w. 1107 H./ 1696 M.) yang menulis al-Burhân fi Tafsir al-Qur`ân, as-Syeikh Ahmad as-Shawi (1175-1241 H./ 1761-1825 M.) yang menulis H{âshiyah as-S{âwi ‘alâ Tafsir al-Jalâlain, dan al-Mirza Ahmad al-Mashhadi (w. 1125 H./ 1713 M.) dengan judul karyanya Kanz ad-Daqâiq wa Bah{r al-Gharâib.

3)      abad XIII H.

Adapun di antara tokoh-tokoh yang berhasil berkarya ilmiah di masa ini adalah Muhammad ibn ‘Ali ibn ‘Abdullah al-Shaukani (1173-1250 H./ 1759/1834 M.) penulis al-Jami’ bain al-Riwayah wa al-Dirayah min ’ilm al-Tafsir , al-Sayyid ‘Abdullah Shibr (1188-1242 H./ 1774-1827 M.) penulis Jami’ al-Ma’arif wa al-Ahkam dan al-Tafsir al-Wajiz. Shihabuddin Mahmud al-Alusi al-Baghdadi (1217-1270 H./1802-1854 M.) penulis Ruh al-Ma’ani (1263 H.), dan Muhammad Siddiq ibn Hasan Khan al-Qinnuji (1248-1307 H./ 1832-1890 M.) penulis al-Iksir fi usul at-Tafsir dan Ifadah al-Shuyukh bi Miqdar al-Nasikh wa al-Mansukh. Al-Qinnuji juga menulis dua tafsr, Fath al-Bayan dan Nail al-Maram.

g.      Abad XIV H.

Setelah mengalami stagnasi –menurut pendapat umum yang masih perlu dikaji ulang kebenarannya-- dalam beberapa abad gairah mempelajari dan meng-ajarkan ‘Ulūm al-Qur`ân mulai tumbuh kembali di abad XX M. ini. Tokoh yang berperan di abad ini antara lain adalah al-Imam Nawawi al-Bantani (w. 1316 H.) penulis Sharh Fath al-Rahman fi Tajwid al-Qur`ân, al-Sheikh Ahmad ibn Mustafa al-Maraghi Bik (1300-1371 H./ 1883-1952 M.) penulis Muqaddimah al-Tafsir dan Tafsir al-Maraghi (1361-1365 H.), al-Syekh T{a>hir al-Jazairi penulis at-Tibya>n fi> ‘Ulu>m al-Qur`ân (berisi 300 halaman, selesai ditulis pada tahun 1335 H.[54]/ 1912 M.), as-Sayyidah Nas{ra bintu Muhammad ‘Ali al-Amin (1313-1403 H.) penulis Makhzan al-‘Irfan fi ‘Ulūm al-Qur`ân,[55] Muhammad Husain al-T{aba>t{aba>`i (1321-1402 H./ 1902-1981 M.) penulis al-Qur`ân fi al-Islam dan al-Mizan fi Tafsir al-Qur`ân (1375 H.), as-Syekh Muhammad ‘Ali Salamah.penulis Manhaj al-Furqa>n  fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, Syekh Mahmud Abu Daqiqah, Manna’ al-Qattan penulis Mabahith fi ‘Ulum al-Qur`ân, Subhi Salih penulis Mabahith fi ‘Ulūm al-Qur`ân, Muhammad ‘Ali ibn Jamil as-Sabuni (lahir: 1347 H./ 1928 M.) penulis al-Tibyan fi ‘Ulūm al-Qur`ân (1400 H.), Dr. Wahbah az-Zuhaili (lahir: 1351 H./ 1932 M.) penulis at-Tanwir fi at-Tafsir dan at-Tafsir al-Munir, Sayid Mustafa Sadiq ar-Rafi’i penulis I’jâz al-Qur`ân.[56] Al-Sheikh T{ant{awi Jauhari  penulis al-Qur`ân wa al-‘Ulum al-‘As{riyyah, dan Dr. Muhammad ibn ‘Alawi al-Maliki al-Hasani menulis Zubdah al-Itqân fi ‘Ulūm al-Qur`ân.[57] 
Dalam konteks pemkiran modern, studi ilmu-ilmu al-Qur’an tetap tidak kalah menarik dengan kajian ilmu-ilmu lainnya. Orang-orang yang berkompeten dengan gerakan pemikiran Islam senantiasa berupaya menemukan rumusan kajian-kajian al-Qur’an yang relevan dengan perkembangan zaman, seperti Syekh Abdul Aziz Jawish yang menulis buku A>tha>r al-Qur`’ân fi Tah{ri>r al-‘Aql al-Bashari.[58]

h.      ‘Ulum al-Qur`ân di Indonesia

Di Indonesia keadaan ‘Ulūm al-Qur`ân tumbuh dan berkembang sejak zaman Walisongo (masa awal) hingga sekarang seiring dengan proses masuknya Islam ke Nusantara. Pada masa awal (akhir abad XIV M.) ‘Ulūm al-Qur`ân masih dalam bentuk embiotik integral, belum dibukukan, tetapi include dalam kajian-kajian tafsir yang dilakukan secara praktis empiris melalui kehidupan sehari-hari. Pengajaran dan kajian al-Qur`ân diberikan dengan cara yang belum istematis. Menjelang abad XX M. pembelajaran dlakukan secara sistematis. Seiring dengan itu, menurut Federspiel, ‘Ulūm al-Qur`ân dan ilmu tafsir mulai diperkenalkan kepada santri.[59] Kemudian para ilmuan berusaha menulis ‘Ulūm al-Qur`ân dengan pendekatan lokal agar lebih mudah dipelajari, baik secara lengkap maupun baigian demi bagian disusun dalam buku tersendiri. Sejak tahun 1995 Pemerintah RI melalui Departemen Agama member-lakukan kurikulum ‘Ulūm al-Qur`ân sebagai Kurikulum Nasional bagi PTAIN/ PTAIS dengan Keputusan Menteri Agama RI nomor 27 tahun 1995, menandai makin tingginya perhatian bangsa Indonesia akan urgensi memahami al-Qur`ân bagi kehidupan, maka makin banyak pula penulis yang muncul berkarya.
Di antara ilmuwan Nusantara yang telah mengukir sejarah ‘Ulūm al-Qur`ân adalah Prof. Dr. T.M. Hasbi ash-Shiddiqi yang menulis Sejarah dan Pengantar I1mu al-Qur`ân,[60] as-Shekh Muhammad Arwani Amin al-Qudsi (1323-1415 H./ 1905-1994 M.) dengan karya Faidl al-Barakât fi Sab’ al-Qirâ`ât,[61] ‘Abdullah ‘Umar ibn Baidlawi al-Qudsi (murid Syekh Arwani Kudus) penulis Risalah al-Qurrâ` wa al-Huffâz fi Gharâ`ib al-Qirâ`ah wa al-Alfâdh,[62]  Drs. Sahilun A. Nasir penulis Ilmu Tafsir al-Qur`ân,[63]  Drs. Rif’at Syauqi Nawawi bersama Drs. M. Ali Hasan penulis Pengantar Ilmu Tafsir,[64]  Dr. H.S. Agil Husein al-Munawar, M.A. penulis I’jaz al-Qur`ân dan Metodologi Tafsir,[65] Kamaluddin Marzuki penulis ‘Ulum al-Qur`ân,[66]  Drs. H. Kahar Masyhur penulis Pokok-Pokok ‘Ulum al-Qur`ân,[67]  Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi penulis Pengantar ‘Ulum al-Qur`ân,[68]  K.H. Sya’roni Ahmadi al-Hafiz Kudus (lahir: 1931 M.) penulis at-Tas{rih al-Yasir fi ‘Ilm at-Tafsir,[69] dan Faidl al-Asâni (tiga jilid),[70]  Dr. Rosihan Anwar, M.A. penulis Ilmu Tafsir,[71]  Prof. Dr. H Abdul Djalal H.A. penulis ‘Ulum al-Qur`ân,[72] Drs. H. A. Syadali, M.A. bersama Drs. H. A. Rofi’i menulis ‘Ulum al-Qur`ân (dua jilid),[73] Dr. Hamdani Anwar penulis Pengantar Ilmu Tafsir (bagian Ulumul Quran)[74], Kadar M. Yusuf penulis Studi al-Qur`ân,[75] Prof. Dr. M. Quraish Shihab penulis Membumikan al-Qur`ân dan Tafsir al-Mishbah, Dr. Nashruddin Baidan menulis Metodologi Penafsiran al-Qur’an,[76] Mahlail Syakur Sf. penulis ‘Ulum al-Qur`ân,[77] Ilmu Nasikh dan Mansukh,[78] Ilmu Muhkam dan Mutasyabih, Tafsir Ta`wil dan Terjemah, dan Isra`iliyyat dan Nashraniyyah dalam Tafsir al-Qur`ân, dan Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LASF) Jakarta menerbitkan jurnal ‘Ulūm al-Qur`ân.[79]  

D. ANALISIS

Sejarah telah mencatat bahwa ‘Ulūm al-Qur`ân adalah bagian dari ilmu-ilmu keislaman yang sarat dengan nilai historis. Historisitas ‘Ulūm al-Qur`ân yang meng-arungi perjalanan panjang telah berhasil mencatat beberapa fase pertumbuhan sebagai wujud perkembangannya dari masa ke masa. Kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân telah dimulai perintisannya sejak setelah Nabi saw. wafat. Banyaknya karya tentang cabang-cabang ‘Ulūm al-Qur`ân yang telah muncul pada masa-masa awal (abad II H.) menunjukkan betapa al-Qur`ân memiliki signifikansi yang tinggi bagi kehidupan manuisa, terutama pada bidang ilmu pengetahuan, yang mampu diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupa. Dengan munculnya tokoh-tokoh yang berperan dalam perintisan kelahiran ‘Ulūm al-Qur`ân dan pengembangannya, berarti pula perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam beserta dinamikanya menunjukkan perhatian dan kesadaran ummatnya akan urgensi memahami Kitab Sucinya agar bisa dterapkan (aplicable) dalam dunia nyata sebagai perwujudan salah satu fungsinya, yakni petunjuk bagi manusia (hudan li al-na>s).  Hal tersebut disadari oleh ummat Islam di berbagai penjuru dan di bilik-bilik zaman sebagai kewajiban moral intelektual bagi setiap muslim yang hendak memahami al-Qur`ân, sebagai perwujudan semangat intelektual (intellectual curiocity, h{irs{ fi al-‘ilm) yang dipesan-kan dalam wahyu pertama, al-‘Alaq ayat 1-5.
Sebagai disiplin ilmu keislaman ‘Ulūm al-Qur`ân selalu ditulis dan diucapkan dalam bentuk jama’ (plural). Hal tersebut mengandung arti bahwa ia merupakan kumpulan ilmu-ilmu yang terkait dengan kajian al-Qur`ân. Jumlahnya tidak sedikit, puluhan bahkan ratusan menurut al-Suyuti dalam al-Itqân. Di antara ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu tentang nuzūl al-Qur`ân, asbab nuzul, makki-madani, rasm al-Qur`ân, i’jâz al-Qur`ân, munâsabah, fawâtih suwar, muhkam-mutashâbih, aqsâm al-Qur`ân, amthâl al-Qur`ân, qasas al-Qur`ân, lughah al-Qur`ân, i’râb al-Qur`ân, balâghah al-Qur`ân, gharib al-Qur`ân, tajwid al-Qur`ân, Qirâ`ât al-Qur`ân, nâsikh-mansūkh, ta`wil, dan tafsir al-Qur`ân.
Sejarah telah mencatat dinamika perkembangan ‘Ulūm al-Qur`ân.  Pada abad I sampai III H. ‘Ulūm al-Qur`ân belum muncul ke permukaan untuk dipakai sebagai terma keilmuan, tetapi masih dalam bentuk embriotik integral (integrated embriotic form). Pada abad IV H. terma ‘Ulūm al-Qur`ân telah diperkenalkan dan digunakan oleh ibn al-Marzuban (w. 309 H.) melalui karyanya, al-H{a>wi, dan Abu al-Hasan al-Ash’ari (w. 324 H.) melalui karyanya, al-Muqtadhan. Hanya saja dua karya tersebut belum menunjukkan kelengkapan materi kajian. Pada abad V H. terma tersebut benar-benar telah lahir secara resmi karena digunakan sebagai judul bagi buku seperti yang dilakukan oleh al-Hufi (w. 430 H.) melalui karya yang berjudul al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, yang terdiri dari 30 jilid.  Buku ini merupakan karya terlengkap dalam bidang ini. Pada abad VI H. tercatat nama ibn al-Jauzi (w. 597 H.) yang juga menggunakan terma ‘Ulūm al-Qur`ân dalam salah satu karyanya, Funu>n al-Afna>n fi> ‘Uyu>n ‘Ulu>m al-Qur`ân. Pada abad VII H.  karya-karya tentang ‘Ulūm al-Qur`ân kembali ditulis secara khusus, parsial, sebagaimana masa-masa awal. Abad VIII H. tmencatat nama Badr al-Din al-Zarkashi (745-794 H./ 1344-1392 M.) penulis al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân. Pada abad IX H. al-Bulqini dan al-Kâfiyâji berhasil pula menulis dalam bidang ‘Ulūm al-Qur`ân, hanya saja mereka menulis dengan kajian lebih khusus. Pada abad X H.  al-Suyuti (911 H./ 1505 M.) patut dihargai sebagai tokoh di bidangnya.

Kritik Sejarah
Ada informasi yang janggal untuk diketahui ketika membaca sejarah di atas, di antaranya adalah:

1. Kasus Abu al-Aswad

Banyak karya tentang ‘Ulūm al-Qur`ân menginformasikan bahwa pada masa perintisan Abu al-Aswad (16-69 H.) melakukan peletakan ilmu al-Qur`ân melalui aspek i’rab sebagai upaya perbaikan atas tulisan al-Qur`ân (tah{sin rasm al-Qur`ân) adalah atas perintah Ali ibn Abi Talib ra. (w. 40 H.). Menurut al-Suyuti dalam al-Itqân, apa yang dilakukan oleh Abu al-Aswad adalah atas instruksi ‘Abdul Malik ibn Marwan ibn al-Hakam (w. 86 H.) berkenaan dengan kasus Ziyad, bukan pada masa Ali ibn Abi Talib ra. Kesalahan tulis tahun kematian Abu al-Aswad (691 H.) juga sering ditemukan dalam beberapa buku karya intelektual Indonesia. Dengan menulis angka tersebut berarti Abu al-Aswad hidup hingga abad ke-7 hijriah, atau berarti usia beliau adalah lebih dari enam abad. Ini hal yang mustahil.

2. Masa Kemandegan Intelektual

Pasca kesuksesan as-Suyuti (849-911 H.) opini menyebutnya sebagai masa kemandegan intelektual. Masa yang baik akan kembali pada akhir abad ke-13 hijriah atau awal abad ke-14 hijriah dengan munculnya tokoh-tokoh baru sebagai wujud kepedulian ummatnya. Sekarang pendapat tersebut tidak lagi kuat untuk dipertahankan, karena Muhammad Ali Iyazi telah menemukan sejumlah nama ‘ulama yang muncul dan produktif pada masa-masa tersebut. Beberapa tokoh yang rajin melakukan kajian al-Qur`ân, dari Mesir, India, Pakistan, bahkan Indonesia, justeru lahir di masa-masa ini, bahkan di antaranya adalah seorang wanita bernama Nas{ra bintu Muhammad ‘Ali al-Amin (1313-1403 H.), ‘ulama Shi’ah Ithna ‘Ashar yang ahli fiqh di Asfihan.[80] Temuan tersebut kini dikoleksi dalam karya yang diberi judul al-Mufassiru>n H{aya>tuhum wa Manhajuhum berisi 868 halaman, terbit di Teheran pada thun 1415 H. Demikian pula temuan yang dikoleksi dalam buku Dinamika Intelektual Islam pada Abad Kegelapan oleh Syafiq A. Mughni, menunjukkan informasi yang sama.

E. PENUTUP

‘Ulūm al-Qur`ân mempunyai nilai-nilai kesejarahan yang dinamis. Ada masa perintisan, masa kelahiran dan penggunaan terma dalam bentuk karya tulis, dan ada masa pengembangan. Sebagai bagian dari ilmu-ilmu keislaman, ‘Ulūm al-Qur`ân masih dan tetap memerlukan perhatian dan kajian lebih lanjut dari para pemerhatinya. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan diskusi bagi kajian ‘Ulūm al-Qur`ân dan upaya pengembangan pada masa-masa berikutnya. Wa Allâh bi al-s{awâb.

Sumber Bacaan


Abdurrahman, Dudung, Metodologi Penelitian Sejarah, (Jogjakarta: al-Ruzz Media, 2007).
Ahmadi, Muhammad Sya’rani, K.H., al-Tas}rih al-Yasir fi ‘Ilm al-Tafsir (tanpa Penerbit, t.th.).
‘Ashur, Muhammad al-Fadil ibn, al-Tafsir wa Rija>luhu (Kairo: Jami’ah al-Azhar, 1390/ 1970)
al-Abyari, Ibrahim, Ta>rikh al-Qur`ân,  terj. Dra. H. St. Amanah, (Semarang: DIMAS, 1993).
Al-‘Aridl, Ali Hasan, Dr., Ta>rikh ‘Ilm al-Tafsir wa Mana>hij al-Mufassirin, terj. Ahmad Akrom, (Jakarta: Rajawali, 1992).
Al-Barri, ‘Abdullah Khurshid, Dr., al-Qur`ân wa ‘Ulu>muhu fi Mis}r  (Kairo: Dar al-Ma’arif, t.th.).
Abdullah, Taufik, ed., Sejarah dan Masyarakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987).
Al-Dhahabi, M. Husain, Dr., al-Tafsi>r  wa al-Mufassiru>n (Beirut: Maktabah Mas’ab ibn ‘Amir al-Islamiyyah, 1424/ 2004).
al-Muqri`, Muhammad Arwani ibn Amin,, Faid{ al-Baraka>t fi al-Qirâ`ât al-Sab, (Kudus: Mubarakah Tayyibah).
Al-Nawawi, Yahya ibn Sharaf al-Din, al-Tibya>n fi adab H{amalah al-Qur`ân, (Singapur-Jeddah: al-Haramain, t.th.).
al-Qattan, Manna’, Maba>h{ith fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, (Riyadl: Manshurat al-‘Asr al-Hadith, t.th.).
al-Rafi’i, Mustafa Sadiq, I’ja>z al-Qur`ân, (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1401/ 1990).
al-S}ibagh, Muhammad ibn Lutfi, Dr., Lamh}a>t fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, al-Maktab al-Islami, 1985).
al-Sabuni, Muhammad ‘Ali ibn Jamil, al-Tibyan fi ‘Ulūm al-Qur`ân.
Al-Suyuti, al-Itqân fi ‘Ulu>m al-Qur`ân (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.)
al-Zarqani, M. ‘Abdul ‘Adhim, Al-Syekh, Mana>hil al-‘Irfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1416 H./ 1996 M.).
al-Zuhaili, Wahbah, Dr., al-Tanwir fi al-Tafsir .
Amin, Uthman, Dr., Falsafah al-Lughah al-‘Arabiyyyah, (Kairo: Maktabah Misr, 1965).
Baidan, Nashruddin, Perkembangan Tafsir al-Qur`ân di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003).
Baljon, J.M.S., Modern Muslim Koran Interpretation, terj. Eno Syafrudien, (Jakarta: Gaya Media, 1990).
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LPES, 11994), cet. IV.
Djalal H.A., Abdul, Prof. Dr. H., ‘Ulum al-Qur`ân (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008).
Federspiel, Howard M., Popular Indonesian Literature of the Qur`ân, terj. Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996).
Garraghan, Gilbert J.,  a Guide to Historical Method, (Fordham University Press, 1946).
Ghazalba, Sidi, Pengantar Sejarah sebagai Ilmu, (Jakarta: Bhratara, 1966).
Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia, (Jakarta: Teraju, 2003).
Isma’il, Sha’ban M., Dr., al-Qirâ`ât Ah{ka>muha wa Masdaruha , ter. al-Munawar, H.S. Agil Husein, Dr. M.A., dkk., (Semarang:  DIMAS, 1993).
Iyazi, Muhammad ‘Ali, al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran: Mu`assasah al-Tiba’ah wa al-Nashr, 1415 H.).
Jansen, J.J.G., the Interpretation of the Koran in Modern Egipt, trj. Hairussalim, dkk., (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997).
Jurnal Ilmu & Kebudayaan, ‘Ulum al-Qur`ân, vol. III, nomor 2 tahun 1992.
Khalifah, Haji, Kashf al-Z}unu>n ‘ala> Asa>s al-Kutub wa al-Mutu>n.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang, 1995).
Mahmud, M. Natsir, Dr., al-Qur`ân di Mata Barat (Semarang: DIMAS, 1997).
Mahzum, M. Dr., Tah}qi>q Mawa>qif al-Sah}a>bah fi al-Fitnah, terj. Drs. Rosihan Anwar, M.Ag. (Bandung: Pustaka Setia, 1999).
Mughni, Syafiq A., Dinamika Intelektual Islam pada Abad Kegelapan, (Surabaya: LPAM, 2002).
Muhammad, M. Abdurrahman, Dr., al-Tafsir al-Nabawiy: Khas}a>isuhu wa Mas}a>diruhu, terj. Drs. Rosihan Anwar, M.Ag. (Bandung: Pustaka Setia, 1999).
Salih, Subhi, Maba>h{ith fi ‘Ulu>m al-Qur`ân (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.).
Shiddiqi, Abd. Hamid, Prof., Tafsir al-Ta>rikh, terj. M. Nabhan Husen, (Jakarta: Media Dakwah, 1983).
Syakur Sf., M., ‘Ulum al-Qur`ân, (Semarang: PKPI2, 2007), cet. V.
Watt, W. Montgomery, the FormativePeriod of Islamic Thought, terj. Sukoyo, dkk. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999).
Zuhdi, Masyfuk, Prof., Pengantar Ulum al-Qur`ân, (Surabaya: Bina Ilmu, 1993).

Lampiran:


SEJARAH PENULISAN ‘ULUM AL-QUR`ÂN
(Abad III – XV H.)

No
KARYA TULIS
PENULIS / MASA HIDUPNYA
ABAD
1
أحكام القرآن
al-Imam al-Shafi’i  (w. 204 H.)
III H.
2
Belum ditahui judulnya
(المجهول تأليفه)
AL-Farra`
(w. 207 H.)

3
غريب القرآن
Abu ‘Ubaidah  (w. 209 H.)

4
لغات القرآن
al-As{mu’i  (w. 214 H.)

5
أسباب النزول
'A1i ibn al-Madani 
( w. 234 H./ 849 M.)

6
7
- ناسخ القرآن ومنسوخه
- فضائل القرآن
Abu 'Ubaid al-Qasim ibn Salam
(w.  224 H.)

8
كتاب القراءآت
Khalaf ibn Hisham al-Bazzar
(w. 229 H.)

9, 10
- علم رسم القرآن
- النقط والشكل
Abu H{atim al-Sijista>ni 
(w. 248 H./ 255 H.)

11
مشكل القرآن
Ibnu Qutaibah (w. 276 H.)

12
 المكّي والمدتيّ
Muhammad ibn Ayyub al-Dlurais (w. 294 H.)

13
فضائل القرآن
Ahmad ibn Shu’aib ibn ‘Ali al-Nasa`i (215-303 H./ 830-915 M.)

14
جامع البيان في تأويل القرآن
Ibn Jarir al-T{abari  (224-310 H.)
IV H.
15
كتاب التفسير
Abu Bakar Ibrahim ibn al-Mundzir al-Naisaburi (w. 318 H.)

16
أحكام القرآن
Abu Bakar Ahmad ibn ‘Ali al-Razi al-Jas{s{a>s{ (305-370 H.)

17
الحاوى في علوم القرآن
Muhammad ibn Khalaf ibn al–Marzuban (w. 309 H.)

18
Belum diketahui judulnya
(المجهول تأليفه)
Abu Bakar Muhammad al-Qasim al-Ambari  (w. 309 H.)

19
معاني القرآن
Abu Ishaq Ibrahim ibn al-Sari al-Zajja>j (w. 311 H.)

20
كتاب التفسير
ibn Abi Hatim al-Ra>zi
(240-327 H./ 854-937 M.)

21
المقتظان في علوم القرآن
Abu al-Hasan al-Ash’ari
(w. 324 H.)

22
الحجّة في القراءآت السبع
Husain ibn Ahmad ibn Khalawaih (w. 370 H.)

23 24
- الاستغناء في علوم القرآن
- علم غريب القرآن
Abu Bakar al-Sijistani
(w. 388 H.)

25 26 27
- الإشارة في غريب القران
- الموضح في معاني القران
- القراءآت
Ibn Harun al-Mausili al-Baghdadi
(266-351 H.)

28
البرهان في علوم القران
Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id al-H{u>fi
(w. 430 H.)
V H.
29
إعجاز القرآن
Abu Bakar al-Baqillani (w. 403 H.)

30 31 32 33
- جامع البيان في القراءآت السبع
- التيسير  في القراءآت السبع
- البيان في عدّ آي القرآن
- المحتوى في القراءآت الشواذّ
‘Uthman ibn Sa’id al-Dani
(371-444 H.)

34
الأمثال والحِكَم
al-Mawardi (w. 450 H.)

35
التبيان في تفسير القرآن
al-Tusi (385-460 H.)

36 37 38
- أسباب نزول القرآن
- الوجيز
- شرح الأسمآء الحسنى
‘Ali ibn Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Wahidi al-Naisaburi
(w. 468 H.)

39
الإبانة عن معاني القراءآت
Makki ibn Abi Talib al-Qaisi
(w. 437 H.)

40 41
- الكفاية في القراءآت
- معالم التنزيل في تفسير القرآن
al-Hasan ibn Mas’ud ibn Muhammad al-Baghawi
(438-516 H.)
VI H.
42 43 44 45 46 47
- فنون الأفنان في علوم القرآن
- المجتبى في علوم تتعلّق بالقرآن
- تيسير البيان في تفسير القرآن
- نواسخ القرآن
- المجتبى في علوم تتعلّق بالقرآن
- زاد المسير في علم التفسير (مخطوطة)
‘Abdurrahman ibn ‘Ali ibn al-Jauzi 
(508-597 H./ 1201 M.)

48
المفردات في غريب القرآن
al-Raghib al-Isfahani
(w. 502 H./ 1108 M.)

49
التفسير الكبير (مفاتيح الغيب)
Fakhr al-Din al-Razi (w. 606 H.)
VII H.
50
جمال القرّاء
‘Alam al-Din Abu al-Hasan al-Sakhawi  (558-641 H. / 1245 M.)

51
مجاز القرّاء
Izzuddin ibn Abdissalam
(w. 660 H./ 1204 M.)

52
المرشد الوجيز إلى علوم تتعلّق بالكتاب العزيز
Abu Shamah al-Shami
(w. 665 H.)

53
الجامع لأحكام القرآن
al-Qurtubi
(587-671 H./1148-1273 M.)

54
التبيان به آداب حملة القرآن
Abu Zakariya Yahya ibn Sharaf al-din al-Nawawi (w. 677 H.)

55
مشكلات القرآن
Qutbuddin al-Shirazi (634-710 H.)

56 57
- غرائب القرآن
- ترجمة فارسيّة للقرآن
Niz{a>m al-Din al-Hasan ibn Muhammad ibn al-Husain al-Qumi al-Naisaburi (w. 728 H./ 1328 M.)
VIII H.
58 59
- التبيان في نزول القرآن
- مباحث في علم التفسير وعلوم القرآن
ibn Taimiah
(661-728 H./ 1262-1327 M.)

60 61
- تفسير القرآن العظيم
- مختارات من فضائل القرآن
ibn Kathir
(700-774 H./ 1301-1372 M.)

62
أقسام القرآن
Ibn al-Qayyim 
(w. 751 H.)

63
البرهان في علوم القرآن (مخطوطة)
Badr al-Din al-Zarkashi
(745-794 H./ 1344-1392 M.)

64
مواقع العلوم من مواقع النجوم
Jalaluddin al-Bulqini
(w. 842 H.)
IX H.
65
- تحفة الإخوان في إعراب بعض آيات القرآن
- الجواهر الحسان في تفسير القرآن
‘Abdurrahman ibn Muhammad ibn Makhluf
(786-875 H.)

66 67
- القول المفيد في أصول التجويد
- نظم الدرر في تناسب الآيات والسور
al-Biqa’i
(809-885 H./ 1406-1480 M.)

68
Bukunya (Belum diketahui judulnya) terdiri atas dua bab, yang menjelas-kan makna tafsir, ta`wil, al-Qur`ân, surat, dan ayat;  bab kedua menjelaskan syarat tafsir bi al-ra`y, dan diakhiri dengan penjelasan tentang etika pengajar dan pelajar (âdab al-‘Âlim wa al-muta’allim)
Muhammad ibn Sulaiman
al-Kafiyaji  
(w. 873 H.)

69 70 71
- التحبير في علم التفسير
- إتمام الدراية
- الإتقان في علوم القرآن
Jalaluddin al-Suyuthi
(w. 911 H./ 1505 M.)
X H.
72
حاشية على أنوار التنزيل في التفسير
Ni’mat Allâh ibn Mahmud al-Nahjuwani (w. 920 H./ 1514 M.)

73
السراج المنير
Shamsuddin Muhammad ibn Muhammad al-Sharbini al-Qahiri (w. 977 H./ 1570 M.)

74 75 76
- زبدة التفاسير
- ترجمة القرآن بالفارسيّة
- تفسير منهج الصادقين
Mula Fathullah al-Kashani
(w. 987 H./ 1580 M.)

77
أسرار الآيات وأنوار البيّنات
Muhammad ibn Ibrahim Sadr al-Din al-Shirazi (979-1050 H./ 1571-1640 M.)
XI H.
78
منتهى المرام في شرح آيات الأحكام
Muh{ammad ibn al-Husain ibn al-Imam al-Qasim ibn Muhammad (w. 1067 H./ 1657 M.)

79
الصافى في تفسير القرآن
Mula Muhsin Muhammad ibn al-Murtadla al-Faidl al-Kashani (1007-1091 H./ 1594-1678 M.)

80
البرهان في تفسير القرآن
al-Sayyid Hashim ibn Sulaiman al-Husaini al-Bahrani
(w. 1107 H./ 1696 M.)
XII H.
81
حاشية الصاوى على تفسير الجلالين
al-Syeikh Ahmad al-S}a>wi
(1175-1241 H./ 1761-1825 M.)

82
كنز الدقائق وبحر الغرائب
al-Mirza Ahmad al-Mashhadi
(w. 1125 H./ 1713 M.)

83
الجامع بين الرواية والدراية من علم التفسير
Muhammad ibn ‘Ali ibn ‘Abdullah al-Shaukani
(1173-1250 H./ 1759/1834 M.)
XIII H.
84 85
- جامع المعارف والأحكام
- التفسير الوجيز
al-Sayyid ‘Abdullah Shibr
(1188-1242 H./ 1774-1827 M.)

86
روح المعانى
Shihabuddin Mahmud al-Alusi al-Baghdadi
(1217-1270 H./1802-1854 M.)

87
88
- الإكسير في أصول التفسير
- إفادة الشيوخ بمقدار الناسخ والمنسوخ
Muhammad Siddiq ibn Hasan Khan al-Qinnuji
(1248-1307 H./ 1832-1890 M.)

89 90
- شرح فتح الرحمن في تجويد القرآن
- مرح لبد
al-Imam Nawawi al-Bantani
(w. 1316 H.)
XIV H.
91
مقدمة التفسير
al-Sheikh Ahmad ibn Mustafa al-Maraghi Bik
(1300-1371 H./ 1883-1952 M.)

92
التبيان في علوم القرآن
(selesai ditulis pada tahun 1335 H./ 1912 M.)
Al-Syekh Tahir al-Jazairi

93
مخزن العرفان في علوم القرآن
al-Sayyidah Nas{ra bintu Muhammad ‘Ali al-Amin
(1313-1403 H.)


94 95
- القرآن في الإسلام
- الميزان في تفسير القرآن
Muhammad Husain al-T{aba>t{aba>`i (1321-1402 H./ 1902-1981 M.)

96
منهج الفرقان في علوم القرآن
Al-Syekh Muhammad ‘Ali Salamah

97
Belum diketahui judul karyanya
(المجهول تأليفه)
Syekh Mahmud Abu Daqiqah

98
مباحث في علوم القرآن
Manna’ al-Qattan

99
مباحث في علوم القرآن
Subhi Salih

100
التبيان في علوم القرآن
Muhammad ‘Ali ibn Jamil al-Sabuni (lahir: 1347 H./ 1928 M.)

101 102
- التنوير في التغسير
- التفسير المنير
Dr. Wahbah al-Zuhaili
(lahir: 1351 H./ 1932 M.)

103
إعجاز القرآن
Sayid Mustafa Sadiq al-Rafi’i

104
القرآن والعلوم العصريّة
Al-Sheikh T{ant{awi Jauhari

105
كلمات القران
Al-Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf

106
زبدة الإتقان في علوم القرآن
Dr. Muhammad ibn ‘Alawi al-Maliki al-Hasani

107
آثر القرآن في تحرير العقل البشريّ
Syekh Abdul Aziz Jawish

108
Sejarah & Pengantar Ilmu al-Qur`ân
Prof. Dr. T.M. Hasbi ash-Shiddieqy
Di Indonesia
109
فيض البركات في سبع القراءآت
al-Shekh Muhammad Arwani Amin al-Qudsi
(1323-1415 H./ 1905-1994 M.)

110
رسالة القراء والحفاظ في عريب القراءة والألفاظ
'Abdullâh ‘Umar ibn Baidlawi al-Qudsi

111
Ilmu Tafsir al-Qur`ân
Drs. Sahilun A. Nasir

112
Pengantar Ilmu Tafsir
Drs. Rif’at Syauqi Nawawi dan Drs. M. Ali Hasan

113
I’jaz al-Qur`ân dan Metodologi Tafsir
Dr. H.S. Agil Husein al-Munawar, M.A.

114
Pengantar ‘Ulum al-Qur`ân
Kamaluddin Marzuki

115
Pokok-Pokok ‘Ulum al-Qur`ân
Drs. H. Kahar Masyhur

116
Pengantar ‘Ulum al-Qur`ân
Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi

117 118
- التصريح اليسير في علم التفسير
- فيض الأساني (1، 2، 3)
K.H. Sya’roni Ahmadi al-Hafiz Kudus (lahir: 1931 M.)

119
Ilmu Tafsir
Dr. Rosihan Anwar, M.A.       

120
‘Ulum al-Qur`ân
Prof. Dr. H Abdul Djalal H.A.

121
‘Ulum al-Qur`ân (dua jilid)
Drs. H. A. Syadali, M.A. bersama Drs. H. A. Rofi’i

122 123 124 125 126
- ‘Ulum al-Qur`ân,
- Ilmu Nasikh dan Mansukh,
- Ilmu Muhkam dan Mutasyabih,
- Tafsir, Ta`wil dan Terjemah,
- Isra`iliyyat dan Nashraniyyah dalam Tafsir al-Qur`ân
Drs. M. Syakur Sf., M.Ag.

127
jurnal ‘Ulūm al-Qur`ân
Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LASF) Jakarta


                                                                                                Kudus, 25 April 2013
                                                                                                Penulis,

                                                                                                MS2F



[1] Jika hal tersebut –menurut al-Khudlari-- dihitung sejak 17 Ramadlan 41 dari tahun kelahiran nabi saw. hingga 9 Dzul H{ijjah 10 H./ 63 dari tahun kelahiran nabi saw., yang terbagi atas dua periode, yaitu periode Makkah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari (sejak 17 Ramadlan 41 dari tahun kelahiran sampai awal Rabi’ Awwal 54 dari tahun kelahiran nabi saw. dengan ), dan periode Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari (sejak Rabi’ Awwal 54 dari tahun kelahiran nabi saw. sampai dengan 9 Dzul Hijjah 63 dari tahun kelahiran./ 10 H.). Lihat M. Syakur Sf., Ulum al-Qur`ân, (Semarang: PKPI2, 2007), cet. V, h. 37-38.
[2] Manna’ al-Qattan, Mabahith fi ‘Ulum al-Qur`ân, (Riyad: Manshurat al-‘Asr al-Hadith, t.th.), h. 150. Bandingkan dengan pendapat as-Suyuti, bahwa Abu al-Aswad melakukan penyempurnaan teks al-Qur`ân bukan atas perintah Ali kw., tetapi atas perintah ‘Abdul Malik ibn Marwan ibn al-Hakam ra. (w.  86 H.). Lihat as-Suyuthi, al-Itqan, juz II, h. 171.
[3] Nama lengkapnya al-Khalil ibn Ahmad al-Azdi al-Farahidi, ayah dari ‘Abdurrahman al-Basri, an-Nahwiy. Ialah pemilik karya al-‘Aru>dl dan al-‘Ain. Ialah guru al-Imam Sibawaih (‘Amr ibn ‘Uthman ibn Qanbar). Ia seorang ‘ulama yang disifati dengan shaduq, ‘alim, dan ‘abid di bidang hadith. Khabar tentang tahun wafatnya masih diperdebatkan antara 165, 170, dan 175 H.
[4] As-Syekh M. ‘Abdul ‘Adhim az-Zarqani, Mana>hil al-‘Irfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur`ân (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1416 H./ 1996 M.), I, h. 28.
[5] Ibid., h. 24-25.
[6] Ibid., h. 28.
[7] Gilbert J. Garraghan , a Guide to Historical Method, (Fordham University Press, 1946), h. 3.
[8] Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang, 1995), 16-17.
[9] Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Jogjakarta: al-Ruzz Media, 2007), h. 13.
[10] Sidi Ghazalba, Pengantar Sejarah sebagai Ilmu (Jakarta: Bhratara, 1966), h. 11.
[11] az-Zarqani, Op. Cit., h. 30.
[12] Lihat Shahih al-Bukhari, hadith nomor 3175.
[13] As-Syekh M. ‘Abdul ‘Adhim az-Zarqani, Op. Cit. h. 30.
[14] ‘Abdullâh ibn Abi Quhafa al-Qurashi at-Taymiy.
[15] Luas wilayah kekuasaan Islam meliputi Armenia dan Azerbijan di bagian timur, dan Tripoli di bagian barat.
[16] Dilahirkan di Madinah dan wafat di Makkah. Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah ibn az-Zubair ibn al-‘Awwam al-Qurashi al-Asadi. Ibunya bernama Asma` binti Abu Bakar as-Siddiq. 
[17] Dilahirkan sebelum perang Badar.
[18] Nama lengkapnya ‘Abdurrahman ibn al-Harith ibn Hisham ibn al-Mughirah ibn ‘Abdullah ibn ‘Umar ibn Mahzum al-Qurashi al-Mahzumi.
[19] Pada peristiwa tahkim di masa Ali ra.  telah ada sekitar 100 mushaf yang dangkat di atas tombak.
[20] az-Zarqani, Op, Cit., h. 31.
[21] Lihat Dr. Uthman Amin, Falsafah al-Lughah al-‘Arabiyyyah, (Kairo: Maktabah Misr, 1965), h. 52. Lihat pula Inbahur-Ruwah, I, hal. 13-23, dan Tahdzib at-Tahdzib, XII, ha1. 10-12.  Bandingkan dengan pendapat as-Suyuthi di atas!
[22] Kufi adalah salah jenis gaya tulisan Arab yang dsebarkn oleh Harb ibn Umayyah ibn ‘Abd Syams ke Hijaz. Ia mengajarkannya kepada ‘Umar ibn al-Khattab r. dan Mu’awiyah.  Lihat M. Syakur Sf., ‘Ulum al-Qur`ân, (Semarang: PKPI2, 2007), cet. V, h. 51.
[23] az-Zarqani, Op, Cit., h. 406
[24] Ibid., h. 32.
[25] Seorang Sahabi yang terkenal dengan sebuan Tarjuman al-Qur`ân.
[26] Termasuk golongan al-Sabiqun al-Awwalun.
[27] Ada yang mengatakan, ia wafat pada tahun 20, bahkan 32 H.  Menurut al-Dzahabi, Ubay adalah Sayyid al-Qurra>`.
[28] Nama lengkapnya adalah 'Abdullâh ibn Qais ibn Salim ibn Haddlar ibn Harb ibn ‘Amir ibn al-Ash’ar, terkenal dengan panggilan Abu Musa al-Ash’ari. Ia seorang S}ah}a>bi tinggal di Mekkah, gubernur Basrah pada masa ‘Umar ra., dan gubernur Kufa pada masa ‘Uthman ra.
[29] Tahun wafatnya belum disepakati, 101, 102, 103, atau 104 H.   
[30] Muhammad ibn Lutfi al-S}ibagh, Lamh}a>t fi ‘Ulu>m al-Qur`ân, al-Maktab al-Islami, 1985), h. 141.
[31] az-Zarqani, Loc, Cit.
[32] Imam yang ahli tafsir dan Hadits terkemuka di Bashrah ini menemui masa hidup Anas ibn Malik ra. dan mendengarkan pemikiran 400 orang dari kaum Tabi'in. Di kalangan semua imam ahli Hadits ia dipandang sebagai hujjah.
[33] Ahli tafsir dan hadith di Hijaz. Nama lengkapnya Sufyan ibn 'Uyainah ibn Abi ‘Imran al-Hilali al-Kufi, wafat di Mekkah.
[34] Karyanya berjudul Ghari>b al-Qur`ân, dan al-Ma’âni.
[35] Ia mendengarkan pendapat-pendapat dari Ibn Jarij, al-A'mash, al-Auza'i, dan Sufyan ats-Thauri. Hadits darinya diketengahkan oleh 'Abdullah ibn al-Mubarak, Yahya ibn Adam, Ahmad ibn Hanbal, dan 'Ali ibn al-Madani. Lihat al-Khatib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, XIII, h. 466-481.
[36] Pendapat lain menerangkan, wafatnya pada tahun 197 H.  atau 198 H.
[37] Ia adalah 'Ali ibn 'Abdu1lah ibn Ja'far. Nama panggilannya: Abu Ja'far, seorang dari kabilah Sa'ad berdasarkan wala` (Perwalian).
[38] Menurut informasi terkini, Kitabnya berjudul 'Fadha'ilul-Qur'an, naskahnya yang dalam keadaan lengkap tersimpan di Dzahiriyah.
[39] Tahun wafatnya masih debateble dan diperselisihkan. Lihat Dr. Muhammad ibn Lutfi, Op. Cit., 142.
[40] Muhammad ibn Lutfi al-Sibagh, Ibid..
[41] Kitabnya ini telah ditahqiq oleh Ahmad M. Syakir, dan diterbitkan pertama kali oleh Mu`assasah al-Risalah (1420 H./ 2000 M.).
[42] Muhammad ‘Ali Iyazi, al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran: Mu`assasah al-Tiba’ah wa al-Nashr, 1415 H.), h. 109.
[43] Karya ini terdiri atas 27 jilid.
[44] Menurut az-Zarqani, al-Hufi wafat pada tahun 330 H., bukan 430 H. hingga demikian al-Hufi hidup pada abad IV H. yang berarti pula bahwa ‘Ulum al-Qur`ân lahir pada abad IV H. Baca Manahil al-‘Irfan, I, 36.
[45] az-Zarqani, Ibid.
[46] Ibid., I, 32-33.
[47] Muhammad ‘Ali Iyazi, Op. Cit., h. 724.
[48] Muhammad ibn Lutfi al-Sibagh, Op. Cit.,  h. 143.
[49] Ada yang menyebutkan tahun 643 H.
[50] Muhammad ‘Ali Iyazi, Op.Cit.,  h. 242-246.
[51] al-Zarqani, Op. Cit., h. 37..
[52] Karya ini telah dicetak pada tahun 1408 H./ 1988 M. oleh Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah Beirut.
[53] al-Zarqani,  Op. Cit., I, h. 39.
[54] Ada pula yang menerangkan, pada tahun 1330 H.
[55] Muhammad ‘Ali Iyazi, Op.Cit.,  h. 630.
[56] Buku ini diterbitkan oleh Dar al-Kitab al-‘Arabi Beirut, 1410 H./ 1990 M.
[57] Tanggal penulisan 8 Rabi’ al-Awwal 1401 H. diterbitkan pada tahun 1403 H./ 1983 M. oleh Dar al-Shuruq Makkah.
[58] al-Zarqani,  Op. Cit., I, h. 40.
[59] Howard M. Federspiel, Popular Indonesian Literature of the Qur`ân, terj. Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996), h. 37.
[60] Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1954.
[61] Penerbit Mubarakah Thayyibah Kudus, Cetakan II, 1419 H./ 1998.
[62] Penerbit Toha Putera Semarang.
[63] Penerbit al-Ikhlas Surabaya, 1987.
[64] Penerbit Bulan Bintang Jakarta, 1988.
[65] Penerbit DIMAS Semarang, 1994.
[66] Penerbit Remaja Rosdakarya Bandung, 1992.
[67] Penerbit Rineka Cipta Jakarta, 1992.
[68] Penerbit Bina Ilmu Surabaya, cet. IV, 1993.
[69] Diterbitkan di Kudus, Mubarakatan Thayyibah, 2003.
[70] Diterbitkan di Kudus, 2002.
[71] Penerbit Pustaka Setia Bandung, cet. III, 2005.
[72] Penerbit Dunia Ilmu Surabaya , 1998, 2000, 2008.
[73] Penerbit Pustaka Setia Bandung, 1997.
[74] Penerbit Fikahati Aneska, Jakarta, 1995.
[75] Penerbit Amzah, Jakarta, 2010.
[76] Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, cet. III.
[77] Penerbit PKPI2 Semarang, 2001, 2002, 2003, 2004, 2007.
[78] Penerbit Maseifa Jendela Ilmu, Kudus, 2011.
[79] Jurnal tiga bulanan, terbit di Jakarta sejak 1990.
[80] Muhammad ‘Ali Iyazi, Op.Cit.,  h. 629-633.

Tidak ada komentar: